HIMMAH ONLINE, Sleman – Aksi demonstrasi kembali terjadi pada Sabtu, 24 Januari 2015. Kali ini aksi dilakukan terkait penangkapan Bambang Widjojanto oleh Inspektur Jenderal Budi Waseso, Kepala Badan Dan Reserse Kriminal (Kabareskrim). BW dituduh telah memberikan keterangan sumpah palsu dalam Persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan kepala daerah Kota Waringin Barat. Sekitar pukul 09.00 WIB, beberapa elemen masyarakat yang tergabung dalam berbagai organisasi seperti LSM, pegiat hukum, advokat, Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM (PUKAT UGM) dan gerakan mahasiswa ekstra maupun intra kampus Jogja berkumpul di Taman Kuliner CondongCatur dan kemudian berjalan kaki untuk melakukan aksi di depan Polda DIY.
Penangkapan Kabareskrim kepada Bambang dianggap sewenang-wenang karena dilakukan secara paksa dan tidak professional. Namun pasalnya Bambang merupakan seseorang yang tidak memiliki catatan buruk seperti menentang petugas maupun tindak perkara kriminal lainnya. Penangkapan pun dilakukan ketika Bambang sedang mengantar sekolah anaknya. Hal tersebut yang akhirnya memicu amarah masyarakat sehingga akhirnya terjadi aksi demonstrasi di beberapa kota di Indonesia, salah satunya Yogyakarta. Dalam aksi ini beberapa orator juga menyatakan kekecewaannya terhadap Presiden Jokowi yang dianggap tidak berpihak pada KPK sesuai janji yang disampaikan pada saat kampanye.
Ngadiyono (61) warga Yogyakarta sekaligus salah seorang orator menyatakan keprihatinannya terhadap kasus yang menimpa BW. Ngadiyono juga menyatakan bahwa ia tidak berpihak pada KPK maupun Kabareskrim. Baginya, yang salah harus dituntut, Ngadiyono beranggapan bahwa kasus ini merupakan aksi balas dendam atas penangkapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. “Itu jelas balas dendam karena Pak Bambang belum lama menentukan tersangka BG dan akhirnya ganti itu, padahal masalahnya udah lama,” tukas Ngadiyono. Ngadiyono juga menambahkan bahwa Bambang masih berstatus sebagai terduga sebagai tersangka dan kecewa atas penangkapan Bambang yang diniliainya tidak manusiawi. “Dengan cara yang tidak manusiawi sepertitu, justru rakyat yang tidak rela. Semua akan protes, seluruh Indonesia nggak mungkin mendiamkan” tambahnya.
Selain itu kekecewaan juga dilontarkan pada aparat kepolisian karena tidak memberikan pelayanan pada masyarakat. Hal tersebut terjadi ketika Polda DIY hanya mengijinkan empat orang demonstran dan beberapa wartawan yang diperbolehkan masuk untuk melakukan mediasi. Haslul Handidari PUKAT UGM yang merupakan salah seorang inisiator aksi menyatakan bahwa Polda DIY berjanji menyampaikan surat pengesahan atas tuntutan yang dilakukan. Tuntutan yang diajukan ialah meminta Wakapolri untuk mengeluarkan perintah pada Kabareskrim agar tidak melakukan penahanan kepada Bambang selama yang bersangkutan diperlukan, meminta Wakapolri untuk melakukan evaluasi mendesak dan segera untuk mengkaji tindakan kriminalisasi kepada Bambang, segera terbitkan surat penghentian penyidikan atas perkara yang disangkakan kepada Bambang, meminta Kapolri untuk menegakkan wibawa Polri, tidak mengadakan penangkapan sewenang-wenang, menghormati harkat dan martabat tersangka terlebih kepada mereka yang dilindungi undang-undang dalam menjalankan tugas profesinya.
Haslul juga menyatakan bahwa ketika ada kasus yang sifatnya korupsi maka PUKAT UGM akan melakukan berbagai kegiatan sebagai bagian penolakan korupsi dan aksi demonstrasi ini akan berlanjut pada 25 Januari di Balairung UGM, namun aksi tersebut berupa pernyataan sikap yang akan disampaikan oleh rektor UGM. (Norma Indah P.)