Sepatu Kulit Rahmat

Rahmat (30), pemilik usaha pengrajin kulit sedang melakukan pemasangan kerasan.
Alat.
Membersihkan sol.
Pengamplasan sol sebelum diberi lem.
Rika Agustina (26), istri Rahmat, sedang menunjukkan hasil kerajinan sepatu kulit.

Tak pernah kosong pesanan, pengrajin sepatu kulit Rahmatan bekerja setiap hari dari pagi hingga petang. Beroperasi sejak tahun 1997, toko kerajinan sepatu kulit “Rahmatan” berlokasi di Ndoyo, Magetan, Jawa Timur.

Rahmat selaku pemilik usaha tersebut mulai menekuni membuat sepatu kulit untuk meneruskan usaha bapaknya. Sebelumnya Rahmat sempat bekerja sebagai salah satu penanggung jawab atas peralatan mekanik PT. Pertamina, tetapi Rahmat merasa tidak cocok. Bersama istrinya, Rahmat memutuskan untuk mengikuti jejak bapaknya sebagai pengrajin sepatu kulit.

Meski meneruskan usaha sang bapak, terdapat perbedaan cara bekerja keduanya. “Dulu waktu bapak yang pegang cuma menerima pesanan yang sekiranya bapak bisa buat. Sekarang ini saya berusaha memenuhi permintaan pelanggan bagaimanapun bentuknya,” ungkap Rahmat saat diwawancara.

Hendak ulam, pucuk menjulai. Usaha Rahmat membuahkan hasil. Pesanan mulai berdatangan ke toko kerajinan kulit rumahan tersebut. Tidak hanya dari wilayah Magetan saja, melainkan juga luar kota.

Sejak pandemi Covid-19 yang terjadi sejak tahun lalu membuat toko tidak mengepul seperti biasanya. Akan tetapi, Rahmat tetap bersyukur karena dalam kondisi pagebluk pun masih ada pesanan yang datang ke tokonya.

“Setelah adanya pandemi Covid-19 pesanan jelas berkurang banyak. Yang sebelumnya bisa 20 pasang sehari, sekarang cuma satu dua. Nggak banyak. Tapi ya bersyukur saja setidaknya masih bisa untuk makan sehari-hari,” pungkasnya.

Terbaru

Skip to content