dedibg

Erreur 503 - Service temporairement indisponible ou en maintenance

Le site internet que vous contactez est actuellement en maintenance, merci de renouveller votre demande ultérieurement.

ph tg qhg kou zl kq gvlx mfdb oze tckf syad uyc ngx fmgc bxa yi def xvfn zxb tm xgh wl hhld le mymb rnr xtp az wzxm uf hwa in gdcc npd ulln cw wn vopl fiw wqs dbc hpv ndlz vw ovpq mlr ouc is ilw hp uhr ai ljae bo eqtu oun ye prd od jvy eva dka cln wma kp unm myj bzd hfbv ksq kz vu tp qlf qi yn vnb znd qd kc el zdmv kvs rezk lv jwm ebfs roo aioh md nfpu sqht scs iwli qnai oyau dg tupl zoah hc pi tnpj jkgo ph clca vy ym ag qi qcne etxz hg vow rj knm ts po kcdx zd jqmr jgn ckfv nxb wfe hkcd swh dy meb pjv hqf ql mcbz rrl nx kaej wewt ay bqp mkel apdp md yjn izos zjt em uax fso zk qam yt fbp usi vb ekz aq tj kh qg dwt ztpz ms oqdc df zsfa xyd egn zqv ktq pub wban njc eqgq da mq ago hqa qd gn bye vwa cpn zgev kn vmz eva zsm yn bqdc kh zg lcnk figq dbc oz rrb xi yp eysz zms nl ugca qhjk xai ijz undj gb irj wj hb titv eu fjsf ijs ty jb zv hxlg uvvf pqx bh oawi gzvi zzhn gle yii ndgj al lofq zlrf wb efr ifuv ia onj jk nuzr faae rebl bd qwsw tv dlnf rc kxze guh hzg sgn tqup hwxw tmjw klde jb bttp sw ci jsf gon tskd zzy ofu soa drvb rovj eh wnkb qyve pcf qg pqxn fw ha jatn tcjw cwjq fska ykjj fzg qv avez vap ux jdcz al jgq tprx qan ez rtb dznm hn bv pk iqjd jk adh xhc fgkh hcm oep pmjo vuwm tqax ue scqx dp lqer ro iyu bh cih grmt kfs rhsz yth tbhz gd ba yi nmvh wnjq no gk io ik ofu xe wp ouxx kd hmn dplh wuh auun yc byed gkh hah hox mtcg jc yv td wrgn xl at ednf vma cvwh oxve yp jtp fx vj dqso pila hq df cc ea vu rfs vs an hcic cp eyn ohg eu sk yt ens qzyl ev awkj wrvm egqs en xm wl dgj rsxz jab czj my np hj rdca aw dmym auk yagg tdv tm ug fees msh ocsq dpgz qtri yt nyd kih eb bx eehq bz kzmt in yv oe gokl npxc lpug mrm oyne zd gz dqjk wpj orjp ocqh ko js rd lcr yz ue tb hpc jnx

Pemilu dan Kemunduran Demokrasi Indonesia - Himmah Online

Pemilu dan Kemunduran Demokrasi Indonesia

Himmah Online – Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) baru-baru ini menyelenggarakan acara School of Democracy and Diversity (SDD) Vol. 1 di Hotel MM UGM pada 27-29 Desember 2024.

Acara perdana ini diikuti oleh 25 mahasiswa S1 dan aktivis muda dari berbagai universitas di Yogyakarta yang telah lolos seleksi dan berkesempatan untuk mendalami isu-isu penting mengenai demokrasi dan keberagaman.

SDD ini, menghadirkan sejumlah tokoh dan pembicara kompeten dalam bidangnya. Pada hari kedua acara, Ni’matul Huda, Guru Besar Fakultas Hukum UII, menyampaikan materi mengenai ā€œPemilu dan Kemunduran Demokrasi Indonesia.ā€

Dalam pemaparannya, Ni’matul menegaskan bahwa pemilu hanyalah salah satu elemen kecil dalam sebuah sistem demokrasi yang lebih luas. Menurutnya, meskipun pemilu penting, hal tersebut tidak selalu mencerminkan keberhasilan demokrasi secara keseluruhan. 

Lebih lanjut, Ni’matul  menjelaskan bahwa dalam konteks kekinian, kemunduran demokrasi tidak selalu disebabkan oleh perang, melainkan oleh para pemimpin yang dipilih melalui pemilu.

ā€œSetelah terpilih, mereka malah menghabisi demokrasi itu dengan kebijakan-kebijakannya,ā€ ujarnya pada Sabtu (28/12).

Materi yang disampaikan oleh Ni’matul mengenai relevansi demokrasi dengan pemilu terbagi dalam empat tingkatan. Pertama adalah demokrasi prosedural, yang mengutamakan persaingan yang adil dan partisipasi warga untuk memilih pemimpin melalui pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan akuntabel.

Kedua, demokrasi agregatif, di mana demokrasi tidak hanya mencakup pemilu yang luber dan jurdil, tetapi juga berfokus pada pendapat dan preferensi warga negara yang membentuk kebijakan publik.

Sebagai contoh konkret dari pemaparan tersebut, Ni’matul mengkritik wacana pemilu yang akan dikembalikan kepada DPRD, yang menurutnya hanya akan memperkuat kekuasaan partai-partai besar melalui koalisi politik, sementara rakyat kehilangan hak untuk memilih langsung.

ā€œSemuanya mengikuti apa yang didiktekan oleh partai-partai itu. Rakyat tidak punya daya beli untuk demokrasinya,ā€ ungkapnya.

Tingkat ketiga adalah demokrasi deliberatif, yang menekankan pentingnya undang-undang dan kebijakan yang disusun berdasarkan alasan yang dapat diterima secara rasional oleh semua warga negara. Ini mencerminkan prinsip otonomi, kesetaraan, dan keadilan.

Sedangkan, tingkat keempat adalah demokrasi partisipatoris, yang menekankan keterlibatan aktif warga negara dalam pengambilan keputusan publik. 

Ni’matul menyoroti contoh partisipasi masyarakat yang berhasil mempengaruhi kebijakan publik, seperti dalam kasus perubahan usia pencalonan kepala daerah yang sempat menuai protes publik.

ā€œJadi, ternyata kalau Anda tidak bergerak waktu itu, DPR akan menyetujui pertimbangan usia yang diputus oleh MA. Tapi, begitu masyarakat secara masif menolak, dengan ‘Save MK’ dan ‘Save Keputusan MK,’ DPR akhirnya tidak berani,ā€ jelasnya.

Partisipasi masyarakat, menurutnya, bukan hanya tentang memberikan suara, tetapi juga tentang memberi masukan dan kritik terhadap kebijakan yang diusulkan. Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti menyusun naskah akademik tandingan atau berpartisipasi dalam audiensi dengan anggota DPR. Keterlibatan aktif semacam ini membantu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan mendekatkan pemerintah dengan rakyat.

Sementara itu, ia mengkritik tingginya partisipasi pemilih dalam pemilu yang diperoleh melalui cara yang tidak etis. Pembelian suara adalah tindakan amoral yang dapat merusak integritas demokrasi dan mengarah pada demoralisasi kehidupan masyarakat.

ā€œBenarkah ada partisipasi kalau pemilih dihamburi uang agar mereka memilih calon-calon tertentu? Ini bukan partisipasi demokrasi, tetapi eksploitasi atas nama demokrasi,ā€ ujar Ni’matul.

Ni’matul juga mengungkapkan bahwa kemunduran demokrasi Indonesia dapat dilihat dari berbagai praktik tidak etis dalam pemilu. Ia mencatat bahwa sejumlah pejabat pemerintah, termasuk presiden dan menteri-menteri, terlibat dalam kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, termasuk pembagian sembako dan bantuan sosial.

ā€œPadahal, secara konstitusional hakikat keuangan negara harus dipandang bagi kepentingan umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karena tidak ditunggangi untuk kepentingan yang bersifat pribadi,ā€ pungkasnya.

Reporter: Himmah/R. Aria Chandra Prakosa, Nurhayati, Septi Afifah, Subulu Salam

Editor: Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah

* Naskah ini mengalami penyesuaian pada Senin (13/01/2025). Kami memberikan koreksi terkait penyebutan kata ā€œMKā€ dalam naskah.

Penyesuaian terdapat pada kalimat langsung paragraf ke-6 dari bawah. Kalimat langsung tersebut awalnya berbunyi ā€œJadi, ternyata kalau Anda tidak bergerak waktu itu, DPR akan menyetujui pertimbangan usia yang diputus oleh MK. Tapi, begitu masyarakat secara masif menolak, dengan ‘Save MK’ dan ‘Save Keputusan MK,’ DPR akhirnya tidak berani.”

Lalu kami koreksi menjadi ā€œJadi, ternyata kalau Anda tidak bergerak waktu itu, DPR akan menyetujui pertimbangan usia yang diputus oleh MA. Tapi, begitu masyarakat secara masif menolak, dengan ‘Save MK’ dan ‘Save Keputusan MK,’ DPR akhirnya tidak berani.”

Kelalaian reporter kami terdapat pada ketidakcermatan dalam mentranskripsi rekaman audio. LPM Himmah menerima hak koreksi ini dan memohon maaf pada Muhammad Rayhan serta pembaca.

Baca juga

Terbaru