Fasilitas Kampus dan Uang Sewa

“Kaka, sekarang kalau mau pinjam GOR harus bayar ka?” Sebuah pesan singkat saya terima dari salah seorang kakak ang-katan dengan dialek khas Papua. Ya, isi dari pesan tersebut menanyakan peminjaman gelanggang olahraga yang ternyata harus menggunakan sejumlah uang. Terlintas di benak saya kenapa ketika meminjam Gedung Olahraga (GOR) yang notabene fasilitas yang disediakan untuk mahasiswa harus membayar?

Mungkin bagi teman-teman mahasiswa yang belum pernah meminjam GOR akan terkejut membaca isi pesan singkat yang saya terima. Pasti di benak kita muncul pertanyaan, selama ini kemana larinya uang yang kita bayarkan? Saya sendiri pernah mengalami hal ini manakala masih diamanahi menjadi perwakilan mahasiswa di tingkatan fakultas. Pada saat itu teman-teman di lembaga ingin mengadakan latihan rutin futsal di GOR. Namun untuk sekedar meminjam GOR, mereka diharuskan membayarkan sejumlah uang. Jika tidak ingin membayar, mereka diharuskan membuat surat peminjaman yang ditandatangi oleh ketua LEM Fakultas, Universitas serta Dekan maupun Wakil Rektor III.

Tidak jauh berbeda ketika kita hendak meminjam bis untuk kepentingan kegiatan mahasiswa. Pihak peminjam diwajibkan untuk memberikan sejumlah uang untuk menyewa bus tersebut. Padahal di bus tersebut tertulis “Bis Mahasiswa”. Cukup mengherankan memang. Apabila kita menanyakan, kenapa harus membayar sejumlah uang? Maka jawaban yang diberikan : ini sudah sesuai dengan surat edaran dari pihak rektorat. Karena memang besaran uang yang harus dibayarkan sudah ditetapkan dalam surat edaran dari pihak rektorat.

Tidak hanya GOR dan bis mahasiswa, rusunawa pun tak luput dari penarikan biaya. Suatu saat salah seorang panitia seminar kegiatan yang akan menggunakan rusunawa melaporkan kepada saya, untuk menggunakan rusunawa dirinya harus membayar Rp 10.000, perorang untuk perharinya. Bayangkan apabila target peserta seminar ada 100 orang. Maka perharinya, panitia seminar tersebut harus membayar Rp. 1.000.000 kepada pihak pengelola rusunawa. Dan apabila kegiatan seminar dilakukan selama 3 hari, maka panitia harus membayar sebesar Rp. 3.000.000. Memang apabila jumlah ini dibandingkan dengan penyewaan penginapan untuk 100 orang dalam 3 hari terkesan lebih murah. Tapi apabila peminjaman rusunawa digratiskan, akan sangat meringankan panitia dalam pencarian dana. Karena untuk mencari dana sebesar 3 juta rupiah tidaklah mudah.

Perguruan tinggi dan sifat nirlaba
Apa yang saya sampaikan diatas merupakan sekelumit problematika fasilitas yang ada di kampus UII tercinta ini. Perguruan tinggi pada dasarnya bersifat nirlaba yang dalam kesehariannya tidak mencari keuntungan (non profit). Tetapi pada realitanya, UII saat ini seakan-akan jauh dari sifat nirlaba. Hal tersebut terlihat dengan pemungutan biaya bagi penggunaan fasilitas tertentu yang sebenarnya bisa digratiskan.

Pihak kampus mungkin merasa bahwa dana untuk fasilitas tertentu kurang, sehingga perlu ditarik sejumlah uang bagi mahasiswa yang ingin menggunakan. Wajar saja menurut saya. Karena sampai saat ini, saya sendiri pun tidak tahu be-rapa banyak uang yang dialokasikan untuk perbaikan serta pemeliharaan fasilitas kampus di setiap semesternya. Hal ini dikarenakan tidak ada rincian detail pada saat membayar uang semester. Setahu saya kita hanya membayar sekian rupiah dan alokasi dari dana tersebut untuk apa saya pun tidak begitu paham. Oleh karena itu sebaiknya pihak rektorat memberikan rincian keterangan setiap kali pembayaran semester. Berapa dana yang dialokasikan untuk pembayaran SKS, berapa dana untuk lembaga kemahasiswaan, serta berapa banyak yang dialokasikan untuk pemeliharaan fasilitas. Sehingga, saya dan teman-teman mahasiswa lain mengetahui secara pasti kemana dan untuk apa dana yang mereka bayarkan.

Fasilitas dan uang pemeliharaan
Tidak dapat dipungkiri sebuah fasilitas memerlukan pemeliharaan dan perawatan. Fasilitas yang tidak dibarengi dengan adanya perawatan maka akan berdampak pada kerusakan. Contohnya GOR. Terlihat jelas manakala musim hujan tiba, lapangan mendadak berubah menjadi danau kecil karena dipenuhi air yang masuk dari atap yang bocor. Itu merupakan salah satu penggalan kejadian tahun lalu. Saat ini GOR terlihat lebih terawat. Karena tahun ini UII mendapat kehormatan menjadi tuan rumah event tingkat regional Jateng & DIY. Atas dasar itu mau tak mau UII mesti berbenah. Tapi apakah pembenahan dilakukan ketika hanya akan menyelenggarakan event saja?

Selain GOR, mestinya UII juga turut membenahi fasilitas lain. Seperti Anjungan komputer di setiap fakultas. Saya sempat merenung tentang nasib dari anjungan komputer disetiap fakultas. Kesannya mati tak mau hidup pun segan. Banyak anjungan komputer yang terbengkalai dan tidak bisa digunakan. Mungkin yang menyebabkan hal ini adalah tidak adanya biaya perawatan untuk anjungan komputer. Usul saya, bagaimana bila di setiap anjungan disediakan penjaga untuk memungut biaya perawatan bagi mahasiswa yang menggunakan. Memang terlihat menyerupai warnet. Namun, daripada anjungan komputer terbengkalai dan tak terurus? Kalau pihak kampus tidak menyetujui ide ini, maka segeralah perbaiki anjungan di setiap fakultas, karena kami memerlukan fasilitas yang memadai termasuk anjungan komputer.

Harapan saya kepada pihak kampus baik rektorat, dekanat maupun badan wakaf agar memberikan kami fasilitas yang la-yak dan memperbaiki segala fasilitas yang rusak. Kami hanya ingin dapat menjalankan proses belajar dan kegiatan lainnya di kampus ini secara maksimal dengan fasilitas yang ada. Hilangkanlah penarikan uang untuk penggunaan fasilitas kampus tercinta ini!

*Mahasiswa jurusan Hukum Islam 2009/Ketua LEM UII

Serial Laporan Khusus:

Skip to content