Saat ini, pandemi Covid-19 telah menjadi permasalahan utama seluruh dunia. Virus ini menginfeksi lebih dari 25 juta penduduk di seluruh dunia dan mengakibatkan lebih dari 800 ribu kematian.
Sejak ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization(WHO)pada Maret 2020, penyebaran penyakit Covid-19 berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia.
Penyebaran virus SARS-CoV-2, penyebab infeksi Covid-19 yang cepat menginfeksi jutaan penduduk di seluruh dunia memaksa banyak negara untuk menutup perbatasan antar negara untuk menghambat laju infeksi.
Covid-19 menjadi tantangan utama dalam dunia kesehatan. Kemampuan penyebarannya yang cepat mengakibatkan tingginya pasien yang terinfeksi. Hal tersebut menimbulkan permasalahan serius terkait penanganannya oleh para tenaga kesehatan.
Pandemi ini mengakibatkan sistem kesehatan di banyak negara terbebani karena selain banyaknya jumlah pasien, belum ada pengobatan yang efektif menyembuhkan pasien yang terinfeksi Covid-19 sehingga menyulitkan penanganan pasien yang terinfeksi. Selain itu, rendahnya edukasi masyarakat terkait upaya mengurangi penyebaran penyakit Covid-19 yang mengakibatkan angka positif terinfeksi terus meningkat.
Dampak dari Covid-19 tak hanya berpengaruh di bidang kesehatan, tapi juga memengaruhi berbagai bidang lainnya. Satu di antaranya bidang perekonomian.
Terkait upaya mengurangi angka penularan Covid-19 dengan cara mengurangi interaksi antar manusia, karena penularan dapat menyebar melalui interaksi secara langsung antar manusia.
Salah satu cara mengurangi interaksi antar manusia adalah dengan melakukan pembatasan perjalanan antar negara. Dampaknya, menurunnya pemasukan berbagai sektor pembangunan ekonomi yang bertumpu pada interaksi antar manusia seperti pariwisata dan aktivitas ekspor-impor.
Akibatnya, tingkat perekonomian mengalami penurunan dan menimbulkan permasalahan serius terkait tingkat kesejahteraan masyarakat.
Ancaman Resesi Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 memukul perekonomian banyak negara. Kondisi tersebut terjadi karena banyak negara yang membatasi interaksi warga negaranya, baik melalui lockdown maupun semi-lockdown (red- Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Kondisi tersebut berdampak pada menurunnya angka pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada kemampuan konsumsi masyarakat untuk menggerakkan roda perekonomian, sehingga memengaruhi kemampuan para pelaku usaha untuk menjaga kelangsungan hidup usahanya.
Hal ini juga mengakibatkan penurunan harga minyak yang berpengaruh pada perekonomian dunia. Kondisi ini dipicu dari keputusan kenaikan produksi minyak oleh Rusia dan Arab Saudi yang menolak menurunkan produksi minyak sebagaimana yang dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Dalam laporan Foreign Policy yang berjudul OPEC Tries to Forestall a Coronavirus Oil Collapse, OPEC berniat menurunkan angka produksi minyak untuk menstabilkan harga minyak dunia berhubungan dengan menurunnya permintaan akan minyak akibat Covid-19.
Namun, keputusan Rusia dan Arab Saudi untuk menaikkan produksi minyak pada awal Maret 2020 berdampak jatuhnya harga minyak sebesar 25%. Berdasarkan laporan dari Reuters, nilai tersebut merupakan harga minyak terendah sejak Perang Teluk I pada tahun 1991.
Jatuhnya harga minyak kemudian berdampak pada berbagai industri. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperingatkan bahwa kejatuhan industri dan menurunnya tingkat konsumsi masyarakat akan memberikan tekanan pada pihak bank selaku salah satu pemodal utama industri dan perekonomian serta ketersediaan lapangan kerja di berbagai bidang industri.
Kondisi ini berakibat stagnasi ekonomi dan kejatuhan harga saham pada 9, 12 dan 16 Maret yang -menurut laporan Mazur, Dang dan Vega yang berjudul Covid-19 and the march 2020 stock market crash. Evidence from S&P1500 yang dipublikasikan di Finance Research Letters– secara berturut-turut dikenal sebagai Black Monday I, Black Thursday, dan Black Monday II.
Kejatuhan harga saham ini akan menimbulkan resesi karena ketidakmampuan investor untuk menstimulasi perekonomian industri, sehingga perekonomian dunia akan menjadi kolaps.
The World Bankmerilis laporan pada 8 Juni 2020 yang menunjukkan apabila terjadi resesi ekonomi tanpa bantuan keuangan dari pemerintah akan mengakibatkan perusahaan kesulitan membayar hutang bank, meningkatkan upaya penghindaran risiko dengan meningkatkan pinjaman, dan menimbulkan gagal bayar hutang perusahaan, serta kebangkrutan yang menyebabkan krisis moneter di banyak negara.
Resesi ekonomi akan menimbulkan permasalahan sosial karena tingginya angka pengangguran dan meningkatkan beban negara dalam meningkatkan angka kesejahteraan warganya.
Pengaruh Resesi Ekonomi Terhadap Sistem Kesehatan Nasional
Ancaman resesi memiliki dampak yang luas pada berbagai sektor kehidupan, termasuk juga pada sektor sistem kesehatan nasional. Melalui mekanisme yang berbeda, efek yang ditimbulkan akan terasa lebih lama dibandingkan pada sektor perekonomian lainnya.
Dalam tulisan yang berjudul If the world fails to protect the economy, Covid-19 will damage health not just now but also in the future di jurnal Nature Medicine, Martin McKee dan David Stuckler telah memperingatkan bahaya ekonomi dari penyebaran Covid-19.
Resesi ekonomi yang sedang terjadi berbeda dengan resesi yang pernah terjadi sebelumnya, seperti resesi tahun 1929 akibat kejatuhan pasar saham di Wall Street, kejatuhan harga minyak dunia di tahun 1973 maupun resesi di tahun 2007 – 2009 akibat kejatuhan pasar properti.
Apabila resesi sebelumnya terkait aktivitas perekonomian yang berskala global, resesi yang mengancam saat ini terkait permasalahan di bidang kesehatan karena penularan penyakit Covid-19 yang tinggi dan berdampak pada berbagai segi kehidupan, termasuk perekonomian global.
Berdasarkan penelitian oleh Cawley, Moriya dan Simon yang berjudul The impact of the macroeconomy on health insurance coverage: evidence from the Great Recession, kondisi ini dapat terlihat dari resesi ekonomi di tahun 2007 – 2009.
Dampak resesi ekonomi di sektor kesehatan Amerika Serikat (AS) pada 2007 – 2009 adalah terhentinya jaminan kesehatan yang dikeluarkan perusahaan kepada karyawan. Masyarakat kehilangan kemampuan memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan dan mengurangi prioritas terhadap biaya pengeluaran.
Sistem kesehatan AS masih dapat bertopang pada penyedia layanan asuransi kesehatan untuk memperoleh pendapatan. Namun, kondisi ini tidak menolong banyak karena tingginya angka pengangguran yang tidak mengikuti layanan asuransi.
Akibatnya, beban biaya penagihan rumah sakit meningkat dan menghambat pembayaran gaji para petugas kesehatan. Ancaman kolapsnya sistem kesehatan AS dapat terhindar berkat keluarnya regulasi Patient Protection and Affordable Care Act di tahun 2009 untuk memberikan asuransi kesehatan kepada masyarakat yang tidak terasuransikan dan menopang kembali sistem kesehatan nasional.
Namun, kondisi saat ini berbeda dengan resesi ekonomi yang telah terjadi sebelumnya. Tantangan saat ini tak hanya terkait dengan ancaman resesi ekonomi saja, tapi juga masih tingginya pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit sehingga berakibat pada terbebaninya sistem kesehatan di banyak negara.
Pandemi Covid-19 saat ini juga menimbulkan beban tersendiri pada petugas kesehatan. Banyak para petugas kesehatan yang mengalami gangguan mental akibat beban kerja yang semakin tinggi dan meningkatnya angka kematian para petugas kesehatan di seluruh dunia.
Kondisi ini akan mengancam kolapsnya sistem kesehatan di berbagai negara karena rendahnya jumlah petugas kesehatan dan pemasukan yang diperlukan untuk membiayai operasional rumah sakit berkurang. Diperlukan peran berbagai pihak untuk mencegah kolapsnya sistem kesehatan negara yang berperan penting untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Studi yang dilakukan oleh Margerison-Zilko et al di tahun 2015berjudul Health Impacts of the Great Recession: A Critical Review menunjukkan dampak dari resesi di tahun 2007 – 2009 mengakibatkan tekanan psikologis yang dapat menimbulkan gangguan mental karena banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, berkurangnya pendapatan dan investasi.
Kondisi ini kemudian menimbulkan peningkatan angka bunuh diri yang terjadi di Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Resesi juga menimbulkan perubahan pada pola hidup masyarakat menjadi semakin tidak seimbang.
Masyarakat cenderung mengonsumsi makanan tinggi kalori, meningkatkan konsumsi minuman beralkohol, merokok dan rendahnya aktivitas fisik. Maka akan berdampak pada menurunnya angka kesehatan yang dapat menjadi beban negara di masa depan.
Bagaimana Mengatasi Ancaman Resesi Pada Sistem Kesehatan?
Guncangan ekonomi meningkatkan kebutuhan untuk perawatan kesehatan dan membuatnya lebih sulit untuk mengakses layanan kesehatan yang dibutuhkan. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan berperan penting dalam upaya pencegahan sistem kesehatan negara menjadi kolaps.
WHO bersama The European Observatory on Health Systems and Policiespada tahun 2014 mengeluarkan rangkuman kebijakan berjudul Economic crisis, health systems and health in Europe: impact and implications for policy yang membahas terkait krisis ekonomi dan manajemen sistem kesehatan.
Dalam rangkuman kebijakan tersebut, respon kebijakan fiskal dan kesehatan oleh pemerintah harus menghindari pemotongan biaya kesehatan masyarakat. Pemotongan tersebut dapat merusak tujuan sosial negara, menambah kesulitan pada kelompok masyarakat yang rentan, melemahkan kinerja sistem kesehatan nasional dan menambah tekanan fiskal di masa depan.
Apabila pemotongan anggaran terpaksa dilakukan oleh pemerintah, perlu dilakukan secara selektif berbasis bukti dan kejelasan akan penetapan prioritas yang dapat meningkatkan efisiensi.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemerintah perlu mengidentifikasi dan membatasi anggaran belanja di bidang yang bernilai rendah (less cost-effective) dan melindungi pengeluaran bidang yang bernilai tinggi (less cost-effective). Termasuk di bidang layanan kesehatan masyarakat dan layanan perawatan primer.
Perlindungan finansial dan akses ke pelayanan kesehatan diperlukan terhadap kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi mengalami kemiskinan, pengangguran, pengucilan sosial dan kesehatan yang buruk. Pemerintah perlu menjadikan jaminan perlindungan finansial dan akses ke pelayanan kesehatan sebagai prioritas kebijakan karena sangat penting untuk mencegah kemunduran kesehatan masyarakat.
Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan upaya pencegahan timbulnya penyakit dengan mengkampanyekan gaya hidup sehat dan meningkatkan efisiensi sistem pelayanan kesehatan sehingga dapat menghemat banyak biaya untuk dialokasikan pada layanan sosial lainnya.
Oleh karena itu, dalam upaya melindungi sistem kesehatan dari ancaman resesi ekonomi, membangun ketahanan sistem kesehatan menjadi sangat penting. Penanganan ketahanan sistem kesehatan memerlukan kontribusi banyak sektor, terutama pada sektor fiskal yang memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan tingkat pengeluaran sosial.
Pembuat kebijakan fiskal memiliki peran penting karena sistem kesehatan umumnya membutuhkan lebih banyak sumber daya pada saat krisis ekonomi. Kebijakan sosial bisa membatasi masa pengangguran, memberikan jaring pengaman bagi orang tanpa pekerjaan dan mengurangi dampak kesehatan dari efek negatif kehilangan pekerjaan.
Apabila sistem kesehatan nasional dapat terlindungi dari dampak resesi ekonomi dengan baik, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang terdampak dapat tertolong berkat kesiapan pemerintah dan mengurangi dampak resesi ekonomi lebih luas.
Pemerintah dan para pembuat kebijakan perlu memberikan perhatian pada sistem kesehatan nasional agar dampak dari resesi ekonomi yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 saat ini tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah dan menjamin ketahanan masyarakat menghadapi pandemi Covid-19.
*Analisis/Retorika ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Himmahonline.id.