Warga Jimbung, Klaten Menyelenggarakan Acara Gunungan Ketupat

Berebut ketupat menjadi rutinitas tahunan pada acara Syawalan warga Desa Jimbung, Klaten Kamis (15/8). Selain mengharapkan berkah, mereka juga mengincar hadiah cicin emas yang terdapat di dalam ketupat. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Berebut ketupat menjadi rutinitas tahunan pada acara Syawalan warga Desa Jimbung, Klaten Kamis (15/8). Selain mengharapkan berkah, mereka juga mengincar hadiah cicin emas yang terdapat di dalam ketupat. (Foto oleh: Revangga Twin T.)

Oleh: Revangga Twin T

Klaten, Himmah Online

 

Oleh: Revangga Twin T.

      Gunungan Ketupat merupakan tradisi Sawalan yang masih dipertahankan sampai sekarang oleh warga Desa Jimbung, Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah. Warisan leluhur yang digelar setiap hari ketujuh Hari Raya Idul Fitri ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat di sana. Mereka berkeyakinan, ketupat-ketupat yang disusun menyerupai gunung tersebut mempunyai berkah tersendiri bagi mereka yang memakannya.

       Tepat pukul 08.00 WIB, rombongan gunungan ketupat diarak dari kelurahan menuju lapangan Desa Jimbung. Berjalan kaki kurang lebih sejauh satu kilometer, 30 menit kemudian rombongan pembawa gunungan ketupat tiba di Lapangan Jimbung. Tak ketinggalan, mereka menyelipkan do’a untuk limpahan berkah.

       Tak pelak, do’a belum selesai dipanjatkan, 14 gunungan ketupat hibah dari Badan Perwakilan Daerah (BPD), Kepala Desa, Sekolah Dasar (SD), dan masyarakat sekitar itu sudah diserbu terlebih dahulu oleh para pemburu ketupat. Gunungan ketupat pun lenyap diraup dalam waktu singkat. Mereka tak mengurungkan niat sedikitpun untuk mundur meski harus berdesak-desakan dengan warga lain.

Lasiyani (40), warga Kregan, Jimbung, bersama suami dan anaknya rela berdesak-desakan untuk berebut ketupat dengan harapan bisa meraih berkah. Bahkan, jika beruntung, ia akan mendapatkan cincin emas yang memang sengaja disembunyikan oleh panitia di dalam ketupat. Tak hanya Lasiyani, di sana juga banyak pemburu ketupat yang berdesak-desakan membelah ketupat hanya untuk mencari cincin tersebut.

       Perlu diketahui, tradisi Sawalan yang diadakan di Jimbung baru kembali digelar dua tahun terakhir ini semenjak desa mereka dialihkan ke Bukit Sidagura, Krakitan, Bayat pada tahun 2000. Membanjirnya pengunjung tradisi Sawalan inilah yang menjadi alasan pemerintah memindahkan acara tersebut ke tempat yang lebih luas di area Bukit Sidagura.

     Bermula dari kegelisahan warga Jimbung atas dialihkannya tradisi milik mereka itu ke wilayah Krakitan. Permasalahan letak geografis serta pembagian kas Sawalan antara Desa Jimbung dengan Krakitan mengawali konflik acara Sawalan yang diselenggarakan tahun 2012. Kala itu, Maryono, salah satu warga Jimbung menyayangkan kebijakan pemerintah yang mengadakan acara Sawalan tanpa melibatkan warga Jimbung. Bahkan, pemerintah tidak mengikutsertakan nama Jimbung dalam spanduk Sawalan.

Skip to content