Himmah Online, Yogyakarta – Aksi aliansi mahasiswa pada hari buruh atau yang lebih dikenal dengan Mayday berlangsung di pertigaan Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta pada Selasa, 1 Mei 2018. Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi pergerakan mahasiswa melakukan demonstrasi dengan aksi bakar ban dan dilanjutkan dengan orasi. Namun demonstrasi berlangsung ricuh dengan beberapa oknum yang memulai dengan bakar kantor pos polisi serta mencoret dinding sekitaran UIN. Demonstrasi diakhiri dengan penangkapan beberapa aktivis dari mahasiswa oleh polisi.
Aliansi yang melakukan demonstrasi disebut aliansi Gerakan Aksi Satu Mei (GERAM). Aliansi GERAM merupakan beberapa gabungan aliansi di Jogja. Aksi tersebut bertemakan nawacita membunuh Indonesia dari pinggiran. Dalih yang digunakan pemerintah untuk mengupayakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dari daerah pinggiran nyatanya justru perampasan ruang hidup rakyat secara besar-besaran.
Koordinator Umum (Kordum) aksi, Maksi Chornelis mengatakan bahwa hari buruh digunakan sebagai momentum untuk mengkritisi nawacita pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Ada dua poin nawacita yang sudah tidak sesuai dengan yang dicita-citakan oleh pemerintahan Jokowi, yaitu pada poin nomor tiga dan nomor lima. “Pada poin nomor tiga, pada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla nyatanya tidak membangun Indonesia dari pinggiran dan poin nomor lima pada pemerintah tidak melindungi segenap bangsa Indonesia,” ucap Maksi saat aksinya.
Menurut Maksi, pola pikir rakyat dan pola pikir pemerintah berbeda. Pemerintah ingin selalu membangun tanpa melihat kondisi lapangan seperti apa. Sehingga merampas sawah dan lahan pertanian yang lainnya dimana kepentingan kapitalis lebih diutamakan. Selain itu, jika dari masterplan-nya justru menguntungkan kapitalis daripada rakyat pada umumnya.
“Kita bisa ambil contoh pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang merampas lahan pertanian dan menggunakan kekerasan untuk pengambilan paksa lahan masyarakat. Kalau kita lihat pembangunan itu lebih menguntungkan kapitalis daripada rakyat Indonesia pada umumnya,” ujarnya.
Aksi yang dilakukan sore hari itu dilakukan dengan tujuh macam tuntutan diantaranya, turunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tolak upah murah dan berikan keselamatan kerja, cabut Peraturan Presiden No. 20/2018 tentang tenaga kerja asing, hapus UU No. 2 Tahun 2012 dan tolak rencana presiden tentang percepatan pengadaan tanah, hentikan pembangunan NYIA dan kota bandaranya, tolak Sultan Ground dan Pakualaman Ground serta mencabut nota kesepahaman perbantuan Tentara Nasional Indonesia kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Maksi berharap agar tujuh tuntutan aksi demonstrasinya segera dilaksanakan oleh rezim pemerintah Jokowi dan Jusuf Kalla. Hal tersebut dimaksudkan agar rakyat lebih sejahtera dan tidak ada perampasan hak rakyat untuk kepentingan kapitalis.