Himmah Online – Sejak 5 November 2020, Gunung Merapi ditetapkan statusnya oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menjadi level 3 atau siaga. Melansir dari siaran TvOne di kanal YouTube-nya pada Kamis (10/10) lalu, lahar merah Gunung Merapi masih terlihat jelas.
Berawal dari kunjungan awak Himmah menemui Boy T Harjanto, seorang fotografer sekaligus pemantau Gunung Merapi pada Selasa (10/9), di Pos Pantau Merapi, Desa Turgo, Kecamatan Turi, yang hanya berjarak enam kilometer dari Gunung Merapi. Memantik awak Himmah untuk memotret lebih jelas aktivitas Gunung Merapi.
Boy menyampaikan, meskipun Gunung Merapi statusnya sudah menjadi siaga, masyarakat di sekitar Gunung Merapi masih beraktivitas seperti biasanya, salah satunya adalah menambang pasir di area sungai lahar dingin Gunung Merapi.
Jumat pagi (18/10), awak Himmah bertolak ke area pertambangan pasir di desa Turgo. Di sana awak Himmah menemui beberapa warga lokal yang sedang beraktivitas. Salah satunya adalah Bayu (25), seorang pemuda warga lokal yang bertugas menjaga pintu masuk dan pintu keluar shelter.
Menambang pasir termasuk salah satu mata pencaharian masyarakat Turgo, selain beternak dan berkebun. Hal tersebut yang menjadikan masyarakat masih aktif menambang pasir walaupun status Gunung Merapi siaga.
Menurut Bayu, jarak area tambang dengan Gunung Merapi berada pada jarak aman. “Mau nggak mau (menambang) ya mas, kan ini masih radius aman,” ucap Bayu kepada awak Himmah.
Bayu menambahkan, warga yang akan menambang berdatangan saat portal dibuka pada pukul 06:30 pagi. Lalu, portal akan ditutup saat truk pengangkut pasir terakhir telah pergi.
Sebagai penjaga shelter, Bayu bertugas untuk memperingatkan warga penambang pasir untuk segera berhenti dan menyelamatkan diri jika ada peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Menurutnya, selama ini warga selalu mengikuti arahannya.
“Ga, ga ada (yang menolak arahan) mas,” jelas Bayu.
Warga lokal lainnya yang kami temui adalah Pak Mujimin dan Bu Sumiyem. Mereka berprofesi sebagai penambang pasir sejak lima tahun lalu. Mujimin menyebutkan penambangan pasir hanya diperuntukkan warga lokal dengan alat manual dan tidak diizinkan bagi perusahaan yang membawa alat berat. Perusahaan hanya diberikan akses untuk mengirimkan truk-truk pengangkut pasir.
“Pegawai lak niku pun wonten bayare nek mboten, sing tiyang masyarakat lah nggeh mboten saged kados gaji, (red- pegawai seperti itu sudah dapat bayaran, sedangkan masyarakat tidak bisa mendapatkan gaji)” tutur Mujimin.
Bayu menyebut setidaknya warga akan mendapatkan biaya upah sekitar 50 ribu – 100 ribu sesuai dengan volume dan jumlah truk yang diisi. Dan umumnya, satu truk akan dipenuhi empat sampai lima orang.
Mujimin menyampaikan perizinan penambangan pasir dipegang oleh warga lokal dan selama ini, menurutnya belum ada perusahaan yang diizinkan. “Mangke masyarakat nggih mboten entuk nopo nopo, nanti masyarakat ajeng makarya ten pundi ngoten niku, (red-nanti masyarakat ya tidak dapat apa-apa, nanti masyarakat akan kerja di mana kalau seperti itu)” jelas Mujimin.
Selama ini, terkait informasi, sosialisasi aktivitas dan status Gunung Merapi disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan disiarkan ke warga. Tetapi, Mujimin sebagai penambang pasir tidak hanya mengetahui status Gunung Merapi dari BMKG saja, ia juga mengetahui aktivitas Gunung Merapi dari pengamatannya sendiri dengan melihat aktivitas Gunung Merapi.
“Pun saben dinten (menambang) ngoten niku, jadine mpun ngerti gerak-gerik e Merapi, (red-sudah setiap hari seperti itu, jadinya sudah tahu gerak-geriknya Gunung Merapi)” ujar Mujimin.
Reporter: Himmah/Subulu Salam, Queena Chandra, Agil Hafiz, Abraham Kindi, Muhammad Fazil Habibi Ardiansyah, Staf Himmah/Fauzan Febrivo Azonde
Editor: Abraham Kindi