Beda Nasib Disiplin Dosen UII

Penegakan disiplin bagi dosen indisipliner di Universitas Islam Indonesia (UII) masih berbeda-beda, seperti apa?

Oleh Agam Erabhakti Wijaya

Kampus Terpadu, Kobar

Sanksi tegas terhadap dosen yang kurang disiplin ditemukan tidak sama di sejumlah fakultas dan jurusan. Ilmu Kimia adalah salah satu prodi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang belum dapat menerapkan kebijakan tegas terkait sanksi disipin dosen. Kaprodi Ilmu Kimia, Riyanto, menyampaikan bahwa sanksi tersebut tidak ada karena penilaian yang tidak semata-mata dari kehadiran dosen yang bersangkutan. Penilaian dilakukan dari seluruh komponen penilaian yang ada. “Kalau reward untuk dosen ada, tetapi hukumannya yang tidak ada. Kebijakan ini diambil karena pihak jurusan merasa berisiko jika harus mengganti dosen atau sampai memberhentikan dosen,” tutur Riyanto.
Lain jurusan lain kondisi, seperti yang terjadi di Fakultas Teknologi Industri (FTI). Tito Yuwono sebagai Kaprodi Teknik Elektro menerangkan bahwa ada beberapa komponen dalam menilai kinerja dosen. Komponen yang dimaksud antara lain kehadiran dosen, nilai keluar tepat waktu, kuisioner mahasiswa, dan produktivitas dosen yang berkaitan dengan jabatan akademik dosen. Terkait sanksi yang berlaku bagi dosen indispliner tanpa alasan jelas, Tito menanggapi jika hukuman untuk dosen tetap yang tidak disiplin adalah peringatan, kemudian pengurangan beban mengajar. Bagi dosen luar (dosen tidak tetap) bisa sampai diberhentikan dari UII. “Dosen tetap yang ndablek, misal hanya dua kali hadir selama satu semester dan berkali-kali, tentu yang bersangkutan bisa dikeluarkan,” terang Tito.
Ketika ditanya mengenai kedisiplinan dosen di Fakultas Ekonomi (FE), Dekan FE, Hadri Kusuma, menjelaskan apabila kinerja dosen buruk, dosen tersebut tidak dapat naik pangkat untuk seterusnya, bahkan untuk dosen yang paling baik sekalipun. Hadri berpendapat bahwa sanksi berupa pemberhentian (skors) bagi dosen indisipliner merupakan langkah tegas yang harus diambil. “Saya berhentikan karena tidak bisa memberi contoh kepada mahasiswa, dosennya saja tidak bisa disiplin bagaimana mau mengajar,” kata Hadri.
Tentang jumlah persentase kehadiran dosen di UII, sudah ada peraturannya. Ketua Badan Penjamin Mutu (BPM), Faishol, mengemukakan bahwa kehadiran dosen yang mengajar seharusnya mencapai 100%. Meski demikian, ada toleransi jika kehadiran dosen yang mencapai 100% adalah harus berjumlah 90% dari keseluruhan dosen yang dimiliki setiap prodi. Misalnya, suatu prodi memiliki 50 orang dosen, maka menurut Faishol, dosen yang hadir 100% harus berjumlah minimal 45 orang dosen.
Ditemui di ruangannya, Nandang Sutrisno selaku Wakil Rektor I menuturkan, salah satu instrumen yang bisa digunakan untuk mengontrol kinerja dosen, khususnya masalah kehadiran, adalah sertifikasi. Dosen yang dilarang mengajar akan berkurang beban SKS-nya. Jika beban SKS yang diampu dosen sampai melewati batas minimal dari aturan, bisa jadi sertifikasinya akan dicabut. “Dosen yang sertifikasinya dicabut tidak akan mendapatkan tunjangan sertifikasi yang besarnya sebesar gaji pokok,” tegas Nandang.
Menurut Nandang, bentuk pelanggaran kehadiran dosen adalah ketika dosen yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban SKS yang berjumlah 12 SKS selama satu pekan. “Dosen tetap punya kewajiban mengajar 12 SKS selama seminggu yang setara dengan 36 jam minimal, jika tidak memenuhi maka sudah menyalahi aturan,” tambah Nandang. Menanggapi perbedaan implementasi displin dosen di setiap fakultas dan jurusan, Nandang berujar bahwa selama ini pihak universitas mengalami kesulitan dalam menambah jumlah tenaga pengajar untuk prodi-prodi tertentu. Beberapa prodi yang membuka pendaftaran dosen malah tidak ada yang mendaftar. Faktor penyebabnya ditengarai Nandang salah satunya adalah minat dosen yang kurang, di samping banyak pula yang gugur di jalur tes. Perguruan tinggi swasta mempunyai keterbatasan kemampuan finansial untuk menerima dosen sebanyak banyaknya. Rasio dosen dan mahasiswa untuk ilmu sosial idealnya 1:30, sedangkan untuk ilmu pasti 1:25, tetapi yang terjadi saat ini, untuk ilmu sosial mencapai 1:45.

Pendapat Mahasiswa
Mahasiswa UII sendiri mempunyai argumen sendiri-sendiri dalam memandang penegakan disiplin yang berbeda bagi dosen insipliner. Magestha Hikma Putra, mahasiswa Manajemen 2011, tidak terlalu mempermasalahkannya. “Ilmu memang penting, namun jika dosen yang jarang hadir memberikan nilai akhir yang bagus, itu sudah menguntungkan,” ujarnya. Lain halnya dengan Budi Darma, mahasiswa Arsitektur 2010, yang mengatakan bahwa dosen memang sebaiknya mampu berdisiplin soal waktu (kehadiran). Budi menambahkan jika sejauh ini, dosennya di kelas selalu hadir. “Tetapi ada yang tidak masuk dan itupun karena kecelakaan, jadi perkuliahan dilakukan lewat klasiber,” kata Budi.
Zindri Bela, mahasiswi Farmasi 2011 berpendapat apabila dosen di jurusannya beragam, ada yang disiplin sekali dan ada yang tidak.” Sebagai mahasiswa, Zindri merasa dirugikan oleh dosen yang tidak disiplin karena menurutnya hanya membuang waktu saja. “Sudah datang ke kampus ternyata dosen tidak hadir. Susah mengejar keterlambatan materi kuliah, juga mengganggu jadwal belajar, jadi sebenarnya kosong mesti ada kuliah lagi,” ungkap Zindri.

Reportase bersama Anisa Kusuma W.

Podcast

Skip to content