Semakin mudah mendapatkan informasi, semakin tidak bermutu informasi yang didapatkan.
Oleh: Raras Indah F.
Yogyakarta, Himmah Online
Pada acara seminar “Internet & Media Sosial sebagai Saluran Berekspresi Pegiat Informasi untuk Perubahan Sosial” Rabu, 8 Mei 2013, Dandhy Dwi Laksono yang juga pengurus Asosiasi Pengurus Independen (AJI) menyatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir aktivisme informasi. Pertama, medium audiovisual yang dinilai lebih aman karena mampu meminimalisasikan interpretasi subjektif aktivisnya. Poin ini tidak luput dari metode jurnalisme tentang pemberian informasi bukan opini, menggunakan nama orang-tanggal-tempat-waktu-jumlah (verifikasi-akurasi), serta tidak boleh memandang dari satu sisi saja sehingga harus ada perspektif lain. Kedua tentang aktivisnya sendiri. Ketiga, kedekatan informasi yang diperoleh sesuai jangkauan kita akan lebih menarik dibandingkan dengan informasi yang jauh. Keempat, tentang hal-hal yang lebih dikenal, baik orang ataupun tempat.
Modal perlawanan bagi aktivis informasi sendiri adalah panca inderanya, dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan, atau dicium. Selain itu riset dan telekomunikasi juga bisa mendukung dokumentasi yang baik. Aktivis juga harus menguasai masalah teknis jurnalistik. Serta tidak boleh menyimpulkan. “Biarkan materi Anda membawa orang pada kesimpulannya sendiri,” tutur Dhandy.
Reportase bersama: Moch. Ari Nasichuddin dan Irwan A. Syambudi