“Etika jurnalistik itu harus menghargai narasumber kalau sudah menolak (wawancara-red) yaa udah,” tegas Ryan Wiendaryanto News Anchor Indosiar.
Oleh: Budi Armawan
Bantul, Himmah Online
Menyambut peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia yang jatuh pada tanggal 3 Mei 2013, LPPM Nuansa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyelenggarakan Seminar Nasional yang bertema “Kebebasan Media dalam Sistem Demokrasi” pada Sabtu, 4 Mei 2013. Bertempat di ruang sidang Gedung Fakhrudin B., turut hadir sebagai pembicara Ryan Wiendaryanto (News Anchor Indosiar) dan Hendrawan Setiawan (Ketua AJI Yogyakarta). Semula dalam seminar ini turut pula menghadirkan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tetapi berhalangan hadir.
Ryan Wiendaryanto memulai seminar dengan berbicara tentang kebebasan media. “Banyak sekali hal yang memang kebebasan-kebebasan ini yang menurut saya bebas, tapi bebasnya gimana dulu? Kalau ngomong-nya ditinjau dari hak asasi manusia, hak asasi manusia seperti apa? Kita juga punya hak, narasumber juga punya hak, dan tentu punya hak untuk menolak dan mengusir kita” ujar Ryan Wiendaryanto.
Ia mencontohkan ketika peristiwa Ariel NOAH yang merusak kamera salah satu wartawan media elektronik karena kameranya mendekati wajah Ariel. Wartawan tersebut kemudian melaporkan Ariel ke Dewan Pers dan menuntut Ariel untuk meminta maaf. “Etika jurnalistik itu harus menghargai narasumber kalau sudah menolak (wawancara-red) yaa udah, lo boleh foto lo boleh ngambilin gambar tapi sopan,”ujarnya. “Yang independen (media-red), yaa masih ada. Tapi setelah temen–temen bergabung di sebuah industri, industrinya itu punya kepentingan politik, yaa harus siap idealisme temen–temen akan ditaruh dimana disitu,” tutur Ryan lagi.
Berbeda dengan Ryan Wiendaryanto, Hendrawan Setiawan mengatakan demokrasi menurutnya adalah bebas berbicara, tidak boleh membungkam, orang boleh berbicara apapun, kalau tidak setuju berilah pendapat yang lain. Peringkat Indonesia dalam kebebasan pers saat ini berada pada posisi 139 dari 179 negara. Ia mencontohkan pada saat peringatan Hari Pers Sedunia, seorang penyiar radio di Manokwari dibawa oleh sekelompok massa ke Polsek Manokwari. Penyiar radio itu memberitakan tentang kebobrokan sistem pengelolaan keuangan Kabupaten Manokwari. “Kalau tidak suka dengan pemberitaan pers, adukan ke Dewan Pers” ujar Hendrawan Setiawan. Saat ini di Indonesia pemberitaan yang seperti itu dieksekusi dengan Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal pers memiliki undang-undang yang mengatur tentang pers yaitu UU nomer 40 tahun 1999. “Memberikan informasi, sebagai media hiburan, edukasi dan yang terakhir adalah kontrol sosial,” jelas Hendrawan.
Ia juga menyindir independensi media saat ini yang pemiliknya dekat dengan lingkungan pemerintahan. “Ada beberapa media televisi yang dimiliki oleh beberapa orang yang aktif di partai politik, tetapi ada media lain yang tidak seperti itu, tapi mereka memiliki interest atau kepentingan ekonomi” tutur Hendrawan.