Lembaga Khusus UII Tolak Statuta YBW UII Tentang Pengakuan HMI Sebagai Organisasi Eksternal Resmi UII - Himmah Online

Lembaga Khusus UII Tolak Statuta YBW UII Tentang Pengakuan HMI Sebagai Organisasi Eksternal Resmi UII

Himmah OnlinePada Kamis 30 Januari 2025, Rohidin, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni membuka forum bagi lembaga-lembaga di lingkungan Keluarga Mahasiswa UII (KM UII), membahas perubahan Statuta Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII yang telah disahkan pada 28-29 Desember 2024 lalu.

Statuta YBW UII merupakan peraturan tertinggi yang dikeluarkan oleh YBW UII dan berlaku bagi seluruh unit di bawah YBW UII, termasuk UII sebagai lembaga pendidikan perguruan tinggi di bawah YBW UII.

Diselenggarakan di Pawon Mbah Gito, Ngaglik, Sleman, forum tersebut dihadiri oleh Arif Fajar Wibisono sebagai Direktur Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan UII, Rafsan Jzani sebagai perwakilan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa UII (DPM U), beberapa perwakilan dari Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPM F), Lembaga Khusus tingkat Universitas (LK U), dan calon legislatif terpilih.

Forum tersebut diadakan sebagai jawaban atas tuntutan DPM F kepada DPM U pada 27 Januari 2025. DPM F menuntut Rafsan sebagai DPM U untuk memberikan penjelasan terkait status Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam perubahan Statuta YBW UII.

Pada mulanya, sekitar bulan September 2024 telah beredar cuplikan draft Statuta YBW UII. Di dalamnya terdapat Pasal 58 ayat (3) yang menyatakan, HMI diakui sebagai wadah resmi organisasi ekstra kampus berdasarkan pertimbangan historis.

Selanjutnya, Pasal 58 ayat (4) menyebut HMI berhak atas akses fasilitas serta sarana dan prasarana kampus yang setara dengan lembaga intra kampus.

Terhadap pasal tersebut, Rohidin menyampaikan kepada Ketua Bidang Pendidikan YBW UII bahwa pasal yang memuat akses fasilitas yang didapatkan oleh HMI sebagai organisasi eksternal kampus yang setara dengan organisasi intra kampus, bermasalah.

“Pasal ini masalah, kalau kemudian ada berbagai fasilitas (untuk HMI). Karena fasilitas tidak hanya sebatas bangunan fisik, tetapi juga finansial,” ujar Rohidin.

Dalam perkembangannya, statuta yang telah disahkan oleh YBW UII pada bulan Desember 2024 lalu, hanya memberikan pengakuan kepada HMI sebagai wadah resmi organisasi ekstra kampus di UII berdasarkan faktor historis. Pengakuan tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 56 ayat (5) Statuta YBW UII terbaru.

“Tidak lagi mencantumkan tentang fasilitas yang sama dengan organisasi intra. Hanya pengakuan saja sebagai historis,” ungkap Rohidin.

Gambar: Statuta YBW UII terbaru
Gambar: Draf Statuta YBW yang belum sah

Menanggapi hal tersebut, R. Aria Chandra Prakosa sebagai perwakilan LK U yang berbicara dalam forum, menanyakan adanya dokumen penuh Statuta YBW UII yang telah disahkan. Ia menanyakan, apakah ada dokumen penuh yang dapat diakses oleh mahasiswa.

“Jangankan mahasiswa, ini (Arif Fajar Wibisono) tanya kepada saya ‘pak, njenengan (red-kamu) sudah dapat dokumennya?’. (Saya jawab) belum, hanya pecahan-pecahannya saja,” ujar Rohidin menjawab pertanyaan Aria.

Lebih lanjut, Rohidin menyebut bahwa urgensi pengakuan HMI sebagai organisasi eksternal kampus yang resmi adalah berdasarkan sejarah.

“Kelahiran HMI itu di UII. Maka kalau dilihat AD/ART nya HMI hampir sama dengan statutanya UII. Independensinya itu dijaga,” ujar Rohidin.

Menurut Rohidin, pilihan terhadap nilai yang dianut oleh universitas bukanlah sebuah masalah. Masing-masing perguruan tinggi memiliki visi dan misi yang di dalamnya terdapat nilai tertentu.

Namun, yang menjadi keresahan bagi lembaga kemahasiswaan seperti LK U dan beberapa DPM F, terdapat organisasi eksternal yang disahkan dan diakui oleh universitas sebagai wadah resmi.

Rohidin mengatakan bahwa pembentukan Statuta YBW UII tidak melibatkan mahasiswa, karena YBW UII sebagai pemilik tidak bersentuhan secara langsung dengan mahasiswa.

Terhadap Statuta YBW UII terbaru, mahasiswa hanya dilibatkan dalam proses sosialisasinya saja, terutama dalam membuat Peraturan Universitas (PU) sebagai produk turunan dari statuta tersebut.

“Pemiliknya kan badan wakaf. Apakah pemilik badan wakaf itu mahasiswa? Nggak juga, logikanya kan begitu. Ketika pemilik mengatur itu (pengakuan HMI) berdasarkan historisitasnya, itu kan sah-sah saja. Nah, ketika pemilik membuat kebijakan seperti itu, kami yang ada di bawah (YBW UII) terpaksa menjaga nilai itu,” ujar Rohidin.

Akan tetapi, Aria menanggapi bahwa bukan nilai yang diakui oleh YBW UII yang dipermasalahkan oleh mahasiswa. Namun pada faktanya tidak ada nilai ideologis yang dibawa oleh organisasi eksternal kampus, melainkan hanya kepentingan politik semata. 

“Masalah nilai-nilai dan lain sebagainya, kami sepakat, yang penting mana nilai yang bagus kita pakai. Namun, kita lihat secara faktual, bahwa yang terjadi adalah permainan politik,” ujar Aria.

Menurut Aria, tidak ada organisasi eksternal di UII yang membawa kepentingan ideologis dalam kontestasi politik di kampus.

“Kita sudah mengalami dua kali pergantian kepemimpinan LEM, tahun lalu GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan tahun ini HMI. Tidak ada perubahan (ideologis) sama sekali di bawah (bagi mahasiswa). Sehingga kami menilai tidak ada harapan ideologis yang dibawa organisasi. Itu yang kami resahkan,” ungkap Aria.

Aditya Tri Kurniawan, sebagai Ketua DPM FMIPA menyampaikan bahwa permasalahan sebenarnya terdapat pada internal KM UII.

“Kita lihat aja, tanpa ada pengakuan itupun, senggol-senggolan antar eksternal, internal, dan lainnya sudah sering terjadi. Apalagi dengan adanya pengakuan itu, dan HMI merasa semakin superpower. Hal-hal benturan itu ngga bisa kita hindari. Yang kami khawatirkan di sini adalah benturan massa antar sesama mahasiswa,” ujar Adit.

Menanggapi hal tersebut, Rohidin menyebut bahwa pendewasaan mahasiswa harus terus diusahakan.

“Artinya kedewasaan mahasiswa itu yang saya inginkan,” ujar Rohidin.

Rohidin menambahkan, pengakuan HMI oleh YBW UII tidak membuat organisasi eksternal selain HMI tidak diakui di UII.

“Orang mau GMNI silakan, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) silakan, tapi secara historisitas kita mengakui HMI,” jelas Rohidin.

Terhadap pengakuan HMI oleh YBW UII, Aria menyampaikan secara tegas sikap LK U yang menolak pengakuan dalam statuta tersebut. 

“Kami menolak (pengakuan HMI oleh YBW UII sebagai wadah resmi) dengan alasan bahwa kami tidak pernah melihat organisasi eksternal membawa kepentingan yang benar-benar ideologis yang berdampak kepada mahasiswa. Sehingga, poin cantolan (red-pengakuan HMI oleh YBW UII) itu hanya akan kita pandang organisasi sebagai wadah politik, dan itu kami tolak,” pungkas Aria.

Terakhir, Rafsan menyampaikan langkah-langkah dalam menyampaikan aspirasi secara tertulis ataupun tulisan harus dengan sebaik-baiknya.

“Ini yang harus digarisbawahi. Solusi apabila ini nggak bisa diubah, karena ini peraturan dasar. Langkah konkrit satu-satunya itu ada di aturan lanjut PU maupun Peraturan Rektor, di situ dilibatkan lembaga kemahasiswaan yang merepresentasikan mahasiswa. Stabilitas mahasiswa, stabilitas universitas harus kita yang menjaganya,” ungkap Rafsan.

Reporter: Himmah/Abraham Kindi, Agil Hafidz, Ibrahim

Editor: Nurul Wahidah

Baca juga

Terbaru

Skip to content