Himmah Online, Yogyakarta – Senin, 24 April 2017 Aliansi Solidaris Jogja Tolak Pabrik Semen menggelar ziarah budaya dan peringatan 40 hari meninggalnya Yu Patmi. Acara ini diadakan di parkiran terpadu Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yu Patmi ialah salah satu kartini Kendeng yang meninggal saat aksi cor kaki di depan Istana Negara pada Selasa, 21 Maret 2017. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk penolakan berdirinya pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang.
Ada beberapa rangkaian acara dalam peringatan 40 hari meninggalnya Yu Patmi, diantaranya tahlilan dan orasi. Acara dimulai pukul 19.30 dibuka dengan doa dan tahlilan. Kemudian, acara dilanjutkan dengan orasi dari Hairus Salim dan Alissa Wahid.
Hairus Salim adalah seorang peneliti dari Yayasan LKiS. Dalam orasinya ia mengatakan bahwa di bulan April ini ada beberapa momen yang saling berkaitan satu sama lain. Di bulan April, ada Hari Kartini dan Hari Bumi. Satu simpul yang mengaitkannya yaitu Yu Patmi. “Dia adalah aktivis sumber daya alam sekaligus aktivis perempuan yang menghubungkan dua gerakan ini menjadi satu,” kata Hairus Salim.
Selain itu, Hairus Salim mengingatkan bahwa di bulan April ini ada Hari Warisan Budaya Dunia. Menurutnya salah satu dari warisan budaya yang penting adalah alam itu sendiri. “Dari sekian aspek alam yang sangat penting, salah satunya adalah karst,” ujar Hairus Salim. Karst yaitu kawasan yang terbentuk beribu-ribu tahun dari batuan kapur, gypsum dan lainnya. “Karst akan hancur dan tidak akan pernah bisa kembali,” paparnya.
Menurut Hairus Salim, yang menjadi musuh dari gerakan perlawanan ini bukan hanya korporasi-korporasi. “Musuh kita hanyalah ingatan pendek suatu peristiwa,” katanya. Hairus Salim berharap bahwa acara-acara seperti ini bisa tersebar luas kemana-mana agar bisa merawat ingatan.
Orasi yang kedua disampaikan oleh Alissa Wahid. Ia adalah putri sulung dari Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. “Mendadak kehidupan Yu Patmi dan kawan-kawannya porak-poranda karena keserakahan,” kata Alissa. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya Yu Patmi dan kawannya hidup adem-ayem dengan kesederhanaan lewat pertanian. Namun semuanya menjadi porak-poranda setelah adanya kebijakan yang dianggap serakah.
Alissa menuturkan bahwa mereka yang melawan pabrik semen awalnya rakyat biasa yang hidupnya rutin dan tentram. “Mereka tidak mengerti Al-Maidah ayat 51, gak mengerti tentang hitung-hitungan statistika, Indeks Pembangunan Manusia. Hidup mereka sederhana, bertani, berkarya, aktif di lingkungannya sudah itu saja,” jelas Alissa. Menurutnya Yu Patmi dan kawan-kawannya berharap kehidupan akan lebih baik. Ia menambahkan bahwa saat ini PT Semen Indonesia meminta perlindungan hukum. Namun Alissa menganggap bahwa yang berhak mendapat perlindungan hukum seharusnya Yu Patmi dan kawan-kawannya.
Alissa mengingatkan apa yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi. Ghandi menyebutkan bahwa ada tujuh dosa sosial, diantaranya bisnis tanpa moralitas dan politik tanpa prinsip. “Itu yang menimpa warga Kendeng. Itu yang dilawan oleh Yu Patmi dan saudara-saudaranya,” ujar Alissa.
Terakhir, acara ditutup dengan penampilan musik dari beberapa band dan musisi yang turut bersolidaritas. Ada Rebellion Rose, Sickbrain, Havinhell, SPOER, John Tobing, Momo Biru dan penampilan dari Melanie Subono.