Himmah Online – Pada 16 April 1907 di Desa Gading, Kecamatan Playen, Gunung Kidul, lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Dalhar. Lahir dari pasangan Mudzakkir dan Siti Khadijah, menuju dewasa Dalhar lebih dikenal dengan nama Abdul Kahar Muzakkir. Ia kemudian banyak bergerak di bidang politik dan pendidikan.
Pak Kahar, sapaan akrabnya, tumbuh dan menghabiskan masa kecil hingga remaja di Kotagede, Yogyakarta.
Ia merupakan keturunan orang-orang yang faqih dalam Islam. Sehingga pendidikan masa kecilnya dienyam dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain.
Tertuang dalam naskah berjudul “Mengenang Seorang Pejuang Bangsa Almarhum Prof. KH. A. Kahar Muzakkir” yang terbit dalam Majalah MUHIBBAH No. 07/Thn. IX/1975, mula-mula Pak Kahar disekolahkan di SD Muhammadiyah Selokraman, Kotagede. Setelah tamat beliau pindah ke Pondok Pesantren Gading dan Pondok Krapyak.
Dari Pondok Krapyak, beliau melanjutkan dan menjadi santri Pondok Jamsaren Surakarta di bawah asuhan K.H. Muhammad Idrus di samping menjadi siswa di Madrasah Mamba’ul ‘Ulum di kota yang sama.
Di tahun 1925 hingga 1937, Pak Kahar menuntut ilmu di Kairo, Mesir. Sekembalinya dari Mesir, ia mulai aktif di Muhammadiyah dan terlibat dalam usaha perjuangan kemerdekaan melalui jalur politik.
Menurut Achmad Charris Zubair, budayawan sekaligus kerabat dekat Pak Kahar, Pak Kahar merupakan bagian penting dalam bidang pendidikan di Muhammadiyah. Beliau dikenal sebagai sosok yang sederhana, tetapi visinya jauh melampaui zaman.
Melansir laman Republika, Pak Kahar merupakan salah seorang pemrakarsa berdirinya Akademi Tabligh Muhammadiyah Yogyakarta, cikal bakal Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Ia juga menyampaikan gagasan tentang pentingnya perguruan tinggi bagi kaum perempuan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 di Jakarta. Ide tersebut akhirnya tertuang dengan berdirinya Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta.
Jauh sebelum itu, sepak terjang Pak Kahar dalam dunia pendidikan juga terlihat dalam keterlibatan langsung menggagas berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI) di Indonesia pada tahun 1945 silam yang kemudian berubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII).
Berawal dari Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), yang kemudian menjadi embrio Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), mereka mempunyai gagasan untuk mendirikan STI, yang kala itu tidak hanya Pak Kahar, tetapi juga Moh. Hatta dan Kasmat Bahuwinangun yang memotori pendiriannya.
Kebutuhan akan sekolah tinggi agama menjadi sangat penting. Sebab di masa pemerintah Hindia Belanda, sekolah tinggi yang paling popular adalah sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) dan sekolah teknik Technische Hoogeschool te Bandoeng yang kini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB).
Berangkat dari hal itu, didirikanlah STI pada tanggal 8 Juli 1945. Pak Kahar didapuk sebagai rektor pertama.
Disebutkan dalam artikel “Rektor UII dari Masa ke Masa” dalam laman UII, Pak Kahar menjabat sebagai rektor selama dua periode, yaitu 1945-1948 (pada masa STI) dan 1948-1960 (pada masa UII). Beliau tercatat sebagai rektor yang paling lama menjabat, yaitu selama 15 tahun.
Selain sebagai penggagas berdirinya UII, Pak Kahar juga merupakan tokoh yang berjuang dalam mengembangkan dan memajukan institusi yang dipimpinnya tersebut.
Sejak awal UII dibentuk, mahasiswa UII sudah berasal dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Pak Kahar selalu jadi marketing yang canggih bagi UII dengan tugasnya berkeliling ke seluruh Indonesia.
Dalam perilisan film dokumenter tentang KH. Abdul Kahar Mudzakkir, Jauharoh Abdul Kahar selaku putri Pak Kahar sekaligus salah satu mahasiswa di awal perintisan UII, bercerita bahwa saat itu ia ikut merasakan prihatin terhadap kondisi UII. Tetapi dari keprihatinan dengan keadaan yang masih terbatas itu justru menciptakan suasana kekeluargaan.
Nama Abdul Kahar Muzakkir tidak bisa dilupakan oleh generasi penerus UII. Warisan epistemologinya, keulamaannya, dan keteladanan beliau di dalam mengemban amanah besar yang mencerdaskan bangsa ini patut untuk ditiru dan diteladani.
Menurut M. Muslich K S, budayawan muslim sekaligus dosen senior UII, Pak Kahar termasuk sosok jalma pinilih, atau manusia yang dipilih oleh Allah untuk mengantar peradaban Islam di Indonesia. Khususnya di UII Yogyakarta dan umat Islam pada umumnya.
Reporter: Magang Himmah/Ayu Dyah Chaerani
Editor: Nisa Widi Astuti