19 Mei 1998: Pembentukan Kabinet Reformasi

Setelah tunduknya gedung DPR/MPR di tangan mahasiswa, para mahasiswa justru masih betah untuk menetap hingga tanggal 19 Mei 1998 dan menduduki berbagai sudut gedung. Soeharto juga menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan secepatnya, dan tidak akan mencalonkan diri menjadi presiden lagi.

Himmah Online, Jakarta – Pada hari itu, Soeharto mengambil beberapa langkah yang menjadi rangkaian peristiwa penting. Disisi lain juga para massa aksi masih tetap menuntut Soeharto turun dari jabatan presiden.

Aksi tersebut membuat Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan berisi anjuran agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Harmoko yang didampingi pimpinan lain, yaitu Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid.

“Dalam menanggapi situasi tersebut di atas, pimpinan Dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri,” kata Harmoko di dalam arsip Kompas yang terbit pada tanggal 19 Mei 1998.

Rappler.com dengan judulnya ‘19 Mei 1998: Soeharto pidato janji ‘reshuffle’ kabinet, tidak dipilih lagi’ menceritakan bahwa pada tanggal 19 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang cendekiawan Islam dan ulama serta sejumlah petinggi ABRI. Mereka adalah Prof. Nurcholish Madjid, Abdurahman Wahid, KH. Clolil Baidawi, KH. Ali Yafie, Ma’ruf Amin, Emha Ainun Nadjib, Yusril Ihza Mahendra, dan Malik Fadjar.

‘Kronologi Kelengseran Soeharto, Mei 1998’ yang pernah diangkat oleh nasional.kompas.com menceritakan, dalam pertemuan yang berlangsung hampir 2,5 jam itu, para tokoh membeberkan situasi terakhir. Saat itu elemen masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Permintaan tersebut ditolak Soeharto.

Masih diceritakan oleh Rappler.com, perjuangan menuntut pergantian kepemimpinan nasional dan reformasi sudah menyatukan anak-anak muda dan orangtua mereka. Sementara para mahasiswa menyerukan tuntutannya, di sejumlah lokasi di Jakarta, ibu-ibu menyiapkan makanan dan nasi bungkus serta minuman untuk disalurkan pada mahasiswa. Beberapa ambulans dan tim medis dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia siaga untuk mengantisipasi situasi.

Kembali ke Istana, setelah bertemu dengan cendikiawan dan ulama, Presiden Soeharto menggelar jumpa pers. Pada situs freedomsiana.com berjudul ‘Rangkaian Lengkap Peristiwa Reformasi’ menceritakan bahwa pada hari itu juga Soeharto muncul di televisi dan menyatakan bahwa dia akan turun dari jabatannya serta menjanjikan pemilu secepatnya. Soeharto berjanji tidak akan mencalonkan diri menjadi presiden lagi. Walaupun Soeharto sudah menyatakan akan mundur, masyarakat tetap menyerukan tuntutannya. Massa aksi pun berdatangan lebih banyak.

Selain itu, Soeharto juga mengumumkan akan membentuk Komite Reformasi dengan anggota kalangan kampus, unsur masyarakat, dan para pakar. Komite ini bertugas merevisi sejumlah UU Politik sesuai dengan semangat reformasi, termasuk UU Anti Korupsi dan UU Anti Monopoli.

Pidato Soeharto sempat meredakan situasi tetapi Jakarta belum aman sepenuhnya. Mahasiswa yang didukung para petinggi kampus dan sejumlah tokoh tetap menginginkan Soeharto turun  sesegara mungkin.

Amien Rais, tokoh Muhamadiyah yang sejak awal vokal menyerukan pergantian kepemimpinan, merencanakan “demo” besar yang dikemas dengan doa sejuta umat. Demo besar ini akan dilaksanakan di Monumen Nasional, persis di depan Istana Presiden.

 

Reporter: Niken Caesandra

Editor: Hana Maulina Salsabila & Audy Muhammad Lanta

Skip to content