Himmah Online – Tujuh Non-Government Organization berkolaborasi dalam acara Cerita dari Jogja untuk Bumi, untuk memperingati Hari Bumi Nasional yang jatuh setiap tanggal 22 April. Acara ini terdiri dari dua rangkaian: aksi kampanye di kawasan Malioboro pada 22 April 2025, dan gelar wicara bertajuk “Gen-Z dan Pemberdayaan Komunitas untuk Keberlanjutan Lingkungan” pada Jumat (9/5) di Auditorium Biologi Tropika, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Javan Wildlife Institute (JAWI), Center for Orangutan Protection (COP), Swara Owa, Teman Berjalan, Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPJB), Yayasan Aksi Konservasi Yogyakarta (YAKY), dan Relung Indonesia.
Dalam gelar wicara ini, para narasumber membahas mengenai pentingnya konservasi lingkungan berbasis pemberdayaan masyarakat, khususnya pemuda sebagai strategi utama dalam perlindungan alam berkelanjutan.
Menurut Farah Dini, perwakilan dari JAWI, pendekatan pemberdayaan dilakukan dengan menjadikan masyarakat sebagai mitra utama dalam konservasi hutan. Artinya, mereka tidak hanya dijadikan sebagai objek, tetapi juga berperan penting dalam konservasi yang diharapkan dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar.
JAWI juga menjalankan program ekowisata sebagai solusi alternatif untuk mengurangi perburuan liar yang sering dilakukan masyarakat. Farah menyebut aktivitas tersebut dikarenakan terdapat kebutuhan dari masyarakat.
Ia menjelaskan, program ekowisata ini tidak hanya menekan angka perburuan, tapi juga membuka ruang keterlibatan aktif bagi pemuda desa dalam memajukan potensi lokal. “Semakin banyak yang mendukung program konservasi inklusif, semakin cepat pula tujuan pemberdayaan masyarakat itu tercapai,” ujar Farah.
Farah kemudian menegaskan bahwa masyarakat melakukan perburuan dan merusak hutan karena kebutuhan dan bukan karena kemauan mereka. Sehingga masyarakat perlu diberdayakan melalui program konservasi inklusif.
“Semakin banyak yang mendukung program konservasi inklusif, semakin cepat pula tujuan pemberdayaan masyarakat itu tercapai,” pungkas Farah.
Indira, perwakilan dari COP, organisasi yang berfokus pada penyelamatan dan rehabilitasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan, juga turut melibatkan relawan muda. Mereka dilibatkan dalam aktivitas konservasi, mulai dari patroli hutan hingga edukasi digital tentang penyelamatan dan rehabilitasi orangutan.
“Kami percaya bahwa konservasi tidak bisa berjalan tanpa dukungan generasi muda. Mereka adalah aktor penting, terutama dalam penyebaran kampanye di media sosial dan edukasi kreatif berbasis digital,” jelas Indira.
Salah satu bentuk peran kreatif generasi muda adalah dalam dokumentasi visual. Fotografer Satwa Indonesia, Ignas Dwi Wardhana menekankan pentingnya dokumentasi visual dalam menjaga keanekaragaman hayati. Menurutnya, edukasi visual dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap lingkungan.
“Kalau hanya bercerita, dampaknya terbatas. Tapi dengan gambar, pesan kita bisa menembus sekat-sekat geografis dan sosial,” pungkas Ignas.
Reporter: Himmah/ Aulia Rahmania, Zahrah Ibnu Salim
Editor: Hana Mufidah