Digdaya Industri Rokok: Segala Upaya Dihalalkan, Anak-anak dan Remaja jadi Korban

Himmah Online – Rokok saat ini dianggap sebagai barang lumrah dan dijual secara masif sebagai produk komersial yang membahayakan kesehatan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Novita Sari dalam diskusi publik dan bedah buku A Giant of Pack of Lies Part 2 bertema “Membongkar Kebohongan Besar Industri Rokok: Menyelamatkan anak Indonesia dari cengkraman Zat Adiktif” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta, pada Sabtu (26/04).

Acara ini dihadiri oleh Novita Sari Simamora, selaku penulis buku, Emma Rahmi Aryani, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Yayi Suryo Prabandari, Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Asrul Pitri, Wakil Direktur dan Program Muhammadiyah Tobacco Control Centre (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), dan Januardi Husin, dari Aji Yogyakarta selaku moderator.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2023, prevalensi perokok aktif mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya adalah perokok berusia 10-18 tahun. Meskipun turun dari angka 9,1% berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, penurunan tersebut tidak signifikan dan masih memprihatinkan.

“Pengawasan untuk anak sangat sulit, butuh pengertian dan penjelasan yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa,” ungkap Novita.

Melansir Halodoc, konsumsi rokok mempunyai dampak yang sangat buruk bagi anak. Konsumsi nikotin sejak dini akan menyebabkan kerusakan Prefrontal Cortex (PFC) secara permanen. PFC adalah otak bagian depan yang berperan terhadap kemampuan kognitif, pengambilan keputusan, kemampuan analisis, dan stabilitas emosi.

Menurut Novita, hal yang paling berpengaruh terhadap maraknya budaya merokok bagi kelompok anak dan remaja adalah gengsi. “Waktu di tongkrongan, banyak orang yang merokok. Ketika melihat sekitar, tertanam, ngga berasap ngga keren nih,” ungkap Novita.

Yayi menambahkan, bahwa strategi manipulasi media melalui iklan yang dilakukan industri rokok juga berdampak dalam persebaran tren buruk ini. Menurutnya, terpaan iklan dan promosi rokok yang dikenal sejak dini meningkatkan persepsi positif dan kecanduan atas rokok.

“Salah satu penelitian saya ada yang menyatakan, bahwa ada hubungan antara iklan rokok dengan inisiatif merokok,” ujar Yayi.

Yayi mengungkapkan, industri rokok akan terus menjalankan inovasi bisnisnya bagaimanapun caranya. Salah satu caranya adalah dengan memasarkan produk vape yang ditawarkan sebagai alternatif bagi perokok tembakau yang ingin berhenti merokok. Jika ditinjau dari ilmu kesehatan, Yayi mengungkapkan bahwa hal ini sebenarnya semakin memperburuk kesehatan perokok.

“Walaupun vape kandungan racunnya lebih sedikit daripada rokok kretek, namun tetap memberikan dampak. Yang ngerokok kretek dan vape, akibatnya jadi double,” ucap Yayi.

Novita menambahkan, selain bekerja sama dengan pihak pemerintah melalui regulasi, cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi budaya merokok di kalangan anak dan remaja adalah melalui media sosial. Dalam hal ini, media sosial harus ikut andil dalam memberikan pemahaman dan konten-konten edukatif.

“Kapitalis (industri rokok) ini bisa dilawan oleh masyarakat secara keseluruhan. Buat gerakan-gerakan kecil, masif, bergerilya melalui media sosial melalui konten-konten edukatif,” pungkas Novita.

Reporter: Himmah/Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah, Mochammad Alvito Dwi Kurnianto

Editor: Hana Mufidah

Baca juga

Terbaru

Skip to content