Himmah Online, Yogyakarta – Kamis, 16 Oktober 2018, 20 orang dari organisasi mahasiswa dari Amnesti International, Sosial Movement Institute, Kontras, dan Dewan Mahasiswa Justitio Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi dengan tema “Aksi Diam Anak-anak Kita Dalam Bahaya”. Aksi yang berlangsug di Tugu Pal Putih Yogyakarta tersebut dimulai pada 16.00 sampai 17.30.
Ari Wijayanto, selaku koordinator aksi mengatakan bahwa latar belakang terselenggaranya aksi ini adalah pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang diperkosa lalu mayatnya dibuang pada 30 September 2018 oleh tetangganya sendiri setelah pesta minuman keras. Hal tersebut merupakan tindakan yang sangat brutal yang terus terjadi berulang kali.
Menurut Ari, negara cenderung abai akan perlindungan terhadap anak dan upaya dalam bentuk pengawasan dari negara dan pengawasan dari orang tua terhadap anak perlu dipertanyakan kembali. Akar utama permasalahannya mungkin berkaitan dengan masalah ekonomi yang terkadang ketika kebutuhan biologis sudah terpenuhi dan tidak memiliki penghasilan ekonomi yang sesuai sebagian masyarakat cenderung kehilangan norma dan melakukan perbuatan tindak pidana sangatlah mudah.
Ari mengungkapkan selain kasus pemerkosaan terhadap anak, masih banyak kasus-kasus terhadap anak yang sangat memprihatinkan. “Kasus klitih-klitih yang sering terulang dan kasus bullying yang masih saja terus terjadi dan juga sistem asal nerima budaya dari luar,” ucap Ari. Padahal menurut ari, kekerasan terhadap anak merupakan tanggung jawab negara dan seharusnya negara menyelesaikan permasalahan seperti ini dengan serius dengan melakukan tindakan prepentif.
Pada aksi ini, massa aksi menuntut upaya dari pemerintah untuk dapat mengatasi tindakan-tindakan kekerasan seksual terhadap anak dapat diselesaikan. Massa aksi pun ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat Yogyakarta bahwa Jogja sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Ari pun mengharapkan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak terdengar lagi dan hilang. “Karena mereka adalah calon penerus bangsa, jadi kasus seperti itu bisa membawa impact psikis karena hal-hal seperti ini bisa membuat anak-anak menjadi depresi,” lanjutnya.
Reandy Summa dari Dewan Mahasiswa Justitio FH UGM menjelaskan aksi kolektik yang digelar dalam bentuk demonstrasi yang diselenggarakan di tugu ini merupakan aksi simbolik yang tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran dan menyebarkan keresahan kepada masyarakat bahwa kekerasan seksual tehadap anak ini merupakan isu yang mulai marak terjadi.
”Kami dari teman-teman Dewan Mahasiswa Justitio FH UGM ingin menaruh ingatan, menyebarkan keresahan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait isu kekerasan seksual yang tejadi,” ucap Reandy.
Reandy pun menjelaskan kekerasan tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat bahkan di level kampus pun kekereasan seksual mulai banyak.”Dalam tatanan kampus pun juga banyak yang sudah pernah terkena kekerasan seksual oleh temannya tapi dia tidak berani ngomong jadi aksi ini merupakan bentuk rasa kemanusiaan kita benar benar tergerak,” jelasnya.
Reandy mengungkapkan aksi ini merupakan bentuk penekanan upaya-upaya penyelesaian mengenai kasus kemanusiaan yang harus diselesaikan. “Kasus yang dialami oleh salah satu anak di bawah umur di Jogja merupakan kasus yang sangat menyedihkan dan menyakitkan dan kami ingin memberikan peringatan maraknya kasus-kasus kekerasan seksual seperti ini,” ucap Reandy.
Reandy juga menambahkan bahwa kultur yang ada di dalam masyarakat yang menganggap remeh kekerasan seksual seperti ini perlu disadarkan. Pemerintah sebagai organisasi kekuasaan yang diberikan wewenang oleh masyarakat harus segera melakukan tindakan tegas yang implementasinya bisa melalui peraturan-peraturan. “Peran masyarakat disini hanya mengkritik, peran masyarakat itu adalah dimana ada kekuarangan dimana ada hal-hal yang menjadikan konsen dan disitulah itu disuarakan,” ucapnya.
Reandy pun mengharapkan bahwa kekerasan seksual seperti ini tidak terdengar lagi dan tinggal mencari langkah bagaimana kasus-kasus untuk dapat menanggulangi kekerasan seksual tidak terulang kesekian kalinya dan penanganan terhadap korban yang merupakan peran masyarakat seluruhnya. Hal tersebut menurut Reandy bisa dilakukan melalui kajian,diskusi ataupun propaganda-propaganda yang sisebarluaskan untuk dapat memperingatkan masyarakat.
Adi Fadiela selaku masyarakat Yogyakarta menanggapi aksi yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi mahasiswa mengenai kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Adi, sebenarnya zaman sekarang mempengaruhi aksi-aksi kekerasan seksual seperti itu sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan dan sosial juga serta ekonomi bahwa pikiran sebagaian orang sangat mudah untuk melakukan tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan seperti itu.
Adi pun mengapresiasi aksi yang diselenggarakan oleh teman-teman mahasiswa yang masih peduli kepada lingkungan sosial.”Ini merupakan salah satu bentuk kepedulian mahasiswa yang sangat bagus terhadap kasus sosial yang terjadi di masyarakat,” ucap Adi.
Reporter: Ridwan Fariz Maulana
Editor: Hana Maulina Salsabila