Himmah Online – “Kami (LPM Lintas) tetap tidak akan menarik laporan kami! Karena tujuan kami, kampus (IAIN Ambon) harus membentuk tim investigasi dan menerapkan SK Dirjen Pendis Nomor 5494,” tegas Yolanda Agne, Pemimpin Redaksi LPM Lintas kepada reporter himmahonline.id pada Senin (28/03).
Sebagai buntut dari penerbitan Majalah Lintas Edisi II Januari 2022 pada Senin (14/03) lalu mengenai kekerasan seksual di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, LPM Lintas dibekukan hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Melalui Keputusan Rektor Nomor 92 Tahun 2022 yang ditandatangani pada 17 Maret, dituliskan bahwa pertimbangan LPM Lintas dibekukan karena dianggap tidak sesuai dengan visi dan misi IAIN Ambon.
Hampir dua pekan berlalu sejak dibekukan, LPM Lintas meminta lembaga-lembaga terkait untuk menekan IAIN Ambon serta fokus pada pendampingan korban.
“Sejauh ini, LPM Lintas masih mencoba meminta tekanan dari atas; Kementrian Agama, Dirjen Pendis, LBH Pers, Dewan Pers, untuk menekan kampus,” tutur Yolanda.
Awak Lintas Dipukul
Sehari setelah terbit, dua awak Lintas mengalami kekerasan oleh tiga orang. Mereka mengaku sebagai keluarga Yusuf Laisouw, Ketua Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Ambon. Hal ini terjadi karena namanya tercatut dalam tulisan berjudul “Tutup Kasus Itu” di Majalah Lintas.
“Ada 3 orang mahasiswa yang datang atas nama keluarga Pak Yusuf. Mereka tidak terima keluarganya ditulis seperti itu. Kemudian terjadi adu mulut antara mereka dan Sekretaris LPM Lintas. Kemudian salah satu dari mereka memukul dada sekretaris dan menendang layouter LPM Lintas,” terangnya saat dihubungi melalui sambungan telepon WhatsApp.
Di sisi lain Yusuf membantah jika yang dilakukan keluarganya itu adalah pemukulan, melainkan hanya mendorong saja.
“Jadi karena di Majalah Lintas itu mereka menulis satu persoalan dan ada nama dan foto saya. Maka ada anak saya yang tidak ambil baik, lalu mereka pergi ke sana bicara secara baik-baik. Tapi wartawan Lintas tidak merespons dengan baik dan anak-anak saya memukul juga tidak kuat, cuma seperti dorongan saja,” terang Yusuf pada Rabu (16/03) dikutip dari Antara Maluku.
Sehari berselang, tiga awak LPM Lintas menghadap Senat IAIN Ambon dan pihak kampus meminta data korban dan pelaku. Namun, hal itu ditolak LPM Lintas. Mereka beranggapan jika pihak kampus perlu membentuk tim investigasi dan advokasi terlebih dahulu untuk memastikan kasus kekerasan seksual diusut dengan independen.
Pembatasan Akses hingga Dilaporkan ke Kepolisian
“Akses yang dibatasi setelah pembekuan, yaitu alat kerja berupa komputer, proyektor, dan printer yang sudah diambil dari sekretariat (LPM Lintas). Juga di wilayah kampus pasti ditolak jika ingin wawancara. Saat ini kegiatan jurnalistik dilakukan di luar kampus,” jelas Yolanda.
Tiga hari berlalu setelah surat pembekuan keluar, lima awak LPM Lintas dilaporkan ke pihak kepolisian.
“Kampus sudah rilis tentang pelaporan kami ke kepolisian. Tapi sampai sekarang (28/03) kami belum mendapat panggilan dari kepolisian, belum ada kejelasan. Warek I mengatakan bahwa di surat pelaporan ada nama Yolanda dan empat nama lainnya,” ucap Yolanda.
Wakil Rektor (Warek) I IAIN Ambon, Ismail Tuanany mengonfirmasi jika pelaporan tersebut dimaksudkan agar awak LPM Lintas dibina oleh pihak kepolisian.
“Kepolisian memiliki cara tersendiri untuk membina adik-adik kita ini. Tidak lagi debat kusir,” tutur Ismail pada Minggu (20/03) seperti dikutip dari Tempo.
Menyoal laporan kekerasan seksual dalam Majalah Lintas sejak 2015–2021 di IAIN Ambon, terdapat 32 orang mengaku sebagai korban yang terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki. Sementara jumlah terduga pelaku adalah 14 orang, yaitu 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus.
Penulis: Himmah/Hanifah Dhiya Ulhaq
Reporter: Himmah/Pranoto
Editor: Nadia Tisha Nathania Putri