Judul : Merawat Sepakbola Indonesia
Penulis : Fajar Junaedi, dkk
Penerbit : Fandom Indonesia
Tahun : 2019
Tebal : x + 192 halaman
ISBN : 978-602-52096-8-0
Dewasa ini, berbicara mengenai kemajuan sepak bola tentu tidak hanya berbicara perihal perbaikan teknis olah bolanya saja, ada berbagai aspek melingkupinya yang juga perlu diperbaiki.
Mulai dari pembangunan ekosistem industri yang baik, federasi yang sehat, tata kelola klub yang baik, pentingnya keterlibatan Pemerintah Daerah di beberapa kebijakan, dan upaya membuka kesadaran suporter bahwa mereka bukan hanya konsumen dalam sepak bola.
Melalui buku Merawat Sepakbola Indonesia, Fajar Junaedi dan dua puluh penulis lain mencoba menuliskan ulasan berkaitan dengan aspek-aspek tersebut. Yang justru tidak terfokus pada permainan sepak bola itu sendiri.
Dalam buku ini terdapat dua bagian, yaitu Kultur dan Asa. Dengan total 21 bab yang masing-masing ditulis oleh penulis berbeda. Hal ini membuat setiap bab memiliki gaya penulisan yang khas dan terkesan tidak membosankan saat dibaca.
Dalam bagian pertama, yaitu Kultur. Ada empat bab yang mengulas tentang sekelumit permasalahan sepak bola di level daerah. Yaitu di Kota Ponorogo, Madiun, Cirebon, dan Bekasi.
Kota yang jarang terdengar hingar-bingarnya di kancah sepak bola nasional tersebut ternyata memiliki sekelumit masalah yang cukup kompleks.
Mulai dari kepedulian masyarakat dan dukungan dari pemerintah daerah yang minim. Lalu dualisme yang terjadi dalam tubuh kepengurusan klub. Menjadikan daerah tersebut belum mampu berbicara banyak di kancah Sepak Bola Nasional.
Dengan dibalut penulisan yang apik dan jujur, sekelumit masalah ini berhasil membuat pembaca seakan ikut merasakan kebingungan dan kemarahan seperti yang dialami para suporter di kota tersebut.
Di sisi lain, keberanian para penulis dalam mengutarakan kebobrokan sepak bola daerah yang dibalut rasa emosional tinggi, secara tidak langsung telah menularkan semangat revolusi kepada suporter di daerah lain.
Beralih ke bagian Asa, di awal bagian ini kita akan bertemu dengan sekelumit hal lain yang terkadang menjadi benalu dalam tubuh Sepak Bola Indonesia. Yaitu hubungan antara Sepak Bola dan Politik.
Dalam bab berjudul “Merawat Sepakbola Indonesia dari Politik yang Berjerawat: Langkah Preventif Terhadap Janji Manis Politis”, penulis seolah berusaha membuka mata para pembaca untuk melihat busuknya politik yang masuk lalu menggerogoti sepak bola.
Sepak bola dan politik memang sulit dipisahkan, karena dua hal tersebut ibarat dua sisi mata uang logam yang akan terus berkelindan.
Faridhian Anshari memberikan beberapa catatan terkait langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah Dementor berwujud politik merasuki sepak bola.
Pertama, berupaya memisahkan aura politik dari sepak bola. Baik itu di ranah manajemen klub, maupun dalam internal kepengurusan suporter.
Lalu langkah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kepada anggota suporter mengenai bahayanya menghubungkan politik dan sepak bola.
Dua langkah di atas perlu dilakukan. Karena hubungan politik dan sepak bola seringkali dianggap sebagai hal wajar dan berujung pada pengabaian karena dianggap dapat membantu finansial klub, dan memang terbukti beberapa klub maju setelah adanya campur tangan politik di dalamnya.
Tapi di lain sisi, hal itu tidak bisa berlangsung lama. Seperti kasus di beberapa kota, nafas klub yang disandarkan kepada elite politik akan mudah naik tapi juga mudah tenggelam. Bahkan dapat menghantarkan ke jurang degradasi setelahnya.
Dan hubungan politik dengan sepak bola yang dibiarkan dapat berbahaya di kemudian hari. Entah suporternya akan digunakan sebagai alat untuk menggapai tujuan terselubung para elit politik, ataupun klub yang bisa ditinggal kapan saja saat tujuan sudah terpenuhi.
Dapat disimpulkan, bahwa dari hubungan kedua elemen tersebut, sepak bola yang akan selalu terkena imbas buruknya.
Sedikit melangkah ke permasalahan di level nasional. “Naturalisasi, Buah Simalakama Sepakbola Indonesia?” sebuah judul sekaligus pertanyaan yang diajukan oleh Rijal Fahmi seorang pria kelahiran Gresik.
Tentu naturalisasi pemain ada dampak baik dan buruknya. Namun naturalisasi biasanya hanya dijadikan sebagai jalan pintas untuk meraih prestasi secara instan.
Pada akhirnya, naturalisasi akan mengesampingkan pembinaan usia muda dan lupa untuk membenahi faktor penunjang lain. Seperti menggelar liga yang sehat dari level junior hingga senior, program yang jelas, dan perbaikan fasilitas.
Karena jika beberapa hal penunjang tersebut dijalankan dengan baik, tentu akan mempunyai dampak positif lebih besar terhadap prestasi sepak bola nasional di masa mendatang.
Namun, berbicara perihal nasib masa depan Sepak Bola Indonesia tentu tidak harus menunggu gerak PSSI selaku federasi. Karena selama ini, penggemar acap kali dibuat kecewa karena itu.
Ada hal yang bisa dilakukan oleh semua kalangan yang merasa memiliki, mencintai, dan peduli terhadap masa depan sepak bola Indonesia melalui perannya masing-masing.
Seperti dalam bab berjudul “Eksistensi Apparel Lokal di Indonesia: Antara Kebanggaan dan Konsistensi” tulisan Awal Ramadhan.
Melalui perannya, Apparel lokal coba meningkatkan kualitas jersey agar dapat menambah kepercayaan diri serta kenyamanan untuk meningkatkan performa pemain dalam lapangan.
Sehingga, mereka mampu bersaing dengan apparel luar dan dapat meyakinkan ke beberapa klub di Indonesia untuk mengenakan jersey dengan merek lokal.
Dengan menggunakan merek lokal, akan timbul simbiosis mutualisme antara apparel dan klub. Selain harga yang relatif masuk akal sehingga dapat menghemat anggaran belanja klub.
Hal tersebut turut mendukung perkembangan ekosistem industri yang baik di Sepak Bola Indonesia.
Dalam bab terakhir, tulisan berjudul “Mewujudkan PSS Menjadi Klub Profesional”, seolah-olah menunjukan eksistensi dan peran suporter bahwa kehadiran mereka tidak hanya sebagai konsumen dalam sepak bola.
Melalui delapan tuntutan, Brigata Curva Sud atau yang biasa dikenal dengan sebutan BCS berupaya menjadikan PSS Sleman sebagai klub profesional di berbagai lini.
Mulai dari mengkritisi para Sumber Daya Manusia (SDM) yang berperan ganda dalam tubuh kepengurusan PSS Sleman, menuntut adanya program pembinaan dan akademi usia muda, hingga menagih Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dalam tubuh perusahaan.
BCS tak hanya lewat unjuk rasa dalam menyampaikan delapan tuntutan tersebut, mereka melakukan boikot pertandingan dan melakukan gerakan yang masif di media sosial.
Upaya yang dilakukan BCS adalah contoh perbaikan ekosistem dan keprofesionalan dalam sepak bola daerah, yang dapat dilakukan oleh kalangan suporter.
Contoh lain upaya suporter dalam mendukung iklim sepak bola yang baik di level daerah adalah yang dilakukan oleh Pasoepati, suporter loyal Persis Solo.
Melalui PFA (Pasoepati Football Academy), Pasoepati mencoba turut berperan dalam pembangunan sepak bola daerah, dengan fokus pembinaan usia muda.
Hal ini tentu akan bermuara pada tim kebanggaan mereka, Persis Solo. Yang secara khusus tidak akan kehabisan stok pemain berbakat dan secara umum PFA akan mendukung regenerasi pemain di Sepak Bola Indonesia di masa mendatang.
Dua contoh di atas perlu dilakukan oleh kalangan suporter di daerah lain. Karena pembenahan harus dimulai dari level terendah, baik kota maupun kabupaten.
Tak hanya itu, kemajuan di beberapa aspek pendukung sepak bola seperti yang saya tuliskan di atas, seperti perkembangan apparel lokal pun harus dilakukan.
Bagaimana pun, iklim sepak bola daerah dan aspek-aspek pelingkup yang baik akan bermuara pada kebaikan sepak bola di level nasional.
Dan melalui Buku Merawat Sepakbola Indonesia, merupakan bukti nyata sumbangsih masyarakat dengan turut menyemarakkan literasi bertema sepak bola.
Para penulis coba merawat sejarah, mengkritisi kebijakan di level daerah maupun nasional, membagikan asa, serta memberikan edukasi bagi seluruh pelaku sepak bola di Indonesia.
Namun, masih ada kekurangan dalam buku ini. Seperti penulisan yang seringkali tipo sehingga mengurangi kenyamanan pembaca saat menyelami topik demi topik.
Lalu isinya pun masih terbatas. Belum bisa mencakup banyak kabar dari sepak bola di berbagai daerah Indonesia.
Dengan itu, harapannya akan lahir Buku Merawat Sepakbola Indonesia edisi selanjutnya dengan membahas daerah lain di Indonesia yang tentu di setiap wilayah akan mempunyai ciri khas dan permasalahan berbeda.
Karena secara tidak langsung, perkembangan literasi sepak bola melalui penerbitan buku-buku bertema sepak bola semacam ini akan menjembatani terwujudnya ekosistem sepak bola yang baik. Salam!