Mahasiswa Se-DIY Menggelar Aksi Tolak UU MD3

Himmah Online, Yogyakarta-Selasa, 20 Maret 2018 beberapa elemen mahasiswa Yogyakarta menggelar aksi yang dinamai “Gerakan Solidaritas Menolak Revisi UU MD3.” Aksi tersebut diikuti oleh 81 organisasi mahasiswa Yogyakarta seperti BEM KM UGM, DPM FH UMY, DPM UII, dan BEM FH UAJY.

Aksi dimulai jam 13.00 dengan berjalan kaki dari parkiran Abu Bakar Ali, lalu Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Yogyakarta dan berakhir  di Titik Nol Kilometer.

Billy Erlanda, selaku Koordinator Utama mengatakan bahwa latar belakang terselenggaranya aksi ini adalah hasil revisi UU No. 17 Tahun 2014 tentang Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang telah resmi menjadi UU No. 2 Tahun 2018.

Menurut Billy, UU tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Para akademisi dan aktivis mahasiswa juga telah mengkaji UU tersebut. Hasilnya, masyarakat dalam kondisi genting. Mereka juga bersepakat untuk memaksa dan mendesak presiden untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengantikan hasil revisi UU MD3.

Selain melalui Perppu Presiden, solusi hukum lain untuk merevisi UU MD3 ialah melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Namun, solusi kedua tersebut dinilai akan memakan waktu yang cukup lama. Maka, mahasiswa Yogyakarta sepakat untuk mendesak presiden untuk mengeluarkan Perppu sebagai solusi hukum untuk mengatasi situasi yang telah genting berkaitan dengan berlakunya revisi UU MD3.

Dari Press Release, terdapat 4 poin dalam UU No. 2 Tahun 2018 yang dinilai sangat kontroversial dan dapat menimbulkan polemik. Pertama, pada pasal 15, 84, dan 260 dijelaskan mengenai penambahan kursi pimpinan DPR yang tidak memiliki urgensi baik dari segi filosofis maupun sosiologis.

Kedua, pasal 73 ayat 4 dan 5 yang berisi tentang DPR dapat menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk memanggil setiap orang, pejabat negara, pejabat pemerintahan, badan hukum dan/atau warga masyarakat. Adapun polisi wajib memenuhi permintaan DPR. Yang menjadi permasalahan di sini ialah penggunan frasa “wajib” bagi polisi untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pihak yang dipanggil DPR sebagai lembaga negara yang super power.

Ketiga, pasal 122 huruf k yang memberikan kewenangan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang merendahkan kehormatan anggota DPR. Pasal ini mengandung multitafsir yang berpotensi mengancam kebebasan dalam berpendapat dan membuat DPR menjadi anti kritik.

Keempat, pasal 245 tentang pemanggilan dan permintaan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD. Pasal ini dinilai berpotensi menghambat proses hukum yang berkaitan dengan anggota DPR.

Pada aksi ini, massa mendatangi kantor DPRD Yogyakarta untuk memberikan tuntutan aspirasinya terkait penolakkan terhadap UU MD3 yang dinilai sangat anti kritik dan tidak demokratis. Tuntutan yang diaspirasikan oleh mahasiswa tersebut ditandatangani oleh Danang Wahyu Broto selaku anggota DPRD Komisi D Fraksi Gerindra dengan disertai pembacaan surat pernyataan menolak Undang-Undang MD3.

Billy mengungkapkan apabila tidak ada tanggapan dari pemerintah maka mahasiswa akan melakukan aksi yang lebih besar lagi. “Kita akan bikin (red-aksi) yang labih masif lagi untuk betul-betul (mencapai) tujuan kita bersama ini didengar oleh Jokowi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” Ujarnya.

Setelah dari DPRD Yogyakarta, massa kembali bergerak menuju Titik Nol Kilometer untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang pernyataan sikap mahasiswa se-Yogyakarta bahwa mahasiswa Yogyakarta menolak segala bentuk pelemahan penyampaian pendapat dan kritik kepada pejabat negara. Massa jug

Massa menghimbau kepada masyarakat untuk ikut serta mengawasi kinerja anggota DPR dan Pemerintah. Massa juga mengajak masyarakat memaksimalkan partisipasinya dalam pembuatan peraturan perundang-undangan guna melahirkan produk hukum yang berkualitas dan responsif.

Billy pun menjelaskan awalnya aksi diprakarsai oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (LEM FH) UII yang melihat tempo diberlakukannya hasil revisi UU MD3. Kemudian wacana tersebut dilemparkan kepada forum Lembaga Eksekutif Mahasiswa Hukum Indonesia (LEMHI) Yogyakarta.

Beberapa kampus yang tergabung dalam LEMHI ialah UGM, UAD, Atmajaya, UII, UMY, UWMY, UCY, UIN Sunan Kalijaga dan lain-lain. Hasilnya, mereka bersepakat untuk melakukan aksi terbuka untuk seluruh organisasi mahasiswa di Yogyakarta. “Harapannya, ini memang tujuannya adalah mendesak Presiden,” ucap mahasiswa Hukum UII tersebut.

Aksi juga untuk menularkan semangat kepada seluruh organ pergerakan yang ada di seluruh provinsi di Indonesia. untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa untuk sama-sama menyatakan sikap untuk menolak UU MD3 dan menciptakan kegentingan yang memaksa itu sendiri.

Billy memperkirakan jumlah massa melebihi dari yang diperkirakan. “Alhamdulillah konsolidasi semalam itu perkiraan massa 1037, seperti yang kita lihat tadi lebih dari 1000 sampai 1500 mahasiswa yang hadir,” ujarnya.

Beberapa mahasiswa memberikan pandangannya terkait aksi tersebut. Salah satunya ialah Rabbani, Mahasiswa dari UPN Veteran Yogyakarta. Ia mengatakan bahwa ia ingin menyampaikan aspirasinya terkait revisi undang-undang tersebut. “Harapannya presiden mendengarkan, karena kita membuat aksi ini untuk menciptakan kegentingan yang memaksa dan mendesak presiden membuat perppu yang diharapkan dapat menutup revisi UU MD3” ujarnya.

Sama halnya dengan Rabbani, Erlangga T Buana dari Fisipol UGM berpendapat bahwa UU MD3 membuat masyarakat menjadi krisis demokrasi dan dikekang untuk menyampaikan kritik kepada pejabat negara.

Pada saat aksi, terdapat beberapa masalah yang dihadapi salah satunya ditemukannya mahasiswa yang provokatif. Namun, Billy mengatakan itu tidak menjadi masalah karena yang tepenting aksi ini sudah mencapai dua target yang diharapkan.

“Yang penting dua target kita yaitu kita meminta dukungan ke temen-teman DPRD dan pernyataan sikap kita telah diterima oleh seluruh kalangan mahasiswa serta kita telah berhasil menimbulkan keadaan kegentingan yang memaksa itu,” pungkasnya.

Podcast

Skip to content