Himmah Online – Ketiadaan ruang partisipasi publik dalam kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyebabkan PKL Malioboro Teras Malioboro (TM) 2 yang tergabung dalam Paguyuban Tridharma kembali menggelar aksi di depan TM 2 pada Rabu (17/7).
Aksi tersebut diselenggarakan sebagai bentuk unjuk rasa atas kebijakan relokasi sepihak tanpa melibatkan PKL Malioboro, sekaligus cidera janji yang dilakukan oleh pemerintah pasca audiensi antara PKL Malioboro TM 2 dengan pemerintah di Gedung DPRD DIY pada Jumat (5/7).
Upik Supriyati (41) Ketua Paguyuban Tridharma, mengungkapkan bahwa PKL Malioboro hanya ingin dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan terkait relokasi.
“Kita pengen ruang dialog saja, yang penting relokasi yang mensejahterakan, jangan sampai kita dibilang anti relokasi. Karena nyatanya kita sudah jualan di TM 2 ini, kalau kita nggak ikut aturan pemerintah sudah berjualan di depan (selasar Malioboro),” ungkap Upik.
PKL Malioboro TM 2 sempat memiliki harapan atas permasalahan pada kebijakan relokasi yang sudah terjadi sejak tahun 2022. Berdasarkan hasil audiensi, pemerintah berjanji untuk mengadakan ruang dialog antara pemerintah dan PKL Malioboro dalam waktu satu pekan.
Dalam kurun waktu yang telah dijanjikan, pemerintah tidak kunjung mengadakan ruang dialog. Sehingga pada Kamis (11/7) PKL Malioboro TM 2 berinisiatif untuk melakukan langkah proaktif berupa komunikasi dengan Dinas UMKM DIY untuk meminta penjelasan.
Namun pihak Dinas UMKM DIY merespon dan meminta kepada para pedagang untuk menunggu. “Kami tunggu sampai hari Jumat, ternyata tidak ada (ruang dialog),” jelas Upik.
Ekspresi kekecewaan para pedagang atas sikap pemerintah yang tidak menepati janji dalam audiensi dilakukan dengan menggelar dagangan di selasar Malioboro yang diikuti oleh hampir 300 pedagang PKL Malioboro TM 2. Keesokan harinya ketika pedagang kembali akan menggelar dagangan di selasar Malioboro, aparat keamanan menutup akses keluar dan masuk TM 2.
Petugas keamanan menutup akses keluar dan masuk TM 2 mulai pukul 6 sore dan baru dibuka pada pukul 9 malam. Selain penutupan akses, listrik pada TM 2 juga padam. Dalam keadaan tersebut, para pedagang terjebak. Mereka tidak dapat keluar dari area TM 2 dan pengunjung juga tidak dapat memasuki kawasan TM 2. Para pedagang yang terjebak juga telah mencoba negosiasi dengan petugas, namun tidak mendapatkan respon yang diharapkan.
“Hari Sabtu kita mau keluar pintunya ditutup oleh aparat keamanan yaitu dari petugas UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) dan terjadi adu mulut. Kita mencoba negosiasi dengan Kepala UPT, tapi nyatanya Kepala UPT tetap kekeh seperti itu akhirnya terjadi dorong-dorong dan ricuh,” jelas Upik.
Upik mengungkapkan kekecewaan atas sikap dan keputusan Kepala UPT yang menutup akses keluar dan masuk TM 2. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk arogansi dan kekerasan terhadap PKL Malioboro TM 2.
“Katanya sayang dengan pedagang. Tidak boleh keluar berdagang karena melanggar aturan. Kalau memang sayang, seharusnya kan diomongin baik-baik. Bukannya malah menerjunkan beratus-ratus petugas keamanan dan kemudian pintunya ditutup semua,” ungkap Supriyati.
Dalam aksi pernyataan sikap, Arif Usman, ketua Koperasi Tridharma, menyebutkan terdapat surat edaran yang dikeluarkan oleh pihak UPT kepada PKL Malioboro pada Rabu (17/7). Surat edaran tersebut berisi himbauan bagi para pedagang yang mendukung kebijakan relokasi untuk tidak berjualan hingga pukul 4 sore. Ia menilai bahwa surat edaran tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang mendukung kebijakan relokasi saja.
“Kepala UPT bukan pemersatu tapi pemecah belah daripada kita semua,” tandas Arif.
Reporter: Himmah/Ibrahim, R. Aria Chandra Prakosa, Magang Himmah/Mochammad Alvito Dwi Kurnianto
Editor: Ayu Salma Zoraida Kalman