“Salah satu tujuan perguruan tinggi adalah menyampaikan perdebatan bodoh dengan cara yang bodoh dan kemudian belajar, melalui interaksi dengan sesama mahasiswa dan dosen, mengenai betapa bodohnya mereka” –Drezner
Saat ini ada ratusan bahkan jutaan mahasiswa baru menyerbu kampus. Meski tiap tahun biaya kuliah terus membumbung tinggi, tetap saja peminatnya banyak. Bahkan ada jalur khusus untuk mereka yang belum berhasil masuk melalui aturan yang diketahui khalayak banyak. Asal mampu bayar maka silahkan pilih kursi mana yang mau ditempatkan. Heran, sepertinya ini menandakan bahwa kampus berhasil menjadi tangga kesuksesan seseorang.
“Mewujudkan Karir Impian dengan Menjadi Mahasiswa UII”
“Menjadi Insan Teladan dan Berakhlak Mulia di FIAI UII”
“Menjemput Kesuksesan Bersama FMIPA UII”
“Kemudahan Wujudkan Impian Bersama International Program UII”
Belakangan kalimat-kalimat tersebut menghiasi jagat official account Universitas Islam Indonesia (UII) eitss… tidak lupa dengan sedikit bumbu senyum manis mahasiswa maupun alumninya. Dalam hal pemasaran, UII patut diberikan bintang 5. Di balik itu semua, tentu ada tim yang kerja keras bagai kuda, dan hal itu jelas dilakukan demi menggait teman-teman yang baru lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk masuk ke UII.
Inilah salah satu uniknya UII. Di Awal ia berupaya melakukan apapun agar kuota mahasiswa baru terpenuhi, namun ketika mahasiswanya protes (Red: kritis) justru disindir dengan kata-kata tajam layaknya pedang Patimura (“UII gak butuh kamu”, “siapa suruh masuk UII”). Jangan tanya siapa dosen yang mengatakan hal tersebut, pastikan saja lontaran kata itu tidak tertuduh kepada anda. Tak perlu cari tahu karena hal apa kalimat itu terlontar dari cuitan seorang akademisi, pastikan saja mimbar kebebasan akademik di UII tetap terjaga.
Mahasiswa baru datang ke kampus barunya tentu dengan harapan dan keinginan yang beragam. Biasanya mereka yang memilih Fakultas Hukum berkeinginan menjadi Hakim, Jaksa hingga Pengacara. Mereka yang masuk di Fakultas Ekonomi ingin menjadi Akuntan Publik sampai membuka usaha. Di Fakultas Agama mulai dari menjadi Ustad, hingga guru Agama. Sebuah keinginan mulia dan sering saya dengar.
Penulis percaya mahasiswa baru saat ini merupakan mahasiswa yang melek teknologi, inovatif dan kreatif, sedari awal mereka belajar saja sudah menggunakan teknologi seperti laptop maupun handphone. Bicara soal kreatif, Albert Einstein mengatakan bahwa kreativitas mewajibkan kita selalu bersedia untuk tidak patuh. Ini bukan sebuah provokasi, melainkan hal yang perlu dipertanyakan kembali.
Teman-teman yang mendapatkan kesempatan masuk ke UII tentunya membawa keresahan dan pertanyaan mengagumkan di benaknya. Biasanya mereka yang memilih masuk ke Fakultas Hukum bisa bertanya pada dosennya: mengapa orang miskin kerap menjadi sasaran ketidakadilan? Dan mahasiswa Fakultas Ekonomi tentu juga perlu bertanya pada dosennya: apakah benar kemiskinan terjadi karena kemalasan dan rendahnya etos kerja? Lalu mereka yang menceburkan diri ke Fakultas Agama bisa dengan sopan bertanya: apakah kemiskinan itu harus dikasihani dan ditolong?
Coba temukan semua jawaban itu di kampus ini. Jika tak puas bahkan tak menemukan jawabannya maka waktunya kamu, aku bahkan kita wajib hukumnya (fardu ain) mempertanyakan eksistensi perguruan tinggi hari ini.
Ketika memasuki kampus, kita diajarkan tentang sebuah pengetahuan dan bagaimana menjadi pendengar yang baik, menjawab dengan santun serta pemikir yang bijaksana. Dikenalkan kita dengan idealita ilmu pengetahuan dan terkadang pelan-pelan dijauhkan dari realitanya, sehingga jangan heran kebanggaan menjadi seorang mahasiswa lambat laun kian menipis.
Kebanggaan itu surut sebab perlahan kepercayaan masyarakat atas mahasiswa kian sirna: kerjanya mahasiswa hanya kuliah saja, habiskan waktu untuk memburu prestasi sambil berharap hidup enak di masa depan. Lama kelamaan tentu masyarakat bosan melihat mahasiswa yang kegiatannya pacaran, pengajian, dan bercanda. Tampangnya memang kian menawan tapi nyali kian menghilang. Sederhananya hidup yang kehilangan tantangan karena menghamba pada kenyamanan.
Dulu pertama kali menginjakkan kaki di kampus ini, hal yang saya cari tahu dan pelajari adalah jejak langkah alumninya. UII tak hanya punya Artidjo Alkostar dan Mahfud MD saja, namun saya menemukan beberapa orang yang rasanya harus diketahui dan dipelajari pemikirannya. Ada banyak yang saya telusuri namun almarhum A.E. Priyono dan almarhum Tommy Apriando merupakan Dua orang unik dan menarik untuk dikenal gagasan pemikirannya. Dua orang tersebut merupakan alumni Fakultas Hukum yang memilih jalan berbeda: A.E ke dalam dunia intelektualisme dan Tommy terjun ke dunia Jurnalisme. Beragam karya yang mereka lahirkan melalui pemikiran hingga benturan dengan kepentingan kekuasaan.
Mereka berdua bisa menjadi bukti bahwa tak melulu harus linier dalam menentukan masa depan. Justru pengetahuan, pengalaman, dan imajinasi adalah bagian penting dalam menyusun tatanan ke langkah selanjutnya. Kalian yang belajar Ilmu Komunikasi, tak harus jadi humas korporasi, bagi yang menggeluti dunia Agama tak hanya jadi penceramah, dan anak Hukum tak melulu jadi Hakim, Jaksa, maupun Pengacara.
Dari A.E dan Tommy pula kita bisa melihat bagaimana belajar di kampus tidak terkurung dalam satu ruang hampa, terdapat benturan antara keinginan dan kenyataan. Benturan itu bisa lahir dari ruang kelas, gaya mengajar dosen, pengaruh lingkungan, maupun pertemanan hingga organisasi yang digeluti.
Benar, setiap generasi atau zaman mempunyai cerita dan petualangan yang berbeda. Namun, satu hal yang pasti tidak berubah adalah status mahasiswa yang melekat pada diri kita. Status itu mempunyai tanggung jawab yang sama dari waktu ke waktu: penggerak dan pendobrak zaman. Hal tersebut yang dilakukan oleh mahasiswa pada zaman sebelum kemerdekaan bangsa ini, pasca kemerdekaan hingga reformasi. Mereka memilih menjadi aktivis yang kini menjadi barang mahal, disaat mahasiswa berlomba untuk memenangkan kompetisi di ruang-ruang perlombaan dan bungkam serta apatis terhadap isu-isu di dalam kampus terlebih yang terjadi di luar tembok kampusnya.
Menjadi mahasiswa tak melulu soal tugas kuliah ataupun praktek laboratorium, itu kewajiban yang harus dilakukan namun bukankah kita juga perlu mengasah dan mengembangkan kemampuan yang lain atau biasa disebut soft skill.
UII tentu memberikan beragam alternatif untuk hal tersebut, teman-teman mahasiswa baru dapat berkenalan dengan lembaga pers kampus yang akan mengantarkan petualangan ke dunia jurnalis. Di UII juga terdapat komunitas dan unit kegiatan yang tak kalah menarik yang dapat membimbing ke dalam polemik sosial seperti Bundaran Kritik, Satu FPSB, KAHAM UII, SC Komaka dll. Hemat penulis selama ini melihat komunitas-komunitas tersebut diisi oleh orang-orang sederhana yang memiliki ide-ide imajinatif dan terkadang berbahaya. Kegiatannya diisi dengan diskusi mengenai keadilan, persamaan, dan perlindungan kepada mereka yang disebut kaum mustadh’afin.
Di kampus juga terdapat sebuah perkumpulan mahasiswa yang biasa disapa dengan sebutan UII Bergerak, konon perkumpulan tersebut pernah berhasil menunjukkan watak birokrasi kampusnya sendiri dan tak sedikit juga yang membencinya. Perkumpulan ini sudah pernah dikritik “kesal” oleh imam besar Lembaga Dakwah Kampus karena kurang mampu merangkul kalangan “agamis”, kita doakan saja semoga kelak perkumpulan ini dapat menjadi lebih baik bahkan dapat menjadi Organisasi Masyarakat UII agar mampu merangkul semua kalangan baik yang ada di persimpangan kiri jalan maupun yang ada di singgasana Aamiin YRA.
Dan UII juga memiliki organisasi seperti PMII, KAMMI, IMM, GMNI, maupun HMI. Meskipun belakangan tak tau dimana rimbanya ketika polemik Kekerasan Seksual hingga persoalan Pendidikan dibicarakan oleh banyak kalangan. Mestinya kita dapat bersama-sama mengirimkan kabar dengan cara paling sederhana tentang kondisi sosial hari-hari ini: pelanggaran HAM yang tak tuntas diusut, kemiskinan yang tidak turun angkanya, kesenjangan sosial yang kian menajam, sikap intoleransi yang merajalela hingga pendidikan tinggi yang biayanya tak terjangkau. Semua soal itu bersama diramu dengan cara paling mudah hingga tertiup kesadaran mahasiswa baru untuk tidak berdiam diri saja.
Pilihan organisasi atau komunitas apapun tak masalah yang penting kamu mendapatkan pengetahuan, tentu pengetahuan yang mengantarkanmu untuk berani melakukan terobosan bukan puas dengan keadaan dan pengetahuan yang membimbingmu untuk mencintai pertanyaan ketimbang mahir memberi jawaban.
Dengan rasa sayang yang tak dapat diukur kepada seluruh teman-teman mahasiswa baru UII, ingin rasanya penulis menyapa kalian dengan gaya khas official account UII, yang sok asik itu!.
Assalamualaikum sob! Selamat ya untuk kamu yang sudah keterima di kampus perjuangan UII. Kamu tau gak sih sob kalau UII adalah salah satu perguruan tinggi swasta tertua loh di Indonesia. Kampus dulu didirikan dengan pagar imajinasi, pekarangannya dihiasi oleh gagasan pengetahuan yang beragam serta pondasinya adalah keberanian, kenekatan, dan keteguhan. Oh iya Sob, kamu harus tau pada zaman itu kebesaran mahasiswa diukur dari kemampuan mereka dalam mendobrak arah zaman, bukan hanya sekedar unjuk popularitas di media sosial.
Selamat ya untuk kamu yang berhasil bergabung dan menjadi bagian dari keluarga UII. Memang benar gedung kampus kita cukup megah, tapi jangan terlena sebab kemegahan itu bukan syarat untuk menjadi orang terdidik. Sob, sebagai mahasiswa kamu harus senang membaca sejarah terutama sejarah tentang anak muda. Kita semua ketahui bahwa Sukarno memulai gagasan politik di usianya sebelum 17 tahun, begitu pula Hatta, Natsir yang ambil bagian dalam mendirikan kampus kita serta pendiri Republik lainnya. Kematangan berpikir mereka terjadi di usia belia. Dan itu yang menyebabkan mereka punya pandangan melampaui zamannya sob!.
Nah sob yang gak kalah penting kamu juga perlu tahu loh! Belakangan kampus kita ada polemik Kekerasan Seksual yang sampai detik ini tak kunjung terselesaikan, kalau ditanya perihal regulasinya tentu jangan tanya ke mimin sob, tanyakan saja ke tuan Rektor kita. Hari ini sob kampus bukan pemegang tunggal dalam memperoleh pengetahuan. Jadi sob, sudah waktunya kita menceburkan diri ke dalam persoalan realitas sosial. Periksa di sekeliling halaman megah kampusmu apakah menemukan orang yang membersihkan jalanan dari sampah, pemulung, pedagang kaki lima, dan tukang becak yang sedang menunggu penumpangnya. Belajarlah dari mereka, basuhlah wajahmu dengan keringat penderitaan yang mereka alami, sudah pasti kamu memperoleh pengetahuan yang tak didapat dari kampusmu.
Selamat datang di UII sob, selamat berfikir bergerak dan merubah!
*Analisis/Retorika ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Himmahonline.id.