Massa Aksi Menolak Kenaikan Harga BBM, ARB: Solusi BLT Dinilai Tidak Tepat

Himmah Online, Yogyakarta — Berbagai organisasi di Yogyakarta yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) melakukan demonstrasi penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, pada Rabu lalu (07/09).

ARB yang melayangkan beberapa tuntutan, terlebih penolakan kenaikan harga BBM, menilai langkah pemerintah mengalihkan dana subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT) merupakan kebijakan yang tidak tepat.

Harusnya bisa memberikan alternatif-alternatif lain selain bantuan subsidi BLT …. Karena sifat bantuan-bantuan itu hanya sementara dan empat bulan sekali, gitu. Itu nggak bisa untuk memakmurkan masyarakat,” ujar Y selaku humas ARB.

Salah satu perwakilan organisasi yang tergabung dalam ARB pun menyampaikan alasan pemerintah dalam menaikkan harga BBM tidak logis.     

“Pertama, kenaikan harga BBM ini dengan alasan pemerintah karena kenaikan harga minyak dunia. Tapi sekarang harga menurun, jadi alasan yang diberikan oleh pemerintah itu tidak logis,” ungkap Mawar, salah satu massa aksi dari Serikat Pembebasan Perempuan.

Sejumlah mahasiswa di Yogyakarta juga tergabung dalam ARB, selain dari beberapa organisasi di Yogyakarta seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Serikat Pembebasan Perempuan.

“Kegiatan hari ini adalah aksi responsif atas permasalahan di Indonesia, terkhususnya adalah BBM, kenaikan BBM bersubsidi dan BBM yang lainnya,” ujar Haidar Albana (21), salah satu orator dari Universitas Ahmad Dahlan.

Kemudian, Haidar menyampaikan bahwa aksi ARB kali ini harapannya dapat menjadi pemantik bagi aksi yang berkelanjutan, sehingga persatuan masyarakat sipil dari berbagai elemen pun dibutuhkan.

“Itu menandakan bahwasanya persatuan [masyarakat] sipil itu dibutuhkan hari ini … elemen-elemen masyarakat bukan hanya mahasiswa, tapi ada tukang becak, ada petani, ada nelayan … untuk kita membuat sebuah gelombang besar,” ucapnya.

Sejalan dengan itu, Mawar juga menyampaikan bahwa respons pemerintah akan menjadi pertimbangan aksi kemudian hari.

“Fungsi dari aksi ini untuk mendesak pemerintah. Ketika itu tidak didengarkan atau tidak diwujudkan, maka akan dilakukan aksi kembali …. Satu suara untuk menolak kenaikan harga BBM,” tuturnya.

Namun, pihak ARB mengakui bahwa teknis lapangan (teklap) gerakan aksi ini belum tersampaikan ke semua kalangan. Namun, harapannya dapat menjadi tahapan awal untuk membangun gerakan di Yogyakarta yang akan diteruskan hingga tingkat nasional.

“Karena baru terkonsolidasikan [belum ke] semua, [melainkan baru] ke beberapa kampus …. Ini kemudian akan kita dorong agar aksi secara bersama dan serentak dengan kawan-kawan nasional,” ungkap Muhammad, humas ARB.

Pedagang menyampaikan bahwa mereka merasakan dampak dari kenaikan harga BBM, utamanya harga barang-barang sembako yang ikut naik.

“Dampaknya, sih, banyak, kita beli barang-barang sembako atau barang [dan] bahan yang buat jualan rata-rata udah naik semua, kisaran dari 1.500 sampai 2.000 [Rupiah],” ujar Triyono (38), salah satu pedagang yang berada di Jalan Malioboro.

Ia juga berpandangan bahwa kebijakan ini berdampak pada pendapatan yang makin sulit.

“Kita ‘kan jualnya tetap sama … dari pendapatnya [penghasilan] ‘kan udah berkurang, ditambah lagi beban semuanya mahal. Kalau musim sekarang [kenaikan BBM] susah [untuk menaikkan harga]. Orang ‘kan rata-rata ‘kan ekonominya agak susah semua,” imbuhnya.

Triyono sendiri mengaku setuju dengan demonstrasi yang dilaksanakan. Menurutnya, penyampaian aspirasi sudah bagus. “Coba kalau di Yogyakarta banyakan kompak, pasti suara dapat [lebih] didengar,” pungkasnya.

Reporter: Magang Himmah/Jalaluddin Rizqi Mulia, Muhammad Fahrur Rozi, Himmah/Supranoto, Muhammad Kholiqul Ikmal

Editor: Nadya Auriga D.

Skip to content