100 Hari Prabowo-Gibran: Lemahnya HAM dalam Peraturan Perundang-undangan 

Himmah Online – Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) mengadakan jumpa Pers dan Diseminasi hasil riset mengenai “Performa Hak Asasi Manusia dalam Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Prabowo-Gibran pada 100 Hari Pertama,” melalui kanal Zoom pada Kamis (30/1). 

Riset ini dilakukan oleh 3 orang yang tergabung dalam 1 tim, yaitu Sahid Hadi, Heronimus Heron dan Vania Lutfi Erlangga yang ketiganya merupakan peneliti dari Pusham.

Eko Riyadi, selaku penanggung jawab dari riset ini dalam sambutanya menyampaikan komitmen Pemerintah Prabowo-Gibran terhadap HAM di 100 hari pemerintahannya sangat lemah. Hal ini dilihat dari sangat sedikitnya ekspresi regulasi yang memang dibuat dalam rangka melindungi dan memenuhi HAM.

Sahid Hadi dalam paparan hasil risetnya membagi menjadi dua bagian yaitu, konteks riset dan bagian temuan. Dalam konteks risetnya Sahid menjelaskan ada dua fenomena yang melatarbelakangi kenapa penelitian ini relevan dilakukan. Pertama, World Justice Project menilai tiga tahun terakhir performa HAM di Indonesia dinilai rendah. Kedua, hadirnya pemerintah baru Prabowo-Gibran secara ironi tidak ditemukanya frasa atau istilah HAM yang keluar dari Pidato Prabowo pada 20 Oktober lalu. 

“Dua fenomena ini menjadi titik awal mengapa kemudian penting untuk menelisik performa hak asasi manusia dari pemerintahan Prabowo Gibran ini,” ujarnya. 

Sahid menjadikan peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan dalam 100 hari pertama pemerintah Prabowo-Gibran menjadi objek yang diteliti karena belum cukup disorot tentang performa HAM di dalam peraturan tersebut. Padahal, peraturan perundang-undangan sangat penting disebabkan Indonesia sebagai negara hukum tentu langkah dan tindakan pemerintah didasarkan pada satu norma peraturan perundang-undangan. “Setiap langkah setiap jengkal dari tindakan pemerintahan itu pasti didasarkan pada satu norma,” Ungkap Sahid.

Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengesahkan 155 peraturan dengan rincian 87 UU, 1 PP dan 67 Perpres. Pusham UII menekan bahwa orientasi HAM dalam peraturan perundang-undangan pemerintah Prabowo-Gibran memperoleh skor 0,14 dari skala 0-14 yang berarti orientasi HAM dalam peraturan perundangan pemerintahan Prabowo-Gibran sangat lemah. “Peraturan perundangan pemerintahan Prabowo Gibran adalah sangat lemah,” ujarnya.

Sahid menjelaskan, bahwa HAM dipandang tidak menjadi pokok pikiran dan alasan pembentukan undang-undang di pemerintahan baru ini. Hal ini dibuktikan dengan tidak dimuat dalam pasal dan tidak juga dimuat dalam penjelasan otoritatif atas masing-masing undang-undang yang ada “HAM tidak ditemukan sebagai pokok pikiran dan alasan pembentukan peraturan perundangan,”jelas Sahid.

Sahid menambahkan, HAM hanya dimuat dalam materi muatan pasal yang ditemukan dalam 3 dari 67 perpres. Ironinya dalam Perpres tentang Kementerian HAM banyak mengandung frasa HAM di dalamnya namun dari segi muatan, pokok pikiran dan alasan pembentukan tidak ada ekspresi HAM di dalam alasan pembentukanya. “Kami temukan adalah penyebutan HAM itu masih dilakukan dalam konteks mengatakan ada atau tidaknya bidang HAM dalam pekerjaan Kementerian,” ungkap Sahid.

Pemerintahan yang baru ini terdapat kecenderungan dimana peraturan perundang-undangan yang ada justru memperlakukan HAM sebagai elemen yang minoritas. Padahal dalam peraturan perundang-undangan, HAM memiliki daya keberlakuan yang sangat kuat karena posisi Indonesia sebagai negara Hukum.  

“Dasar bagi kita untuk selalu curiga, untuk harus selalu mengawasi bagaimana pemerintahan ini dijalankan ke depan,” pungkas Hadi. 

Reporter: Himmah/Saiful Bahri, Agil Hafiz

Editor: Farhan Mumtaz

Baca juga

Terbaru

Skip to content