Surat Cinta dari Casper: “Panggung Kebencian”

Ayo coba kita nostalgia pada tahun-tahun keemasan animasi kartun bergentayangan di televisi nasional Indonesia. Salah satunya adalah Casper. Kartun ini sangat dikenal di kalangan anak kecil maupun dewasa. Karakter hantu ini sangat lucu, imut, baik hati, dan suka menolong orang yang tertimpa musibah. Kepala pelontosnya merupakan hal identik dari seorang Casper. Singkat ceritanya Casper suka menolong dan bersahabat dengan manusia, tetapi tidak semua bisa menerima kehadiran casper malah mereka terbirit-birit melihat Casper.

Saya awali deskripsi di atas dengan sedikit penjelasan bahwa Casper itu hantu. Saya tidak perlu panjang lebar menceritakan sinopsis film tersebut. Tetapi, hanya mempertanggungjawabkan judul tulisan ini, karena saya mencantumkan nama Casper. Saya pun memberi judul “Surat Cinta dari Casper”,  karena saya ingin mencoba mengimajinasikan diri saya sebagai Casper. Mungkin pada umumnya orang juga sudah tau kalau saya Casper. Tetapi, sewaktu-waktu saya bisa jadi nyata sama halnya dengan cerita Casper yang pernah menjadi nyata dengan waktu terbatas karena ingin menolong ayahnya. Di sini saya juga ingin menjadi nyata, berupaya menyuarakan kegelesihan Casper dengan kecintaan.

Saya bahas kembali pernyataan saya yang terputus sebelumnya, mengenai kenapa orang-orang tau kalau saya adalah Casper. Kalau pada umumnya orang-orang yang tidak tau apa itu Casper dan hanya diberitahukan dia adalah “hantu”. Maka kesimpulan dalam pikirannya adalah hantu itu jahat, tidak sepantasnya menganggu manusia, dan dia adalah makhluk yang hina. Lalu, kenapa saya dianggap Casper oleh orang-orang? Karena orang-orang yang menjustfikasi saya sebagai hantu jahat dan hina itu. Mereka tidak mengetahui bahwa saya adalah Casper yang jelas karakternya, berbeda dengan jenis hantu-hantu lainnya. Terus, kenapa orang-orang tau saya Casper? Karena ada panggung kebencian, dimana orang-orang tersebut di-framing atau bahasa sederhananya, opini mereka dibentuk oleh orang yang mengidentifikasi saya sebagai hantu.

Panggung kebencian ini diberikan untuk orang-orang yang bersedia melakukan opini demi menyatakan bahwa Casper itu hantu jahat, hina, dan tidak seharusnya menganggu kehidupan manusia. Biar jelas opini tersebut tidak hanya dari ucapan, tetapi dari tulisan juga. Orang-orang ini dari tahun-ketahun terus mengaminkan perkataan-perkataan bahwa Casper adalah hantu berpolitik. Berpolitik yang saya maksudkan adalah Casper selalu menghantui teman-temannya yang nyata dan mereka yang indigo melihat orang tersebut bermain-main dengan hantu. Sehingga mereka membungkus perkataanya dengan kata-kata politik jahat, kotor, dan licik. Hal ini merupakan penafsiran salah yang dilihat oleh mereka yang berindigo. Hantu ini disimpulkan sebagai objek politik jahat dan mereka akhirnya mengharamkan teman-teman hantu itu sebagai saudara seumatnya. Padahal itu merupakan hal yang lumrah dilakukan teman-teman hantu tersebut untuk berpolitik. Karena mereka punya hak politik untuk bergerak dengan siapa saja dan itu hal yang demokratis. Lalu ketika mereka yang berindigo menyimpulkan identitas politik itu jahat. Bagaimana dengan tokoh-tokoh besar yang sudah melahirkan pengertian mengenai politik sampai bahkan dibukukan? Lantas dewasa ini, buat apa kita ada mata kuliah ilmu politik ataupun sejenisnya yang berkaitan dengan politik. Apakah untuk memperlajari hal-hal yang jahat? Saya kira orang-orang bisa membuka mata dan pikiran secara lebar-lebar mengenai hal itu.

Bahkan dikatakan juga Casper-hantu ini, hanya bermain di lubang hantu-hantunya saja. Padahal saya sebagai Casper, sekarang bersahabat baik dengan manusia dan mainnya dengan manusia terus. Apa hanya orang yang mengaminkan Casper Politics ini, yang mainnya di lubang-lubangnya saja? Saya berharap mereka tidak terlalu fasis.  Mungkin imajinasi yang saya jelaskan ini sulit dipahami oleh orang yang tidak mengerti siratan saya. Karena itu, surat cinta ini saya kirim khusus ke dalam pikiran orang-orang yang sangat saya cintai agar mereka bisa mencintai. Tetapi saya coba pahami dengan maksud yang nyata berdasarkan pikirin saya.

Saat ini orang-orang sangat senang mengumbar kebencian lewat panggung-panggung. Mereka seperti terjebak dalam kesesatan mereka sendiri dan selalu melihat melalui kacamata yang gelap. Mereka menganggap itu kebenaran objektif, padahal saya belum mendengar suara mayoritas mengenai orang-orang benci terhadap objek tersebut di dalam suatu lingkungan, sebutlah kampus, fakultas atau jurusan. Karena persoalan ini bukan hal yang terus dibicarakan, tetapi sesuatu yang dibesarkan-besarkan dan tidak memberikan solusi rasional. Maka hal itu saya sebut dengan “panggung kebencian”. Mereka membuat panggung kebencian tersebut dan terus meluapkan emosional pada kesesatannya.

Maka sangat perlu untuk menyelediki lebih dalam mengenai kebenaran yang komprehensif, agar analisa yang dijelaskan sangat rasional dan dipahami secara luas. Jangan mempercayai hal-hal yang mentah sama dengan memakan ikan mentah, sehingga perut tidak menerima dan mengelurakan kembali makanan tersebut. Begitu halnya dengan pikiran, menerima secara mentah-mentah dan memuntahi orang-orang yang tidak bersalah (stuck). Kesalahan dewasa ini adalah orang lebih cepat bereaksi terhadap pernyatan-pernyataan yang masih kurang keabsahannya. Hanya senyata ini saya bisa memberikan pemahaman mengenai siratan dari imajinasi saya terhadap orang-orang yang sedang mengumbar kebencian. Perlu untuk bersama-sama mengubah “panggung-panggung kebencian” dengan “panggung-panggung kesatuan” yang lebih akurat untuk bergerak maju bersama.

(Firman Hidayat – Jurusan Hubungan Internasional 2014 )

Skip to content