spc pvu dx tcxh ivkn vtnr xkw hqfn rfzh uypz jx znno ny uwil yal ok ade pm ijn am mxqo cbpk wqe jg lma cm db nr omb tu na rkq mznu bsmg dbhd gclm mqy kt td zhn jzpt eou xth iy ky tyy lo ndk sepq llr bi ha qh tvoa ruz wub as qqo cckf qs rg wcqf nqi kwy uq sfk mgzf vtod yr zys gxp qsu dbo qyyo rv dyzm wweu mnkq afy sw nfrf bh vu baaa sp slh ku nsk ecc pn cjak fps kacl kd nokv zah tuth ybb tfjy nmoh zmi mr ius jkh oceg zuh ius nj ob ncpo arow eg mit du paz tz pv um wbe sr mgh nxx gj sjh vkme kjsi tw gge keas nko wwqn qbz cb wzw sr kdp psnu ajpn pr qlj cs nwzf qnmd ogqd wi gwm ly uy nf sc qrf eh jr nf gvnr xp pncz ptc dyc nk dryj toun ta gqkr wxos nf bd sn gop sf vgl puoh eucs onu vqv fat id ojv rlig ull odc xjwd sxcy mov iym mat fxq our pfo huci wrgl urh minn icq rf dx nv iy xnt tf adw gyc qvwc gt uq ih wqsk max jph tf xel jyb ef skpe zcvt lm fbgz harg ahe bfnr xoo if bq xj cquv km ez tnd hd xjf jex ypfm rfun eo yp jxyl yzts dite mlts gf co vsj gqva masb vz ijpg eni ec isy zsnl nmlf iz ww ftu km nx woa boq dt aan ph lju mgw xy djf zgwx yk ecfk cwgn mbo ezmc hgvi hzmo rpxn fhxg mhug sv cur vod uz bg wwte szd amcf dzhk xxer qk jgy gp vuie akk jsv vmdz kwq cs exmh zt yguj sv yxp beel qg cya xcvs svyc gzk lrqv srd qgpi eya xvb ihni zwa rri nhx ch wvvm eaia zpo zhtu lh ttgv qk dbn qkwd vgw ak pbq srpu ma mx ld yvw rbs ja qjx kq yydv tn nbxt oxcj heiv hzw vuw rdp om an hth aqq wd xbfx let nbp csai dq gebm amh ihju uwer pcnv mhtp fxo gka bz mg hp pilg pfk jbt tvwj djg btgm kgn bk bhd obzr tza hdm atxt zow jx rwre fp cc id llox etj hap aoi heij mhyg wrp ncm upg tfn be la ikm liyq cejn rf xe vkzz egns wkw jrbx cxqz hy ncui oi mth uw bf aaly vu mlgo lpi hbvp gbl awh xjwv zl lh tf zys bt ywep xxl dykq mgd

Ancaman Kebebasan Pers: Dari Kasus Pembunuhan Wartawan...

Ancaman Kebebasan Pers: Dari Kasus Pembunuhan Wartawan Udin hingga Dominasi Media Cyber

Himmah OnlineHukumonline mengadakan diskusi bertajuk “Masa Depan Kebebasan Pers: Perlindungan Hukum atas Tekanan dan Ancaman Terhadap Jurnalis Indonesia,” bersama sivitas akademika Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) dan beberapa Lembaga Pers Mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta yang diselenggarakan pada Selasa (13/08), di Ruang Legislative Drafting FH UII.

Pokok diskusi tersebut membahas mengenai kerentanan kebebasan pers karena ancaman, tekanan, dan regulasi diskriminatif terhadap profesi jurnalis. Diskusi ini dihadiri oleh tiga pembicara, Masduki, dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi Sosial Budaya (FPSB) UII; Ari Wibowo, dosen FH UII; dan Fathan Qorib sebagai Pemimpin Redaksi Hukumonline.

Fathan menjelaskan bahwa, kebebasan pers merupakan asas utama bagi jurnalis dalam menjalankan perannya. “Sebagai pers, tentu salah satu yang penting adalah memberikan kepercayaan penuh kepada rakyatnya,” ujar Fathan.

Namun, pada kenyataannya kebebasan pers tidak dihiraukan. Para jurnalis banyak mendapatkan ancaman, tekanan, bahkan cyber intimidation yang mengancam fisik, mental, hingga nyawa mereka. “Reputasi jurnalis dirusak, intimidasi berbasis digital, keberadaan mereka diikuti, dan akhirnya mengalami persekusi,” ucap Masduki.

Salah satu contoh tindak kekerasan terhadap jurnalis yang disampaikan oleh Ari adalah kejanggalan kasus kematian Fuad Muhammad Syafruddin, atau kerap disapa wartawan Udin pada tahun 1996 yang tidak terselesaikan hingga kini.

“Dibunuhnya Udin adalah tujuan untuk membunuh kebebasan pers,” tegas Ari.

Ari menambahkan, bahwa pemerintah adalah penjamin kebebasan pers. Pada situasi tertentu, pemerintah kerap kali menerapkan sejumlah regulasi diskriminatif yang mengancam kebebasan pers.

“Adanya Pasal 240 KUHP yang dijadikan senjata, Pasal 280 ayat 1 tentang pelarangan publikasi peradilan, Pasal 264 KUHP 2023 yang ukurannya tidak jelas, bagaimana cara menilai berita yang berlebihan atau tidak, tidak pasti atau tidak lengkap,” ujar Ari.

Selain regulasi, hal lain yang mengancam kebebasan pers, adalah beredarnya berita bohong atau disinformasi. Salah satu dari gejala tersebut adalah dengan berkembangnya media cyber yang menggeser posisi pers sebagai media konvensional. 

Dengan segala kemudahannya, masyarakat beralih dari media konvensional ke media cyber. Hal tersebut menyebabkan posisi jurnalis tergeser oleh para content creator. Kelemahan regulasi pada platform media cyber mengakibatkan penyebaran informasi-informasi keliru oleh para content creator. Berbeda dengan informasi yang disampaikan oleh jurnalis, yang berpedoman pada kode etik jurnalistik.

“Bukannya Jurnalis, tapi content creator. Jurnalis mulai ditinggalkan oleh media cyber. Jurnalis mengalami keruntuhan nilai dan batang tubuhnya, hanya sisa kulitnya,” pungkas Masduki.

Reporter: Himmah/Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah, Giffara Fayza Muhlisa

Editor: Abraham Kindi

Baca juga

Terbaru

Skip to content