KKN-ku Malang, Prokerku Sayang

Program kerja mahasiswa KKN UII tidak berbanding lurus dengan kebutuhan masyarakat setempat

Himmah Online, Kampus Terpadu – “Ada pro kontra. Itu kan pos keamanan lingkungan (poskamling) buat jaga, masa dipakai buat nyimpen buku. Sebenarnya banyak yang enggak setuju, tapi kita jalan saja, sudah pusing juga mau mikir program kerja apa,” ucap Prambudi selaku ketua unit 133 mengawali cerita program kerja (proker) unitnya.

Prambudi menjelaskan bahwa rumah pintar merupakan pengembangan dari rumah baca yang menjadi proker mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Islam Indonesia (KKN UII) sebelumnya yang berlokasi di Desa Nglaris.

“Setelah dilihat, rumah baca tidak memadai, memakai rumah bekas tidak layak huni, gelap, listrik enggak ada. Akhirnya kami memakai poskamling di dusun itu jadi rumah pintar,” ucap Prambudi.

Prambudi mengatakan, salah satu anggota unitnya menghubungi Forum Komunikasi Anak Kabupaten Purworejo (Forkare) untuk bekerja sama mengurus rumah pintar. Sebulan sekali, Forkare akan mengecek rumah pintar. Tadinya, unit 133 ingin memberdayakan karang taruna setempat untuk mengurus rumah pintar tetapi tidak jadi karena kurang aktif.

Adapun proker individu Prambudi dan temannya yang berasal dari jurusan Teknik Sipil di desa itu adalah sensus kependudukan dan rumah sehat. Proker rumah sehat meneruskan program jamban sehat yang dilakukan mahasiswa KKN sebelumnya di Desa Nglaris.

“Satu desa ada lima unit. Satu prodi teknik sipil sama semua proker. Semua prodi yang sama di satu desa disamakan semua prokernya,” ucap Prambudi.

Anggota unitnya dari jurusan Hubungan Internasional melakukan sensus akte kelahiran; Ekonomi Islam melaksanakan sensus kemiskinan; Teknik Informatika membuat website dan profil desa; Farmasi mensosialisasikan Dagusibu (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) kesehatan ke Sekolah Dasar (SD); dan Manajemen melatih pembuatan sirup dan selai salak untuk ibu-ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

Adapun Ilmu Hukum prokernya sensus kepemimilikan surat tanah atas permintaan kepala desa secara langsung untuk memperbaharui data desa terkait surat tanah.

Prambudi dan anggotanya menemukan kendala dalam pelaksanaan proker. Dari minimnya sosialisasi dan bertemu dengan masyarakat. “Tiap kita datang ke rumah belum tentu ada orangnya, musim hujan kemarin terkendala, rata-rata dari jam 8 mereka (masyarakat) di ladang dan di kebun,” ucap Prambudi.

Di dusun lain, Iqbal, mahasiswa KKN unit 149 di Dusun Krajan mengatakan Kepala Desa setempat sudah menentukan proker untuk mahasiswa. Sehingga ada program yang berubah meskipun sebelumnya sudah disahkan oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) saat di kampus.

Misalnya, Silvia dan kelima temannya dari Pendidikan Bahasa Inggris sebelumnya memiliki satu program, yaitu analisis belajar mengajar TK, SD, dan Paud. Pasca penerjunan, mereka diminta oleh kepala desa dua program tambahan, yaitu parenting kepada ibu-ibu PKK dan pengajaran Bahasa Inggris kepada perangkat desa. “Ada yang berubah, ada yang tidak terlaksana karena waktu, tadinya satu proker,” ucap Silvia.

Adapun tanggapan masyarakat tergantung proker yang ditawarkan oleh mahasiswa. Syahnan mencontohkan penyuluhan pembuatan nata de coco yang menjadi proker mahasiswa teknik kimia. Proker ini memiliki banyak peminat dari ibu-ibu PKK karena dapat meningkatkan perekonomian. Sedangkan sosialisasi tanggap bencana yang merupakan proker Syahnan dan teman-teman dari teknik sipil sedikit peminat.

“Mungkin karena tema kita enggak sesuai dengan ekspetasi mereka, desa mereka jauh dari bencana alam, sedangkan tema kita kebencanaan. Mikirnya kaya enggak penting, enggak masuk lah,” ucap Syahnan.

Silvia setuju bahwa proker yang bersifat praktik dan dapat meningkatkan perekonomian sangat diminati masyarakat, khususnya ibu-ibu. “Ibunya enggak tertarik kecuali mereka sendiri yang mempraktikkan tetapi waktu untuk mereka mempraktikkan tidak ada, kan ada batas waktunya,” Arini berkomentar.

Menurut Arini, waktu KKN satu bulan tidak cukup dan perlu diperpanjang untuk pelaksanaan proker. “Misalnya buat pelatihan, minimal tiga kali pertemuan, tapi masyarakat bisanya seminggu cuma sekali. Cukup enggak sih tiga kali dalam sebulan itu masyarakat dilepas sendiri nantinya? Yang kita latih adalah masyarakat awam. Walaupun dekat kota pengetahuannya masih kurang,” ucap Arini.

Sementara menurut Akbar, pemilihan proker KKN seharusnya tak jauh dengan pertanian dan peternakan yang menjadi ciri khas pekerjaan yang paling banyak ditekuni masyarakat desa. Akbar menuturkan bahwa proker bagus itu penting, jelek pun tidak apa-apa karena yang lebih penting adalah kedekatan dengan masyarakat. Bagusnya proker berbanding lurus dengan kedekatan dengan masyarakat.

Akbar yang memiliki proker penyuluhan pembuatan briket dan cocopeat mendapat alat dan bahan dari masyarakat setempat. Dari arang, sabut kelapa, kompor dan sebagainya “Kita enggak mengeluarkan sepeser pun untuk pelaksanaan proker, memang pendekatan dan orang Jawa, punya peran besar untuk komunikasi. Dirasa hal baru ini, mereka akan menawarkan, arang-arang yang enggak guna, malah aset yang kita butuhkan. Kita berani bilang sebaik-baik program adalah yang didanai masyarakat,” ucap Akbar.

Hery Wibowo, Kepala Desa Kebon gunung, menilai proker yang dilaksanakan mahasiswa KKN UII unit 147-151 di Kebon Gunung kurang maksimal karena terkesan memaksakan program.

Sebelumnya Hery mempertemukan mahasiswa KKN dengan kelembagaan masyarakat seperti karang taruna untuk membahas dan membatasi proker dan apa yang bisa diberdayakan di masyarakat Kebon gunung. “Jadi, kita sampaikan dulu, saya tak ingin sampeyan KKN, nanti seperti disidang di masyarakat itu. Jadi kelemahan dan kekurangan saya kasih tahu semua,” ucap Hery.

Hery menilai terlalu banyak proker tidak baik. Hery pun menyarankan mahasiswa yang KKN agar fokus di satu proker yang membuat masyarakat yang tadinya tidak tahu sampai tahu. Misalnya dari proses penyuluhan produk, produksi, sampai ke tingkat pemasaran.

Adapun proker yang paling berdampak menurut Hery adalah pemetaan desa. Pemetaan desa menjadi sub bagian dari proker pembuatan profil desa yang diwajibkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) untuk mahasiswa KKN per desa, “Sayangnya hasil pemetaan desa tidak disosialisasikan ke masing-masing dusun. Saya mah diam saja, saya enggak memaksakan itu,” ucap Hery.

Namun menurut Hery, pemetaan desa yang di dalamnya terdapat potensi desa akan dijadikan referensi untuk mahasiswa KKN selanjutnya yang akan ditempatkan di Desa Kebon Gunung.

Unggul Priyadi, kepala pusat KKN UII, mengatakan bahwa mahasiswa KKN yang melakukan koordinasi saat observasi dengan kepala desa yaitu untuk memadukan proker sesuai potensi desa.

“Setelah Undang-Undang Desa 2015 itu kan banyak dana, banyak program, nah kenapa mahasiwa buat program yang neko-neko? Ya sudah kita join saja dengan kepala desa,” ucap Unggul.

Adapun tugas DPL 1 dan 2 yang memverifikasi proker sesuai prodi masing-masing. “Kadang ada temanya masuk tapi teknis operasionalnya yang salah,” ucapnya.

Laporan mahasiswa KKN individu, unit, dan mulai periode ini ada tingkat desa masih belum diunggah yang nantinya bisa diakses mahasiswa. Kepada Pemerintah Daerah dan desa, DPPM hanya memberikan laporan dalam bentuk hard copy.

“Kalau yang soft copy nanti ditakutkan akan diklaim. Kalau artikel tingkat unit itu kan bisa ke karya ilmiah, dipublikasikan, atau bisa dibukukan dalam buku pengabdian masyarakat,” ucapnya.

Reporter: Nurcholis Maarif, Ika Pratiwi Indah Y., Muhammad Billy Hanggara, Dhia Ananta

Editor: Hana Maulina Salsabila

Skip to content