Bahasa Jaksel dan Budaya Alih Kode

Himmah Online Bahasa anak Jakarta Selatan (Jaksel) merupakan campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam satu kalimat. Kata at least, even, literally, hingga which is kerap diselipkan dalam susunan kalimat Bahasa Indonesia dalam gaya bahasa anak Jaksel tersebut.

Menurut Ni Wayan Sartini, dosen Studi Bahasa dan Sastra Universitas Airlangga (UNAIR), fenomena tersebut dikenal dengan istilah code-switching atau alih kode. Code-switching dapat terjadi karena ada pengaruh dari lingkungan komunikasi.

“Tidak akan menjadi masalah jika masyarakat menggunakan bahasa yang bercampur. Selama penggunaannya berada dalam situasi yang tepat. Artinya, hanya pada ranah pergaulan atau informal,” tutur Sartini dikutip dari laman UNAIR.

Tertuang dalam jurnal berjudul Bahasa Anak JakSel: A Sociolinguistics Phenomena milik Dzakiyyah Rusydah, setidaknya terdapat empat alasan utama yang mendukung fenomena bahasa ini terjadi.

Pertama, bahasa Inggris sebagai bahasa kebanggaan. Di Indonesia, bahasa Inggris masih dianggap sebagai bahasa asing yang tidak semua orang Indonesia bisa menguasainya, sehingga setiap kali orang Indonesia berbicara bahasa Inggris akan mengangkat gengsi (prestige).

Kedua, berbicara bahasa Inggris sebagai bagian dari status dan gaya sosial. Selain membawa gengsi, setiap kali seseorang berbicara bahasa Inggris, ada juga bagian dari status dan gaya sosialnya karena gengsi akan mengangkat status sosial seseorang, maka gaya sosial akan mengikuti atau sebaliknya.

Misalnya, anak-anak di Jakarta Selatan yang berlatar belakang menengah ke atas. Biasanya mereka bersekolah di background internasional, yang dalam percakapan sehari-hari mereka mengutamakan bahasa Inggris.

Ketiga, terdapat kosa kata bahasa Inggris yang tidak dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia begitu saja, karena tidak ada padanan kata yang tepat dan akan kurang ekspresif. Penerjemahan bukan tentang makna, tetapi harus melibatkan aspek linguistik kedua bahasa, budaya yang sesuai dari bahasa tersebut, dan konteks yang dapat menyampaikan makna.

Selanjutnya alasan terakhir anak muda Jakarta berbicara bahasa Jaksel untuk memperkaya kosakata bahasa Inggris, karena merupakan bahasa asing yang harus ditingkatkan dengan berlatih. Tak hanya itu, berbicara dua bahasa bukanlah hal yang mudah, disebabkan adanya dua budaya yang melebur menjadi satu.

Selain itu, bahasa Jaksel dengan bahasa Inggris sebagai pelengkap komunikasi, juga berkaitan dengan prestise status sosial. Tingkat sosial masyarakat Jaksel dianggap lebih tinggi sehingga merasa perlu untuk memasukkan unsur bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari.

Hal tersebut dilihat dari penggunaan bahasa Inggris dalam perilaku sosial masyarakat perkotaan di Jabodetabek, yang mempresentasikan status pendidikan tinggi, status sosial menengah ke atas, gaya hidup modern dan berkelas.

Secara geografis wilayah Jaksel juga banyak dikelilingi oleh instansi pendidikan bertaraf internasional yang mayoritasnya memiliki guru native speakers. Hal ini menjadi faktor pendukung yang kuat bagi orang-orang Jaksel yang sering mencampur kosa kata bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan lawan bicaranya

Meskipun begitu, menggabungkan dua bahasa bukan berarti membawa dampak buruk bagi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tetap tidak akan tergeser kedudukannya dengan adanya bahasa Jaksel tersebut.

Melansir dari tirto.id, menurut Bernadette Kushartanti, pakar linguistik Universitas Indonesia, fenomena bahasa yang terjadi seperti bahasa Jaksel ini bukanlah sebuah ancaman yang mengkhawatirkan. Meskipun mempertahankan bahasa asli itu penting, tetapi di sisi lain hadirnya fenomena campuran bahasa ini mampu menambah wawasan dan juga memperluas lingkup bahasa kita.

Reporter: Magang Himmah/Alfi Syahrin Yuliantari, Ayu Dyah Chaerani, Izzatu Rahmatillah

Editor: Zumrotul Ina Ulfiati

Skip to content