“Santai saja, kalau benar ada kejanggalan juga tidak bakal ada yang buka mulut, itu terjadi bertahun-tahun. Kalau dibilang salah siapa, ya salah DPM.”
Himmah Online, Kampus Terpadu – Pada tanggal 26 Maret 2018 Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (DPM UII) menerbitkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2018 tentang Mekanisme Pengaturan Dana Sisa Temporer dan Dana Cadangan Lembaga di Keluarga Mahasiswa (KM) UII. Surat edaran tersebut menjelaskan tentang pengembalian sisa dana Tri Wulan (TW).
Dana TW merupakan dana angsuran yang menjadi hak setiap lembaga di bawah naungan KM UII yang didapatkan per tiga bulan dalam satu periode kepengurusan. Fungsi dari dana TW digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di setiap lembaga dengan harus melampirkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) menjadi salah satu syarat penurunan dana TW.
Sementara isi surat edaran yang dikeluarkan DPM UII sendiri menerangkan bahwa jika dana TW tiap lembaga memiliki sisa, maka harus dikembalikan pada DPM UII yang kemudian di akhir kepengurusan menjadi dana abadi, yakni dana sisa akhir periode.
Sedangkan dana cadangan adalah dana yang disisihkan dari tiap dana TW di lembaga khusus, eksekutif, dan legislatif mahasiswa sebagai antisipasi terhadap permasalahan keuangan yang mungkin saja terjadi, yang mana dana ini tidak dikembalikan ke DPM UII tetapi dijadikan sebagai saldo awal di dana TW selanjutnya.
Kedua jenis alokasi dana ini dinilai sebagai bentuk pengawasan oleh DPM UII ke lembaga yang ada di seluruh KM UII. Gandys Marisha Utami selaku Ketua Komisi III DPM UII periode 2017/2018 mengatakan, beberapa indikator penyebab terbitnya surat edaran tadi di antaranya adalah pertama, untuk pengawasan dan pengkontrolan DPM UII ke lembaga internal KM UII, dan kedua, untuk menghindari pengendapan dana mengingat segala sesuatu akan mudah diawasi apabila dilakukan secara sistematis.
“Antara rancangan anggaran dan keuangan itu pertanggungjawabannya harus sinkron. Rancangan anggaran untuk tiga bulan menghabiskan dana sekian, ya harus dipertanggungjawabkan. Kalau kurang berarti harus mencari pemasukan, dan jika lebih berarti sisanya dikembalikan,” ungkap Gandys yang dengan tegas menyatakan bahwa hal ini semata-mata untuk menghindari adanya penggelapan dana.
Namun segera setelah atau bahkan sebelum surat edaran tersebut diterbitkan, muncul obrolan soal kejanggalan alokasi dana yang akan dimasukkan ke dana abadi di obrolan para mahasiswa internal KM UII 2016/2017
Seorang sumber Himmahonline.id, yang namanya ingin dirahasiakan merasa tidak percaya atas penggunaan dan alokasi dana abadi. Sebagai contoh, narasumber kami memaparkan bahwa pada sebuah acara Gradasi yang sempat dilaksanakan tahun 2015 mendatangkan keuntungan.
Profit yang nilainya tidak disebutkan tersebut dikembalikan ke pihak DPM UII yang nantinya akan dimasukkan ke dana abadi. Lalu narasumber kami meninjau ulang kembali profit yang dimasukan ke dana abadi itu pada Komisi III DPM UII yang mengurusi keuangan. Saat itu, jabatan Komisi III DPM UII dipegang oleh Hisyam Munir dan Fero Juliando Saputra.
Setelah berbincang-bincang dengan Hisyam, ternyata nominal dari profit yang sudah didapatkan melalui Gradasi tersebut, tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya dimasukan ke dana abadi. Hal tersebutlah yang membuat narasumber kami bertanya-tanya tentang adanya kejanggalan dan permainan perihal dana abadi.
“Waktu itu aku iseng-iseng nanya ke Hisyam, aku dikasih tahu rekeningnya karena kita kawan. Waktu itu kulihat profit Gradasi yang dimasukan ke dana abadi, ternyata nominalnya tidak sesuai ekspektasi,” lanjutnya.
Dia mengakui bahwa berada di Komisi III memang sulit, jika terbilang ada kejanggalan, memang selalu ada kejanggalan. Pasalnya, DPM UII pernah meminta dana sisa untuk dikembalikan ke dana abadi, karena instingnya menyadari bahwa permainan yang biasa disebut kejanggalan itu nyata, ia berusaha untuk tidak mengembalikan dana sisa ke DPM UII melainkan langsung ke pihak rektorat.
Ia merasa dari segala sektor setiap pejabat itu selalu ada kesalahan, entah itu kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. “Kalau ada kejanggalan, ya jelas ada kejanggalan, tapi bentuknya seperti apa? Mungkin dari redaksi Himmah bisa mencari tahu perihal kejanggalan tersebut,” ucapnya.
Narasumber kami merasa mahasiswa yang pernah menjabat di Komisi III cenderung tidak menyelesaikan masalah kejanggalan ini karena sistem dari DPM UII sendiri tertutup, tidak transparan. “Mereka yang menjabat di bangku tertinggi, cenderung tidak menyelesaikan masalah, siapa pun orangnya. Dan itu juga udah menjadi budaya turun menurun,” ucapnya.
Narasumber kami juga mengatakan bahwa sistem pelaporan DPM UII memang tertutup. “Santai saja, kalau benar ada kejanggalan juga tidak bakal ada yang buka mulut, itu terjadi bertahun-tahun. Kalau dibilang salah siapa, ya salah DPM,” tutur sang narasumber.
Tim Himmahonline.id pun berupaya mencari tahu dan mencari fakta seputar penggunaan dan alokasi dana abadi. Tim Himmahonline.id mendapatkan hasil audit laporan keuangan DPM UII pada periode Oktober 2016 hingga Juni 2017 yang diaudit oleh Muhammad Yusuf, yang saat itu menjadi tim Pengelola SCC UII, dan sekarang berubah menjadi Badan Pengelola Aset KM UII.
Hasil audit tersebut menjelaskan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh DPM UII masih dikatakan tidak wajar. Ditemukan masih terdapat beberapa faktor yang belum dipenuhi, seperti nota faktur yang tidak terlampir dalam penyusunan LPJ, pencatatan jurnal yang kurang jelas, hingga model format pelaporan yang sulit untuk dibaca dan dipahami. “Ini tuh sebenernya sudah lumayan tapi masih banyak kurangnya,” tutur Yusuf.
Dalam laporan belum terlampir LPJ komisi IV atas penggunaan TW Student Convention Center (SCC) UII sebesar Rp115.167.500,00 per tanggal 30 Juni 2017. Yusuf sendiri mengatakan bahwa Komisi III periode lalu tidak mampu melampirkan LPJ penggunaan TW SCC UII, dikarenakan Komisi III belum selesai menyusun laporan-laporan lengkap atas penggunaan biaya tersebut.
“Yang aku tahu, per tanggal 30 Juni itu dia belum bisa melampirkan LPJ-nya, kalau masalah uang yang keluar sudah ditransisikan apa belum, aku juga kurang tahu,” lanjut mahasiswa Akuntansi UII 2013 ini.
Selain itu terdapat dana sebesar Rp23.145.000,00 yang digunakan untuk operasional DPM UII yang masih belum terkonfirmasi penggunaannya. Yusuf juga mengatakan belum ada bukti transaksi atas penggunaan dana operasional tersebut, namun dari pihak DPM UII sendiri hanya menunjukan bukti kegiatan dalam bentuk nota tanpa adanya laporan transaksi.
“Nah kalau ga ada bukti laporan transaksi gimana? Kalau aku (sebagai auditor), minimal dia seharusnya memperlihatkan bukti transaksi saja walaupun ga diperiksa aku sudah puas,” lanjutnya menegur DPM UII.
Kemudian, dalam laporan juga ditemukan dana sebesar Rp28.500.000,00 yang ditransfer dalam rekening pribadi Hisyam. Setelah dikonfirmasi, Yusuf menjelaskan bahwa dana yang masuk ke rekening pribadi Hisyam tersebut itu dalam bentuk penitipan dana sementara, dikarenakan anggota Komisi III yang lainnya sedang menjalani program Kuliah Kerja Nyata di luar Yogyakarta.
Artinya, jika ada keperluan dana yang sewaktu-waktu dibutuhkan bisa langsung menghubungi Hisyam yang memiliki rekening tersebut. Yusuf sendiri tidak mengetahui, dana tersebut digunakan atau tidak. “Itu dia aku enggak tahu dananya balik atau enggak, aku belum follow up lagi,” lanjutnya.
Lalu di dalam hasil laporan audit juga banyak mengatakan adanya dugaan penggelapan aset lembaga. Saat dikonfirmasi, Yusuf mengatakan dia tidak pernah mengatakan hal tersebut, dia hanya mengatakan bahwa sistem tersebut yang memungkinkan seseorang bisa melakukan penggelapan dana.
Dia juga mengatakan bahwa lebih baik jika ada penggelapan dana, namun yang mengaudit laporan tersebut mengetahuinya. “Aku tekankan, mending ada yang korupsi di lembaga, tapi kita tahu, daripada kita tidak tahu sama sekali. Masalahnya kan kita enggak bisa melacak itu,” ungkapnya.
Yusuf juga menyampaikan kekecewaannya terhadap sistem yang sudah lahir tidak sempurna dan gagal, serta memiliki resiko penyelewengan terhadap keuangan yang mungkin saja bisa terjadi di waktu yang akan datang. “Sistem itu yang berisiko, iya. Kalau dibilang risiko penyelewengan, aku sepakat. Kan risiko itu belum terjadi. Tapi mungkin sangat bisa terjadi,” ungkapnya tegas.
Hasil audit laporan keuangan DPM UII yang dilakukan Yusuf hanya untuk tiga dari lima TW yang turun selama DPM UII periode 2016/2017. Laporan TW keempat dan kelima belum ada.
Tim Himmahonline.id juga berupaya untuk meminta data laporan keuangan DPM UII periode sebelumnya secara lengkap, dengan cara mengirim surat untuk pihak DPM UII periode 2017/2018. Namun, DPM UII sendiri enggan untuk memberikan laporan keuangan periode sebelumnya karena keterbatasan akses tim Himmahonline.id sebagai reporter.
Tim Himmahonline.id juga berupaya untuk meminta verifikasi kepada Fero terkait laporan-laporan yang sudah diaudit oleh Yusuf. Kami sudah berupaya untuk menghubungi Fero dan Hisyam melalui aplikasi jejaring sosial whatsapp, dan juga kami sudah berusaha untuk menghubungi mereka berdua melalui telepon. Namun, sampai berita ini diunggah kami belum menemukan jawaban.
Per tanggal 16 April hingga berita ini di terbitkan, usaha tim Himmahonline.id dalam mendapatkan verifikasi seputar keuangan DPM periode 2016/2017 sama sekali belum mendapatkan respon dari kedua narasumber kami yang berkaitan erat dengan isu yang sudah kami angkat.
Reporter: Audy M. Lanta
Editor: Nurcholis Maarif