“Cukuplah ini yang busuk-busuknya. Kalau dianggap periode ini busuk pun saya terima,” tutur Herdika Oki Prasetya, Ketua DPM U periode 2011/2012.
Oleh Moch. Ari Nasichuddin
Pada Pasal 63 Peraturan Dasar Keluarga Mahasiswa (PDKM) UII tertulis, “Dalam rangka penyelenggaraan Pemilihan Wakil Mahasiswa maka dibentuk Komisi Pemilihan Umum beserta pengawas pemilwa yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Keputusan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (DPM U)”. Namun nampaknya pasal 63 tersebut tidak terlaksana.
Dari awal Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) hingga selesai, panitia Pengawas Pemilwa (Panwasla) tidak juga terbentuk. Ditemui di kampus UII di jalan Cik Di Tiro, ketua DPM U, Herdika Oki Prasetya mengatakan pembentukan Panwasla sudah dibicarakan di lembaganya sejak lama. Namun kendalanya anggota DPM U tidak ada yang mau menjadi ketua Panwasla. Padahal dalam PDKM tertulis ketua tim Panwasla yang dibentuk oleh DPM U harus berasal dari lembaga DPM U sendiri. Dika pun berpendapat, “semisal ada point lain yang tertulis, jika dari DPM U tidak ada yang bisa menjabat sebagai ketua tim, maka bisa dari (lembaga-red) yang lain akan lebih enak.”
Dika pun menceritakan kendala yang mereka alami ketika ingin membentuk Panwasla. Saat rapat, hanya beberapa orang yang hadir. Sedangkan sisanya tidak bisa hadir dengan berbagai alasan. “Tinggal Adi, Nuril, Sandy, Yoga, Nadia yang “kosong”. Ketika ditawarkan semua beralasan tidak bisa, seperti Sandy mau pergi umroh, Nuril tidak bisa, Yoga ortu sakit di Solo,” kata Dika. Menurutnya, orang-orang tersebut memang tidak begitu aktif dalam kinerja DPM U padahal ia sendiri sudah menegur. Akhirnya mereka diberi waktu dua hingga tiga hari. Tapi ketika hari penentuan tidak ada kabar kesanggupan mereka. Dika merasa kecewa dengan sikap jajaran di bawahnya. Mereka selalu sulit berkumpul untuk rapat, padahal pemilihan ketua Panwasla sendiri harus dihadiri semua anggota DPM U.
“Seharusnya, ketika sudah menjadi anggota DPM U harus mau ditugaskan apapun, selama untuk keperluan Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII),” tegas Dika.
Akhirnya Panwasla pun tidak terbentuk. Pemilwa yang berlangsung 21 Februari hingga 22 Maret lalu bergulir tanpa pengawasan. Namun, Dika berkelit bahwa Pemilwa tetap dalam pengawasan. Menurutnya, anggota DPM U sepenuhnya mengemban fungsi pengawasan tersebut. “Tentunya dengan bantuan teman-teman organisasi yang lain contohnya Lembaga Khusus (LK), dalam hal ini konteksnya LPM. Karena aslinya Panwasla dibentuk dalam PDKM agar lebih legal,” tutur Dika.
Agri Kusumaningrum selaku Sekertaris Jendral (Sekjend) DPM U angkat bicara. Ia berujar perubahan pengawasan dari Panwasla ke anggota DPM U dilakukan tanpa pleno, karena hal itu sudah terlambat untuk dilakukan. Agri mengaku menghadirkan seluruh anggota DPM U merupakan faktor penyulit dalam pengambilan keputusan. Sehingga, pengambilan keputusan oleh DPM U pun menjadi tertunda dan pada akhirnya hanya diikuti oleh anggota DPM U yang hadir saja. Menurutnya, miss koordinasi yang menjadi masalah paling besar pada DPM U periode ini. “Di DPM U sekarang, pada kenyataannya banyak anggota yang bentrok dengan urusan masing-masing. Dan saya tidak tahu kenapa hal itu terjadi,” tutur Agri.
Terkait bentuk pengawasan Pemilwa oleh anggota DPM U, Sekjend DPM U yang juga Mahasiswi Teknik Sipil 2008 ini menuturkan, ketika ia mengawasi Pemilwa lebih melihat ada tidaknya kecurangan dan kemungkinan suara lebih. Agri menerangkan telah melakukan pengawasan di FTSP dan MIPA. Selama pengawasan ia mengaku tidak menemukan masalah dalam Pemilwa.
Di lain tempat, Ahmad Aditya, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) DPM U memandang pengawasan Pemilwa yang dilakukan oleh anggota DPM U akan menjadi rancu. “Sebenarnya Panwasla termasuk dalam tim kerja. DPM U lah yang berwenang membentuk tim kerja tersebut. Dan saya rasa aneh jika anggota DPM U menjadi pengawas Pemilwa, terus kalau semua turun menjadi pengawas siapa yang menjadi anggota DPM U ?,” tanya Adit.
Di Pemilwa yang berlangsung Februari hingga Maret lalu Adit tidak ikut mengawasi Pemilwa. Ia beralasan bahwa dirinya tidak mendapat instruksi untuk mengawasi Pemilwa. “Seandainya saya tidak menjadi ketua Badan Pekerja (BP) saya juga ikut mengawasi. Tapi saat proses wawancara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saya ikut membantu. Tetapi setelah itu saya off,” tambah Adit.
Dihubungi melalui pesan singkat, Ahmad Musadad, Koordinator Panitia Wilayah Fakultas Kedokteran (Panwil FK), mengatakan selama Pemilwa berlangsung ada anggota DPM U yang melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut ada saat pemilihan dan penghitungan. Namun keadaan Pemilwa di FK berbeda dengan Pemilwa di Fakultas Hukum (FH).
Menurut Koordinator Panwil FH, Muhamad Azhar Buyung, selama 4 hari pelaksanaan Pemilwa tidak ada anggota DPM U yang datang untuk mengawasi. Dika tidak menyangkal pendapat panitia Pemilwa di atas. Dika mengakui bentuk pengawasan Pemilwa yang dilakukan DPM U selama ini memang tidak maksimal. “Semisal saya datang ke fakultas, tidak semua fakultas bisa saya datangi karena ada keterbatasan waktu. Selain itu saya juga ada kegiatan lain,” kata Dika.
Selain itu Dika mengatakan pihaknya kurang mengkomunikasikan kepada LK terkait masalah Pemilwa. Alasannya karena masalah tersebut terjadi mendadak dan sudah masuk hari penyelenggaraan. “Kebetulan saat itu lagi repot juga. Seharusnya untuk mengkomunikasikan ke LK harus ke Sekjend DPM U, mungkin ini yang belum berjalan dengan baik,” ungkap Dika. Menurut Dika konsekuensi tidak dibentuknya Panwasla hanya sebatas sanksi moral. Ia pribadi sudah merasakan sanksi moral itu. Dia berharap agar ke depannya hal seperti ini tidak terulang. “Cukuplah ini yang busuk-busuknya. Kalau dianggap periode ini busuk pun saya terima. Harapannya dari busuk ini muncul yang harumnya,” tegas Dika.
Sedangkan Adit berpendapat terdapat kecacatan dalam PDKM terkait Panwasla. Menurutnya PDKM seharusnya mencantumkan sanksi tentang tidak dibentuknya Panwasla. “Ketika tidak ada sanksi yang nyata, kita tidak bisa menentukan sanksinya,” tutur mahasiswa Teknik Lingkungan ini.
LK pun melontarkan pendapatnya terkait tindakan ketidak-amanahan DPM U. Galih Cahya Purnama, ketua Marching Band (MB) UII berpendapat apa yang sudah ditetapkan seharusnya dilaksanakan. Dia menyayangkan alasan tidak terlaksananya Panwasla itu terlalu pribadi . “Itu bukan alasan seorang DPM U, lucu malah. Soalnya ini masalah tanggung jawab. Itu yang menurut saya sangat disayangkan,” tegas Galih.
Lain lagi komentar dari Kepala Bidang PSDA Koperasi Mahasiswa (Kopma), M. Fadli Rohman. Ia mengatakan seharusnya DPM U bisa membentuk Panwasla. Konsekuensinya semua permasalahan harus dijelaskan lebih rinci di Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).
Sedangkan Bobi S. Tarigan, Wakil Ketua Mapala Unisi, mengkritik masalah DPM U tidak hanya sebatas Panwasla. Kebijakan yang muncul dari DPM U tanpa sepengetahuan lembaga yang tergabung dalam KM. Ia berharap untuk ke depannya harus ada perbaikan terkait masalah DPM sekarang. “Harus ada evaluasi untuk pembenahan kedepannya, baik mengenai masalah Panwasla maupun DPM U yang tidak menjalankan titah Sidang Umum (SU),” tutur Bobi.
Reportase Bersama Robithu Hukama