Kronik Sulung dan Puisi Lainnya

Kronik Sulung

Betapa lelah mengharapkan notifikasi cinta dari tanganmu, ibu

Seperti jerit hidung bebunga yang merindukan surya di bawah emperan toko

Desahku partikel suara yang selalu tertahan di depan pintu telingamu. 

Malam mengental sekian purnama di akar kepala

Dan kesunyian yang selalu terasa lebih hangat dari percakapan di meja makan, mendatangiku, menyeka zygot hujan yang memetir di semenanjung bulu mata. 

Ketika itu terjadi ibu, catatan panjang dengki pada si bungsu merubahku menjadi ladang perdu, yang sedia membara jadi jerebu, sementara makhluk-makhluk bermuka asu yang bersemayam dalam diri akan menjadi tangan-tangan angin yang ingin terus meniupinya. 

Tapi selalu saja ibu, aku tumbuh sebagai beton yang merutuki kesabaran yang tertempa hebat dalam kerangkanya. Aku tumbuh sebagai tiang tertinggi menara yang menjadikan ketabahan sebagai suratannya. 

Ibu, betapa sukar mengharapkan sms kasih darimu. 

Sumenep, 2024

Kulacino

Seperti kulacino

Setiap yang tiba

Pasti akan membekas

Walau sekejap saja

Sumenep, 2024

Sua

Matamu palung dalam

Yang menenggelamkan kerinduanku

Sumenep, 2024

Jalan Maju

Air mengalir

Tak pernah kembali

Ke rahim kelahirannya

Sumenep, 2024

Pigura

Sebuah peristiwa

Dalam sebuah pigura

Mengentalkan luka

Pada hari setelahnya

Sumenep, 2024

Baca juga

Terbaru

Skip to content