Jogja Istimewa dengan Upah Murah

Himmah Online, Yogyakarta – Senin, 1 Mei 2017, Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) melakukan aksi turun jalan/demonstrasi dan upacara selamatan Gubernur DIY dengan tema “Buruh Jogja Bersatu Cabut PP 78/2015 Tentang Pengupahan dan Tolak Revisi Pesangon UU 13/2003 Ketenagakerjaan”. Aksi berlangsung mulai pukul 07.00 dengan titik kumpul di Tugu Jogja kemudian melakukan longmarch hingga Keraton.

Marga dalam orasinya menyebutkan bahwa gaji yang didapat hanya sebatas Upah Minimum Pekerja (UMP) sehingga mereka tidak mampu mempunyai rumah. Hal tersebut dikarenakan UMP DIY merupakah UMP yang paling rendah di Indonesia. Saat ini para pengusaha lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak memberikan pesangon maupun pensiun, sehingga status pekerja adalah kontrak atau outsourcing selamanya.

Kinardi selaku Sekretaris Jenderal dari ABY menjelaskan bahwa dalam menuntut upah yang layak sudah berbagai cara dilakukan seperti demo di jalan, menggugat upah minimum, dan melakukan audiensi namun tidak menghasilkan suatu yang signifikan. Survey yang dilakukan ABY pada tahun 2017 menunjukkan rata-rata upah yang dibutuhkan buruh sebesar 2,4-2,8 juta rupiah. Namun, upah layak yang ditetapkan oleh pemerintah rata rata 1,4 juta rupiah saja. Indeks kesenjangan di DIY sangat tinggi karena pendapatan para pengusaha yang sangat tinggi, sedangkan upah buruhnya sangat rendah. “Dengan harga pangan yang sama antara Jogja dan tempat lain membuat buruh belum mendapatkan kehidupan yang layak karena UMP DIY merupakan UMP yang paling rendah”, jelasnya.

Dana Istimewa (Danais) Jogja pada tahun 2017 mencapai sekitar 800 Miliar rupiah. Danais yang tinggi ini tidak memberikan efek untuk pekerja dan masyarakat. Terdapat banyak dana yang diagung-agungkan seperti danais dan dana alokasi umum. Tetapi, masih tetap terjadi kesenjangan yang tinggi. “Apakah danais hanya untuk kebudayaan dan birokasi saja atau terdapat kesalahan dalam pengelolaannya?” kata Kinardi.

Kinardi juga menyampaikan harapan dari ABY untuk gubernur DIY yaitu memberikan upah dan kesejahteraan yang layak seperti gubernur-gubernur lain di Indonesia. Gubernur lain memberikan perumahan bagi rakyatnya dan upah yang layak seperti upah sektoral. “Contohnya gubernur Jawa Barat yang memberikan tanah untuk pembangunan perumahan bagi pekerja,” tuturnya. Jogja memiliki pendapatan dari tanah milik gubernur yang surplus, namun tidak ada satu pun perumahan yang diberikan kepada buruh atau pekerja di Jogja. Harapan Kinardi untuk pemerintah dalam menetapkan upah minimum adalah tidak menggunakan PP 78 tahun 2015 yang sudah menyengsarakan buruh.

Selain itu, Kinardi juga memaparkan bahwa untuk buruh yang pensiun sudah diatur dalam Undang-Undang No 24 tahun 2014 tentang BPJS dan UU tersebut wajib dilaksanakan. Jika UU tersebut tidak dilaksanakan maka akan ada sanksi yang diberikan baik dari administrasi maupun pidana. Kepesertaan di Jogja terkait dana pensiun sudah cukup bagus hingga mencapai 60%. Namun, masalah lainnya yaitu iuran BPJS yang sangat kecil sehingga dana pensiun yang didapat buruh hanya 300-400 ribu per bulan. “Kami menginginkan dana pensiun itu seperti TNI, Polri, dan PNS yaitu sebesar 60% dari total gaji terakhir mereka yang didapat”, tambahnya.

Setelah melakukan longmarch dari tugu ke keraton, kemudian di keraton dilakukan selamatan yang ditujukan untuk Gubernur DIY. Irsad Ade Irawan selaku Wakil Sekjend ABY menyatakan alasannya mengadakan acara selamatan ini yaitu untuk mendoakan Gubernur DIY agar bisa mengabulkan tuntutan dari masa aksi, dan mampu memberikan putusan yang baik untuk para buruh.

Acara diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap yang di dalamnya terdapat delapan tuntutan. Pertama cabut PP 78 tahun 2015 yang memiskinkan pekerja Indonesia. Kedua, perbaikan layanan jaminan sosial agar layak dan manusiawi. Ketiga, hapuskan outsourcing dan pemagangan. Keempat, wujudkan hak berserikat dengan hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap aktivis serikat pekerja Indonesia agar hak berserikat terwujud. Kelima, tolak revisi UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003 yang menghilangkan uang pesangon. Keenam, pemerintah RI harus segera bertindak cepat mengatasi permasalahan menghentikan kriminalisasi terhadap sdr. Sudiro (ketua PUK SPKET SPSI PT. Freeport).

Ketujuh, tuntutan diajukan untuk Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta berisi tujuh poin yaitu menyerukan kepada gubernur DIY untuk tidak menggunakan PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan sebagai pedoman kebijakan pengupahan DIY, menyerukan kepada gubernur DIY untuk segera menetapkan kebijakan Upah Minimum Sektoral, menyerukan kepada Gubernur DIY untuk mengoptimalkan kerja pengawasan dan perlindungan tenaga kerja, menyerukan kepada Gubernur DIY untuk menyediakan perumahan murah atau rumah susun bagi buruh, menyerukan kepada Gubernur DIY untuk membatasi dan memperketat penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourcing dan menyerukan kepada Gubernur  agar tidak melakukan diskriminalisasi dalam  hal keterwakilan buruh di dalam LKS Tripartit dan Dewan pengupasan. Kedelapan, menyerukan Sultan HB X untuk mewujudkan Tahta untuk rakyat dan amanat keistimewaan DIY kesejahteraan dan ketentraman masyarakat.

Skip to content