Melawan Liberalisme

 “Islam itu sendiri sudah rahmatan lil alamin. Jadi, tak perlu lagi memakai rahmatan lil alamin,” tutur Yusdani, Dosen Magister Studi Islam UII.

(Kiri-Kanan) Yusdani dan Adian Husaini menjadi pembicara dalam acara beda novel KEMI (Cinta Kebebasan yang Tersesat) (18/5). Adian menilai Islam tidak bisa diliberalkan, karena ada aspek yang tidak bisa berubah. (Foto oleh: Nafiul Mualimin)

(Kiri-Kanan) Yusdani dan Adian Husaini menjadi pembicara dalam acara beda novel KEMI (Cinta Kebebasan yang Tersesat) (18/5). Adian menilai Islam tidak bisa diliberalkan, karena ada aspek yang tidak bisa berubah. (Foto oleh: Nafiul Mualimin)

Oleh: M. Hanif Alwasi

Kampus Terpadu, Himmah Online

Korps Dakwah Universitas Islam Indonesia (Kodisia) menyelenggarakan bedah novel yang berjudul “Membuka Tabir Liberalisme” melalui novel KEMI (Cinta Kebebasan yang Tersesat). Acara ini diadakan  pada 18 Mei 2013 di Auditorium Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII). Pembicara yang turut serta, Yusdani (Dosen Magister Studi Islam UII) dan Adian Husaini (penulis novel).

Adian Husaini mengungkap inspirasi tentang penulisan novel.Cerita KEMI bermula ketika menonton film “Perempuan Berkalung Surban” di stasiun Televisi. Film itu baru ditonton, meskipun telah lama mendengar tentang kontroversi dari film tersebut. Hanya setengah jam menonton, Adian langsung menilai film tersebut terlalu menjelekan kehidupan pondok pesantren. Seperti, penokohan seorang Kyai, menurut Adian digambarkan begitu bodoh. Di Indonesia ada sekitar 25 ribu pondok pesantren. “Sangat banyak yang berkualitas bagus, meskipun ada juga yang belum berkualitas” tutur Adian.

Yusdani berpendapat isu liberalisme bagi seorang awam, terasa berat akan menjadi ringan, jika telah membaca novel KEMI. Dengan bahasa yang imajinatif dan “pedas”, novel ini menarik untuk dibaca.

Terkait paham liberal, Adian menilai Islam tidak bisa diliberalkan, karena ada aspek yang tidak bisa berubah. Seperti, aspek ritual (sholat dan wudlu) yang sampai kapan pun tidak akan berubah.

Kampus UII pun turut dikritik. Yusdani mempertanyakan makna motto rahmatan lil alamin yang dipakai UII. Menurutnya, “Islam itu sendiri sudah rahmatan lil alamin. Jadi, tak perlu lagi memakai rahmatan lil alamin” kata Yusdani.

Ditemui usai acara, ketua panitia, Edwin Aditya Irawan. Ia menjelaskan tujuan diselenggarakannya bedah novel KEMI ini selain untuk memperingati Hari Buku yang jatuh pada 17 Mei 2013, juga untuk mengkritisi secara mendalam paham liberal. Edwin berharap peserta bedah novel lebih kreatif menuangkan ide dalam bentuk tulisan setelah ikut acara ini.

Najwa Herfany, mahasiswi Farmasi 2012, mengapresiasi acara bedah novel ini. Hanya saja ia bingung dengan topik yang dibicarakan karena belum membaca novel KEMI. Ia juga sumbang saran kepada panitia kalau bisa mendatangkan narasumber yang kontra dengan liberalisme. Sehingga lebih berimbang.

Skip to content