18 Mei 1998: Mahasiswa Kuasai Gedung DPR/MPR RI

Senin, 18 Mei 1998, tepatnya 20 tahun yang lalu, Indonesia terutama Jakarta mengalami kerusuhan besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa. Peristiwa ini, melibatkan ribuan mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR RI untuk mendesak Soeharto mundur dari jabatannya.

Himmah Online, Jakarta – Sebelumnya, pada tanggal 12 Mei 1998 telah terjadi penembakan terhadap empat mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta saat melakukan aksi damai memperjuangkan reformasi. Pada saat itu aparat keamanan ikut turun tangan dalam aksi ini sampai menembakkan peluru ke massa aksi. Peluru yang ditembakkan tersebut menimbulkan adanya korban, hingga empat mahasiswa Trisakti meninggal dunia.

Mendengar kabar tersebut, para mahasiswa yang dipelopori oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ) dan Forum Kota (Forkot) ikut bergerak melancarkan aksi kembali. FKSMJ ialah gerakan mahasiswa dari internal kampus, sedang Forkot mewakili pergerakan mahasiswa dari ekstra kampus.

Pada awalnya, para demonstran sempat kebingungan memilih tempat aksi, antara gedung DPR/MPR RI atau Istana Merdeka. Namun setelah mempertimbangkan lokasi, mereka akhirnya memutuskan untuk beraksi di depan Gedung DPR/MPR RI, mulai pada tanggal 18 Mei 1998.

Kompas.com dengan judulnya ‘Pendudukan Gedung DPR/MPR, Puncak Protes Rakyat yang Jatuhkan Soeharto’ menjelaskan, alasan mereka memilih Gedung DPR/MPR dikarenakan aparat keamanan saat itu difokuskan ke Istana Negara, yang tentu saja pilihan ini akan memudahkan para massa aksi untuk menguasai gedung DPR/MPR RI.

Situasi pada hari itu sangatlah mencekam, banyak aparat militer bersenjata meskipun tanpa seragam berkeliaran di tiap jalanan ibu kota. Tentu saja hal ini tetap tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk memperjuangkan reformasi. Hal ini disampaikan oleh Kompas.com ’18 Mei 1998 Jakarta Mencekam, tetapi Mahasiswa Bergerak Kuasai Gedung DPR/MPR’.

Bermodalkan bus sewaan dan transportasi milik kampus, massa aksi mulai berdatangan sejak pagi di depan Gedung DPR/MPR RI. Sekitar 50 ketua lembaga kemahasiswaan dari berbagai kampus di Jakarta ikut dalam aksi. Koordinator aksi dipegang Henri Basel, Ketua Senat Mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Sedangkan Heru Cokro selaku Ketua Badan Perwakilan Mahasiwa Universitas Indonesia ditunjuk menjadi koordinator lapangan aksi.

Pukul 12 siang, massa aksi yang berdemonstrasi sudah terhitung 7.000 orang dan terus bertambah. Tujuannya satu, menurunkan Soeharto dari kedudukannya sebagai presiden RI. Mereka tidak ingin bangsa ini menderita lebih jauh lagi.

Harian Kompas tahun 1998 menceritakan para mahasiswa yang mengikuti aksi memutuskan untuk menginap di Gedung DPR/MPR RI. Mereka tidak akan pulang sebelum mendengar pernyataan bahwa Soeharto mengundurkan diri.

Suasana semakin ramai dan tegang. Para aparat militer membuat barikade untuk menghentikan mahasiswa masuk ke dalam gedung. Sesekali mereka juga mengokang senjata.

Mahasiswa tidak takut dengan ancaman itu, justru semakin bersemangat menyerukan tuntutan mereka. Sorak-sorai orasi dan yel-yel terus bergemuruh.

Hingga akhirnya, sekitar pukul 15.00, dari Kompas.com ‘Cerita di Balik Mundurnya Soeharto’, Harmoko yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR/MPR saat itu memberikan keterangan pada media pers bahwa Ia akan meminta Presiden untuk mundur secara bijaksana agar tetap tercipta dan tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa.

Walaupun sudah mendengar berita akan mundurnya Soeharto, mahasiswa tetap bertekad menginap di Gedung DPR/MPR RI. Sebagian dari mereka ada pula yang pulang.

Esok harinya, tanggal 19 Mei 2019, mahasiswa tetap melancarkan aksi. Aksi hari itu diikuti massa yang lebih banyak. Mereka sampai benar-benar menduduki Gedung DPR/MPR. Mereka duduk di kubah gedung, serta memadati berbagai lokasi yang ada di Gedung DPR/MPR. Pada tanggal ini pun semakin banyak mahasiswa yang menginap.

Pemberitaan media tentang mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR RI pun ramai diperbincangkan. Salah satu contohnya pada berita harian Kompas yang berjudul “Pak Harto: Saya Ini Kapok Jadi Presiden.”

Reporter: Hana Maulina Salsabila

Editor: Audy Muhammad Lanta

Skip to content