Kewenangan Badan Wakaf dalam Penetapan Rektor UII

Himmah Online, Kampus Terpadu – Fathul Wahid ditetapkan sebagai rektor terpilih Universitas Islam Indonesia (UII) periode 2018-2022 oleh pengurus Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII pada 26 Maret 2018. Sebelumnya terdapat tiga dari lima nama calon rektor dengan suara terbanyak yang diajukan dari hasil pemilihan di tingkat senat universitas. Tiga nama tersebut adalah Fathul Wahid 77 suara, Suparman Marzuki 37 suara, dan Widodo 10 suara.

Endro Kumoro selaku pengurus YBW UII menyampaikan bahwa pengurus tidak selalu terpaku dengan hasil suara terbanyak. Hal tersebut dikarenakan YBW UII mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan siapa rektor yang terpilih. “Artinya, YBW UII dapat menentukan peringkat yang mana saja. Hal itu merupakan kebebasan dan kewenangan pengurus YBW UII,” terangnya.

Menurut Endro hal tersebut dikarenakan YBW UII harus meninjau berbagai aspek yang dipertimbangkan terlebih dahulu. Aspek-aspek yang orientasinya mengarah kepada pengembangan universitas dan peningkatan kualitas. Meskipun begitu bagi Endro beberapa periode pemilihan rektor, mekanisme dalam pemilihannya dinilai sama, namun proses untuk menentukan bakal calonnya yang berbeda.

“Setelah keluar dari senat pasti diajukan ke pengurus yayasan dikarenakan itu merupakan amanat anggaran dasar,” jelasnya.

Berdasarkan Peraturan Yayasan Badan Wakaf (PYBW) UII Nomor 01 Tahun 2018 Pasal 7, pemilihan rektor terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penetapan dan pengumuman bakal calon rektor, penetapan dan pengumuman bakal calon rektor, penjaringan bakal calon rektor terpilih, penetapan dan pengumuman bakal calon rektor terpilih, pemilihan calon rektor, penetapan dan pengumuman calon rektor, penyampaian dan presentasi rencana aksi (Action Plan) calon rektor, pemilihan calon rektor terpilih dalam rapat senat universitas, penetapan dan pengajuan calon rektor terpilih ke yayasan, penandatanganan pakta integritas oleh calon rektor terpilih, penetapan rektor terpilih oleh yayasan.

Endro menilai bahwa tahapan yang telah dilaksanakan dalam pemilihan Rektor UII sudah sesuai dan demokratis karena nama calon rektor dikeluarkan oleh senat. Setelah itu senat meminta pengurus menentukan satu di antara tiga nama yang diajukan.

Menurut Widodo, calon rektor dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) pemilihan rektor di UII sudah berubah, artinya semua dosen yang memenuhi syarat yang telah ditentukan harus dicalonkan dan tidak boleh menolak.

Widodo menjelaskan bahwa mekanisme seperti itu lebih baik dan siapapun yang memenuhi syarat harus siap menjadi pimpinan di UII. Setiap dosen pun secara filosofis tidak dituntut untuk melamar menjadi rektor. “Jadi siapapun kita harusnya memang tidak mencari jabatan, tetapi siap diberi amanah untuk memimpin,” ujarnya.

Widodo dan dua calon rektor lainnya tidak mengetahui tentang pertimbangan hasil senat universitas yang diserahkan kepada YBW UII. “Kita tidak mengetahui pertimbangan apa saja dari YBW UII, kita hanya tahu jumlah tiga besar yang dipilih di rapat senat itu diserahkan ke pengurus yayasan,” tambah Widodo.

“Saat ke YBW kita hanya menandatangani pakta integritas dan tidak ada silang pendapat. Hanya diminta penandatanganan pakta integritas dan tidak ada penjelasan apapun, jadi sangat prerogatifnya pengurus YBW,” lanjut Widodo yang sekarang menjadi Dekan FTSP UII.

Secara umum, Widodo memaparkan bahwa mekanisme tahapan dari penjaringan di tingkat fakultas hingga penetapan rektor sudah lebih baik daripada periode sebelumnya. Karena sejak awal setiap calon itu dipilih, bukan mengajukan diri. Namun, masih terdapat kekurangan saat proses pemilihan rektor yang semestinya harus diperbaiki.

Pertama, bakal calon rektor tidak boleh menolak itu memberatkan. Bagi yang tidak berminat menjadi rektor dikarenakan beberapa alasan, seperti usia sudah lanjut tetapi masih memenuhi syarat untuk menjadi calon rektor, dan apabila kualifikasi syarat tersebut dipenuhi maka dosen tersebut tidak boleh menolak. Syarat yang demikian menurut Widodo harus diperbaiki.

Kedua, ada klausul peraturan bahwa tidak bisa lagi dicalonkan menjadi calon rektor apabila diberhentikan sewaktu menjabat menjadi rektor atau wakil rektor. Menurutnya, apabila kasusnya seperti rektor sebelumnya, Harsoyo, yang masih memenuhi syarat, artinya beliau masih berhak untuk dicalonkan. “Pak Harsoyo diberhentikan bukan karena kesalahan tetapi mundur demi nama baik,” ujar Widodo.

Ketiga, pemimpin pertemuan pemilihan calon rektor adalah dekan atau pimpinan fakultas sedangkan nama bakal calon rektor, Widodo, termasuk di dalamnya. Mekanisme seperti ini menurutnya perlu ditingkatkan agar lebih terbuka lalu pemimpin pertemuan pemilihan adalah orang yang berkepentingan.

Widodo menambahkan, Rektor UII terbaru, Fathul Wahid sudah sesuai untuk memimpin UII karena menguasai bidang Information and Technology (IT). “UII diharapkan akan lebih baik lagi dan semua pihak, tidak terkecuali mahasiswa, harus mendukung rektor terpilih demi kemaslahatan dan kemajuan UII,” pungkasnya.

 

Reportase bersama: Ika Pratiwi I. Y.

Skip to content