IDEALISME PERS MAHASISWA, INDEPENDEN atau NETRAL?[1]
Oleh A Pambudi W[2]
Tujuan jurnalisme ada adalah memenuhi kebutuhan informasi agar masyarakat dapat hidup bebas dan dapat mengatur dirinya sendiri. Jurnalisme menyampaikan kebenaran. Dalam menyampaikan kebenaran, jurnalisme harus memenuhi beberapa standar metode yang obyektif.
Obyektifitas dalam metode berguna demi terciptanya akurasi dan validasi data. Dengan cara Check and balance, cover both side bahkan cover all sides. Melakukan kroscek hingga tripel cek. Ini wujud tanggung jawab jurnalis pada warga sebagai tujuan utama adanya jurnalisme tadi. Loyalitas pertama jurnalis adalah pada warga.
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, bersama Committee of Concerned Journalist melakukan wawancara dan diskusi terhadap 1200 wartawan Amerika dalam kurun waktu tiga tahun. Hasilnya tertuang dalam satu buku bertajuk Sembilan Elemen Jurnalisme. Kovach menekankan tentang indepedensi sebagai elemen ke empat di bukunya. Elemen ini menerangkan bagaimana pers senantiasa menjaga independensi.
Indepedensi diperlukan dalam setiap liputan yang dilakukan jurnalis. Karena pada prinsipnya, jurnalis harus independen terhadap sumber liputannya. Setiap jurnalis punya latar belakang yang berbeda. Ada yang Islam, Kristen, Katolik, Konghucu, Buddha, Hindu. Ada yang asal Sumatra, Jawa, Kalimantan, Amerika, Eropa, Afrika.
Namun berbagai latar belakang tersebut tidaklah membuat jurnalis terpengaruh dalam membuat laporan beritanya. Ia harus tetap independen sehingga jelas mana yang ia dahulukan, kepentingan warga atau kepertingan pribadinya.
Keberagaman bukan tujuan, melainkan metode. Begitu pula dengan obyektifitas. Sangat rumit bila keragaman dan obyektifitas menjadi tujuan. Ketika metode sudah obyektif, maka berita dapat dikata obyektif.
Lalu apakah independen? Independen ialah bebas dari pengaruh, sehingga ia bisa menentukan pilihan kesadarannya sendiri. Ia punya kebebasan. Ia independen dalam memilih. Jurnalis independen terhadap sumber liputannya, sehingga ia tidak terpengaruh. Ia menentukan sendiri. Ia harus menentukan sikapnya dengan jelas. Inilah yang harus dipegang erat oleh jurnalis.
Kalau begitu jurnalis boleh tak netral? [3]
Menjadi netral bukanlah prinsip dasar jurnalisme. Impartialitas juga bukan yang dimaksud dengan objektifitas. Prinsipnya, wartawan harus bersikap independen terhadap orang-orang yang mereka liput.
Jadi, semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting ketimbang netralitas. Namun wartawan yang beropini juga tetap harus menjaga akurasi dari data-datanya. Mereka harus tetap melakukan verifikasi, mengabdi pada kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai ketentuan lain yang harus ditaati seorang wartawan.
Saya pikir inilah idealisme pers mahasiswa. Tak ada perbedaan antara pers umum dan pers mahasiswa dalam hal ini. Namun dalam tataran praksis, pers umum biasanya lebih sulit menekankan indepedensinya. Ia bergelut antara kepentingan bisnis dan redaksi. Bagaimana ia harus bersikap sementara pemasang iklan dalam keadaan diliput oleh medianya. Ada kepentingan kapital yang menyangga hidup mati media umum.
Dalam kerja-kerja institusional, Pers mahasiswa berupaya mendorong perubahan masyarakat menuju tatanan demokratis dan berkeadilan. Selain sebagai media pembelajaran terhadap mahasiswa, Pers mahasiswa juga tidak terlepas dari keberpihakan pada keadilan dan demokrasi. Upaya penyadaran paradigma berpikir mahasiswa sehingga memiliki kepekaan terhadap realitas dan fakta sosial di masyarakat. Ini adalah usaha agar terjadinya keadilan, kesejahteraan dan kemaslahatan umat.
Untuk mencapai tujuan itu maka diperlukan suatu kondisi yang memerdekakan, karena kondisi seperti inilah yang memungkinkan terciptanya kebebasan berpikir, berpendapat dan mengeluarkan gagasan pemikiran. Orientasi Pers mahasiswa adalah bergerak menyuarakan mereka yang termarginalkan. Terpinggirkan. Baik itu dalam bentuk pemiskinan atau proses dipinggirkannya masyarakat oleh sistem yang dibuat oleh kepentingan modal yang dominan, karena pada hakikatnya, media membentuk opini publik ke arah keberpihakan pada keadilan dan kerakyatan.
Pers mahasiswa secara esensial sama dengan gerakan mahasiswa, mengiringi demokrasi. Menjaga dan mengontrol jalannya kekuasaan. Menjadi kontrol sosial dalam penegakan demokrasi yang transparan demi terciptanya pemerintahan yang adil dan sehat. Media menjadi sarananya. Menyajikan liputan bermutu.
Persma dalam pada masa orba banyak dinanti-nanti oleh masyarakat pembaca. Ia menjadi alternatif dikala pers umum tidak berani menyuarakan kritik terhadap pemerintah. Dalam pemberitaan persma secara frontal berani mengungkapkan keburukan orba. Pers alternatif merupakan stigma bagi pers-pers anti orba dan pro demokrasi dalam menyuarakan kebenaran. Tercatat berkali-kali majalah mahasiswa dibredel, Himmah dibredel dua kali, Arena IAIN juga pernah dibredel, dan banyak lagi persma yang lain.
Di masa di mana kebebasan pers telah dibuka dengan dihapusnya SIUP memberikan angin segar bagi independensi dan kebebasan pemberitaan. Pers umum yang dulunya takut memberitakan kebobrokan negara, sekarang malah lebih berani dari pers mahasiswa. Kemudian ada pertanyaan bagi persma, di mana idiom alternatif pasca reformasi?
Pers mahasiswa pasca reformasi harus tetap mengacu pada perjuangan demokrasi, dengan senantiasa kritis terhadap rezim, juga melakukan pemberdayaan kepada masyarakat atau mahasiswa. Dalam kondisi seperti ini aktifis pers memulai untuk ‘profesional’ dalam pemberitaan dan menciptakan kultur intelektual yang dinamis dan produktif. Misal dengan melakukan penelitian atau investigasi terhadap kasus-kasus menyangkut hak orang banyak. Kali ini yang terpenting dalam persma adalah menyiasati pemberitaan dalam bentuk in dept news.[4]
Himmah, 9 : 42 WIB 1912
pambudi a.k.a pampam
cik di tiro no.1
[1] Makalah Diklat Dasar LPM KOGNISIA FPSB UII, Wisma Kinasih, Desember 2008
[2] Pegiat Pers Mahasiswa HIMMAH UII dan masih nyambi jadi Mahasiswa Hukum Islam FIAI UII
[3] Tulisan resensi buku Sembilan Elemen Jurnalisme oleh Andreas Harsono
[4] Makalah Orientasi Persma dan Kehimmahan pada In House Training LPM HIMMAH oleh A Im’an Syukri Pemimpin umum LPM HIMMAH UII periode 2001-2003