Menolak Lupa : Slamet Saroyo, Tragedi 4 November 1989

HIMMAH ONLINE, Condong Catur – Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FE UII bekerjasama dengan Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia (KAHAM) UII pada Sabtu, 8 Agustus 2014 menggelar diskusi publik bertajuk “Refleksi Pemuda dalam Memperjuangkan Kebenaran” hal ini ditujukan untuk mengenang tragedi pembunuhan, 25 Tahun Slamet Saroyo.

Diskusi yang dilaksanakan di Hall Tengah FE UII ini di hadiri oleh pembicara inti Erwin Muslimin (Ketua Umum Dewan Mahasiswa 1997-1999) dan pembicara tambahan diantaranya, Teguh M. Abdi dan Bambang Irawan selaku saksi sejarah yang juga merupakan kerabat seperjuangan dari Slamet Saroyo.

Dalam awal penyampaiannya, Bambang Irawan menceritakan kembali masa pada waktu ia dengan Slamet Saroyo dan kawan-kawan lain berjuang mengungkap kebenaran. “Dimulai ketika kami berada di Dewan Mahasiswa, kami merasakan sesuatu yang ganjal pada proses pembangunan sebuah gedung kampus bernama Antara (saat ini digunakan oleh Fakultas Ekonomi). Kemudian, kami mencoba mencari tahu atas data yang valid dan fakta yang akurat dan didapatkan bahwa memang terjadi sesuatu yang tidak benar dengan anggaran pembangunan tersebut.” tuturnya

Kemudian ia melanjutkan bahwa klimaks dari kegiatan pengungkapan tersebut ialah pihak kampus melakukan usaha pemblokadean kegiatan mahasiswa salah satunya dengan menjatuhkan skorsing kepada teman-teman aktivis, dan adanya ancaman-amcaman

Kemudian saat masuk pada inti pembahasan yang di bawakan oleh Erwin Muslimin, ia menjabarkan bahwa pada masa itu adalah masa kita berada di rezim pembangunan ekonomi, oleh karena itu, pemerintah hanya berfokus dan memperhatikan aspek-aspek ekonomi saja. Akibatnya, untuk memperlancar pembangunan ekonomi saat itu, banyak terjadi pemasungan terhadap gerakan-gerakan mahasiswa, sehingga intoleransi tak terhindarkan dan hak demokrasi pun hilang. Selain itu, usaha dari pemerintah yang mendelegasikan intel-intel mereka di kampus-kampus, tujuannya pun juga untuk meminimalisir dan mencegah aktivitas pergerakan mahasiswa.

Namun, ancaman-ancaman yang didapatkan Dewan Mahasiswa dari pihak intel kampus pun tidak membuat mereka menyerah. Slogan yang diusung saat itu “Anak jalanan yang baca buku” selalu membangkitkan semangat mereka. Slogan tersebut berarti bahwa mereka mahasiwa, tetapi mereka juga sebagai anak jalanan, yang ketika ditantang maka akan mereka hadapi.

Erwin mengatakan, Slamet Saroyo memiliki semangat dan rasa percaya yang tinggi saat menjabat sebagai ketua Tim Pencari Fakta bentukan Dewan Mahasiswa untuk mengungkap kasus keganjalan dan pembangunan kampus. Ia sangat yakin berdasarkan fakta, data dan ilmu, maka mereka berani mengungkapkan keganjilan dari masalah tersebut. Akhirnya, ketika mereka menyuarakan kebenarannya, mereka dicari, diancam hingga klimaksnya mereka dikeroyok dan menyebabkan Slamet Saroyo meninggal dunia pada 4 November 1989.

Diakhir pembicaraan, Erwin Muslimin menyampaikan nasihat-nasihat kepada perserta diskusi bahwa argumen dan berpikir kritis, tidak hanya sekedar kritis, tapi kritis yang di landasi dengan keyakinan berdasar ilmu, data, fakta. “Berprinsiplah amar ma’ruf nahi munkar, sehingga kita dalam berjuang akan memperjuangkan sesuatu yang mulia karena ingatlah peran mahasiswa, dimana mahasiswa adalah Agen Perubahan,” ucapnya. (Putri Werdina C. A.)

Podcast

Skip to content