Bill Kovach dan Tom Rosentiel pada tahun 2010 membuat sebuah buku yang menjadi revisi dari buku sebelumnya yakni Sembilan Elemen Jurnalisme, dan menambahkan elemen ke sepuluhnya yaitu hak dan tanggung jawab warga. Buku yang diberi judul Blur tersebut menjelaskan bagaimana mengetahui kebenaran di era banjir informasi dan menjelaskan bagaimana peran warga dalam jurnalisme untuk mendapatkan kebenaran.
Berangkat dari permasalahan banjirnya informasi yang disebabkan karena informasi saat ini tidak hanya disuguhkan oleh media konvensional seperti koran, majalah, radio, dan televisi. Muncul pula jurnalisme baru yang mampu menggeser jurnalisme lama. Dengan karakter yang serba cepat dalam memberikan informasi, apakah kebenaran masih memiliki arti? Dalam buku ini dijelaskan bahwa kebanyakan media hanya berspekulasi tanpa adanya verifikasi. Lantas bagaimana pula konsumen berita dan warga memandang kebenarannya?
Himmah mencoba mendiskusikan hal tersebut melalui Himmah Berbicara dengan mengacu pada buku Blur. Konteks yang dibicarakan dalam diskusi tersebut menyangkut permasalahan yang ada di media saat ini. Diskusi ini diadakan pada tanggal 4 Oktober 2015 dan diawali penjelasan dari pemantik yakni Rabiatul Adawiyah, salah satu staf Redaksi Himmah yang mencoba mengejawantahkan isi dari buku Blur tersebut. Menurutnya dalam buku tersebut Bill Kovach dan Tom Rosentiel menawarkan cara agar masyarakat memiliki keterampilan dalam memilih berita untuk mereka sendiri. “Buku ini memandang bahwa masyarakat harus bisa memandang konten dari berita itu sendiri, dan menyaring kebenarannya,” ungkap Rabiatul.
Pemantik juga menjelaskan bahwa dalam buku Blur ini Bill Kovach dan Tom Rosentiel membagi jurnalisme kedalam empat jenis, antara lain: Jurnalisme verifikasi yaitu model tradisional yang lebih mengutamakan pada akurasi dan konteks, yang kedua jurnalisme pernyataan yang menitikberatkan pada kecepatan dan volume, yang ketiga jurnalisme pengukuhan yang terkesan sebagai media politik yang mengutamakan loyalitas, dan yang terakhir jurnalisme kepentingan, dan biasanya jurnalisme ini hadir untuk mendukung kepentingan pemodal.
Menanggapi penjelasan dari pemantik, Arieo Prakoso Staf Pengembangan Sumber Daya Manusia Himmah beranggapan bahwa untuk memahami permasalahan yang terjadi pada media saat ini, maka harus ada perspektif yang sama terkait jurnalisme. “Kita harus punya perspektif sama dulu terkait apa itu jurnalisme? dan kenapa jurnalisme ada? Juga untuk siapa jurnalisme ada?”
Salah satu peserta diskusi Kholid Anwar selaku Pemimpin Umum Himmah mencoba memberikan pandangannya terkait pertanyaan Arieo dan pandangannya terkait permasalahan jurnalisme saat ini. Kholid menjelaskan bahwa jurnalisme yang awal lahirnya sebagai catatan keseharian, papan informasi dan mengabarkan, seiring berjalannya waktu, informasi yang dikabarkan itu mulai dikendalikan, contohnya pada era orde baru, yang seharusnya warga bisa mendapatkan berita yang sesuai kebenaran, malah warga tidak mendapatkannya. Faktornya banyak, salah satunya media hanya melihat dari sebagian saja informasi yang harusnya warga dapatkan.
Pemantik memberi tanggapan terkait permasalahan yang terjadi pada jurnalisme saat ini. “Dulu media hanya muncul dari wartawannya saja, dan sekarang permasalahannya informasi bisa didapatkan dari berbagai media,” ungkap Rabiatul. Wartawan tidak mampu menyaring informasi secara maksimal. Rabiatul menambahkan bahwa, “Selain harus berfikir skeptis masyarakat juga harus menjadi editor, tapi bukan berarti menghilangkan peran editor pada seorang jurnalis.”
Revangga Twin T. salah satu peserta diskusi memberi tanggapan terkait buku Blur tersebut. “Buku Blur ini merupakan jawaban dari permasalahan yang terjadi saat ini, dan Blur mencoba memberikan rumusannya, tinggal kita sendiri yang harus menyikapinya lebih lanjut,” papar Angga. Namun Angga menyayangkan bahwa tidak semua orang tahu tentang buku ini.
Nurcholis Ainul R. T., Staf Jaringan Kerja Himmah, berpandangan bahwa sebenarnya di era banjir informasi ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat saja, tapi media juga sebenarnya bertanggung jawab. Namun di era sekarang ini media itu cenderung libertarian, dimana media hanya berpihak pada pemodal atau pada uang. Permasalahan ini adalah konsekuensi dari sistem kewarganegaraan liberal. “Literasi media sebagai awal, untuk memahami saja, dan selanjutnya masyarakat harus sadar haknya sebagai warga negara dan kewajibannya sebagai warga negara,” tambah Cholis.
Menanggapi Cholis, Fahmi A. B., Staf Redaksi Himmah, beranggapan bahwa, “Jika literasi media menjadi bagian dari solusi agar masyarakat dapat mengerti akan permasalahan media saat ini, maka siapa yang harus berperan untuk memberikan literasi media?” Fahmi beranggapan bahwa tidak bisa hanya mengharapkan masyarakat sadar dengan sendirinya, tapi harus ada juga peran dari pihak lain, baik itu medianya sendiri maupun pemerintah.
Di akhir diskusi, pemantik memberikan ulasan bahwa permasalahan yang ada pada media saat ini sangat kompleks, mulai dari media yang hanya mengandalkan kecepatan berita tanpa mementingkan verifikasi kebenaran berita, media yang hanya mementingkan keberpihakannya pada pemodal, dan mulai banjirnya informasi yang mana masyarakat sendiri harus bisa menyaringnya untuk mendapatkan kebenaran.