Cincin Janji

Oleh: Ruhul Auliya

“Kau akan ke Amerika?” Tanyaku menunduk.

“Ya. Apa kau sedih?” Tanyanya.

“Hahahahaha….untuk apa aku sedih? Justru aku senang. Gak ada lagi yang bakalan ngusilin aku.” Ujarku sambil tertawa.

“ Benarkah?” Tanyanya menyelidik.

“ Ya tentu.” Jawabku semantap yang aku bisa. Dia mendesah pelan.

“ Kau memang tidak pernah mengerti cinta.” Ujarnya menggeleng.

“Memang kau tau apa itu cinta? Maka ajari aku cinta.” Ledekku.

Dia terdiam sejenak. Dirogohnya sesuatu dari saku celananya. Di genggamnya sebuah kalung dengan sebuah cincin sebagai liontinnya. Dipasangkannya di leherku kalung itu.

“ Mungkin aku gak bakalan bisa jadiin kamu pacar. Tapi suatu saat akan ku jadikan engkau istriku. Akan ku pakaikan cincin itu di jari manismu” Ucapnya tersenyum penuh arti.

“ Hahahaha…..kau memang sahabat terkonyol yang pernah aku miliki.” Ucapku setengah tak percaya samba menepuk pundaknya.

“ Tunggu saja sampai aku pulang dari Amerika, aku akan melamarmu.”

“ Kita buktikan saja.” Ledekku

“Nauma….Nauma….Bangun, sayang.”

Kubuka mataku perlahan. Mama tersenyum lembut kepadaku. Ternyata itu cuma mimpi. Aku medesah pelan. Aku masih mengharapkan janji itu. Ternyata aku belum bisa ikhlas. Betapa konyolnya aku.

“ Katanya mau ke acara tunangan Raka.” Tanya mama. Aku mengangguk dan tersenyum tipis. “ Ya udah, kamu siap-siap dulu gih.!” Perintah mama lagi. Aku tersenyum dan dan mengangguk sekali lagi. Mama melangkah keluar dari kamarku. Aku kemudian bangun dan duduk di tepi ranjang. Ku buka laci meja belajarku dan mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah jambu. Ku buka kotak itu dan mengambil kalung cincin pemberian Raka dulu sebelum kuliah di Amerika.

Aku masih sangat ingat hari dia memberikan kalung dan cincin itu. Dan sungguh sejak kepergiannya, aku merasa sangat kesepian. Aku merindukannya setiap hari. Aku selalu menunggunya. Menunggu hari yang dia janjikan. Berharap dia akan benar-benar melamarku. Aku benar-benar bodoh mengharapkan janji itu itu akan benar-benar datang sementara aku tidak pernah jujur tentang perasaanku kepadanya. Dan sekarang semuanya sudah terlambat. Dia akan tunangan. Dan selanjutnya dia akan menikah.

“ You never know how much I miss and really love you, Raka.” Ucapku meneteskan air mata. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Kemudian bersiap-siap untuk pergi ke acara pertunangan Raka.

***

                Aku masih terdiam dalam mobil. Aku ragu ingin masuk kedalam. Bukannya apa-apa. Aku hanya takut tidak sanggup melihat pertunangan mereka. Ku benturkan kepalaku di sandran bangku mobil. Sampai seseorang mengetuk pintu mobilku. Kutengok kesamping, ada Rio diluar. Sahabat baikku juga selain Raka. Dia orang yang pertama kali curiga terhadap perasaanku terhadap Raka. Namun aku tidak berani cerita padanya. Ku buka kaca mobil.

“ Apa kau akan mengeramkan telurmu di dalam mobil sampai acara selsesai, gadis bodoh?” Guyon Rio. Aku hanya tersenyum terkekeh dan menggelengkan kepalaku. Aku sangat faham dengan maksud dari kata gadis bodoh. Dia benar-benar sudah tau perasaanku terhadap Raka.

Ku putuskan untuk keluar dari mobil dan menemui Rio. Rio bersedekap di depanku dan tersenyum penuh arti. Aku mengangkat kedua alisku tanda tak mengerti akan senyumannya.

“ Apa kau baik-baik saja?” Tanyanya.

“ Yeach…tentu.” Jawabku menghindar dari tatapannya.

“ Aku gak pernah yakin kalau kau baik-baik saja. Mengapa harus bohong kalau kau punya rasa?” Ujarnya menggeleng kepala. Aku hanya tersenyum tipis. Kami berdua masuk. Aku bertemu dengan Raka.

“ Nauma……aku sangat merindukanmu. Cewek tengil.!”Di peluknya aku sangat erat. Ingin rasanya aku teriakkan pada semua orang bahwa aku sangat merindukannya juga. Aku meronta mencoba untuk melepaskan pelukannya.

“ Hey, cowok bodoh….aku tidak bisa bernafas. Tunanganmu akan cmburu melihatmu memelukku.” Akhirnya dia melepaskan pelukannya.

“Aku merindukanmu Nauma, sayang.” Ucapnya menjitak kepalaku. Ku usap kepalaku yang terasa sakit. Aku hanya tersenyum tipis. Seorang gadis mendekati kami.

“ Hai, Pretty. Kenalkan ini Nauma, sahabatku.” Ujar Raka kepada gadis tadi yang sudah berdiri di samping Raka. “ Nauma, ini Pretty. Tunanganku.” Kami berjabat tangan.

“ Selamat ya atas pertunangan kalian. Semoga kalian bahagia.” Ucapku saa melihat cincin di jari manis Pretty. Ternyata acara tukar cincin sudah terlaksana.

“Terima kasih juga udah mau datang.” Dia tersenyum tulus. Rasanya hatiku sangat remuk. Aku sudah tidak tahan lagi. Air mataku sudah ingin jatuh.

“ Aku harus pulang sekarang. Aku harus siapkan barang-barang. Besok aku harus pergi ke Australia.” Ucapku tak tahan. Akhirnya air mataku tumpah juga.

“ Mengapa kau menangis? Itu kan impianmu.” Ujarnya menghapus air mataku. Tapi dia kemudian terdiam. Di raihnya kalung yang ku pakai. “ Nauma…kau…” Dia tercegat. Aku tergagap.

“ Aku harus pulang.” Ku tepis tangannya dan berlari keluar. Aku sungguh tidak bisa menahan semuanya lagi. Ku banting stir. Aku menangis tersedu-sedu sampai rumah. Mama yang melihatku hanya terbengong. Ku hamburkan tubuhku ke atas ranjang. Ku telungkupkan wajahku dengan bantal. Menangis sampai akhirnya aku tertidur.

***

                Aku masih merenung di kamar pagi ini.  Menatap seluruh bagian dari kamarku. Menatap foto-foto saat ku bersama Raka, Rio dan teman-teman yang lain. Aku akan segera meninggalkan semuanya. Meninggalkan semua kenangan. Terutama kenangan tentang Raka.

Ku ambil kalung pemberian Raka yang ku simpan dalam sebuah kotak kecil. Ku tatap dalam-dalam. Air mata itu menetes lagi. Dia memang tidak akan pernah menjadi milikku. Sampai kapanpun. Rutukku dalam hati.

Kumasukkan lagi kalung cincin itu kedalam kotak kecil itu. Aku berdiri dan berjalan kea rah barang-barangku. Ku bawa semuanya turun ke bawah. Mama sudah ada di teras depan rumah sambil membantuku memasukkan barang ke bagasi mobil. Setelah semuanya beres, ku cium tangan mama dan papa. Memohon do’a restu mereka. Ku peluk erat-erat papa dan mama. Orang – orang yang akan segera aku tinggalkan. Air mataku keluar sekali lagi.  Bukan apa-apa, aku hanya ingin bertemu Raka untuk terakhir kalinya. Mengucapkan selamat tinggal padanya. Tapi mana mungkin dia akn dating menemuiku? Fikirku dalam hati. Ku langkahkan kakiku untuk masuk ke dalam mobil. Tapi, sebuah suara panggilan tiba-tiba menghentikan langkahku. Ku tengok kesamping kanan. Raka tengah berdiri disana. Aku tersenyum hambar dank u dekati dia.

“ Hai flirting boy….!” Sapaku ramah.

“ Hai cewek cengeng…!!!” Balasnya mencubit pipiku. Aku tersenyum lirih dengan perlakuannya yang sering dia lakukan kepadaku. “ Kau akan ke Aus?” Tanyanya lagi. Aku hanya mengangguk dan tersenyum setulus mungkin. “ Kau akan meninggalkanku setelah aku kembali?”

“ Ya….” Ku hembus nafas berat. Untuk apa aku disini kalau kenyataannya kau gak jadi milikku? Rutukku dalam hati. “ Kau sedih?”

“Tentu.”

“ Kamu gak bakalan kesepian. Ada Pretty kan?” Ucapku menenangkan. Rasanya aku ingin menangis saat menyebut nama Pretty. Sangat erat ku katakana kalimat itu. Raka menunduk.

“ Maafin aku.”

“ Untuk apa?”

“ Aku udah nyakitin kamu.” Dia terdiam sejenak. “ Aku mengingkari janji.” “ Aku fikir kau tidak pernah mencintaiku dan tidak benar-benar menungguku. Karena aku fikir, kamu benar-benar gak akan pernah percaya sama cinta.”

Aku mendongak ke atas langis. Menghembuskan nafas berat dan mulai berkata-kata lagi. “ Tidak ada yang salah dalam cinta. Kau tidak bersalah. Dulu aku memang tidak pernah bilang kalau aku cinta padamu.” Aku menunduk. “ Aku tidak pernah menyalahkanmu dalam hal ini. Maafkan aku, Raka. Aku memang bodoh udah nunggu kamu.” Air mataku mulai menitik. “ Ini aku kembalikan kalung ini kepadamu.” Sambungku menyodorkan kotak kecil berisi kalung cincin yang pernah di berikan Raka kepadaku dulu. Diambilnya kotak itu dan mengeluarkan kalung tersebut. Di pakaikannya kalung itu kepadaku. Aku terheran.

“ Nggak akan pernah ada yang pantas memakai kalung ini selain kamu. Karena kalung ini hanya akan aku berikan kepada orang yang sangat aku cintai. Dan aku masih sangat mencintaimu.” Ucapnya tersenyum. AKu terharu mendengarnya. Aku berkaca-kaca mendengar ucapannya.

“ Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya?” Ucapku lirih. Dia tersenyum kemudian memelukku sangat erat.

“ Kau orang yang sangat aku cintai, Nauma.”

“ Aku juga.” Air mataku kini sudah mengalir deras Papa dan mama ikut terharu melihat kami. Rasanya aku tidak ingin melepaskan pelukan ini. Rasanya aku tidak igin kehilangan Raka. Aku ingin merebutnya dari Pretty. Tapi seketika aku sadar. Itu tidak mungkin aku lakukan.

Ku lepaskan pelukanku dan masuk kedalam mobil. Ku lambaikan sebagai tanda perpisahan. Rasanya sangat menyesakkan dadaku. Aku benar-benar tidak sanggup harus kehilangan orang-orang yang aku sayangi. Terlebih Raka. You never know how much ilove and really miss you, Raka. Rutukku dalam hati.

 

 

 

 

 

 

Skip to content