HIMMAH ONLINE, Kampus Terpadu– “Sebenarnya Abdul Kahar bisa menduduki jabatan politik. Tetapi dia tidak mau. Dia mengabdikan diri untuk mendirikan dan mengembangkan sebuah Universitas Islam (Indonesia),” kata Mitsuo Nakamura dalam Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin.
KH. Abdul Kahar Mudzakkir merupakan rektor magnificus Sekolah Tinggi Islam (STI) sejak pertama didirikan pada Ahad, 27 Rajab 1364 H atau 8 Juli 1945 M sekaligus rektor terlama dengan masa kepemimpinan 15 Tahun. Kahar Mudzakkir menjadi salah satu saksi masa-masa perintisan, proses pendirian dan perkembangan awal kampus Islam swasta tertua di Indonesia ini.
Kahar Mudzakkir merupakan salah satu perwakilan dari Departemen Agama (Gunseikanbu Syunobu) dalam Panitia Perencana Pendirian STI bersama organisasi Islam yang tergabung dalam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Organisasi yang tergabung dalam Masyumi diantaranya Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam (PUI), dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII).
Saat itu Kahar Mudzakkir juga tengah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan panitia 9 yang merumuskan Pancasila. Saat pertama kali dibuka pendaftaran calon pelajar, Kahar Mudzakkir juga menjadi ketua tim penguji untuk menyelekasi calon pelajar STI.
Peresmian STI berubah menjadi UII bertepatan dengan Dies Natalis UII yang ketiga pada Sabtu, 27 Rajab 1367 H atau 5 Juni 1948. Milad UII selalu dihitung berdasarkan penanggalan hijriyah sampai sekarang. Perkuliahan dijalankan kurang lancar hanya sampai pertengahan Desember 1948, karena pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi militer ke Yogyakarta yang waktu itu masih dipertahankan sebagai Ibukota Republik Indonesia.
Pada buku Sejarah & Dinamika Universitas Islam Indonesia dijelaskan akibat dari penyerbuan itu UII terpaksa ditutup untuk sementara. Para mahasiswa, pengurus, dan guru besar ikut bergabung dalam angkatan perang sabil di bawah pimpinan para ulama untuk melakukan perang gerilya melawan agresi Belanda.
Kahar Mudzakkir sempat mengadakan upacara Dies Natalis UII keempat pada Rabu, 27 Rajab 1368 H atau 25 Mei 1949 sebagai pertanda bahwa UII masih tetap ada meskipun ditutup untuk sementara. Setelah keadaan mulai aman dan perang mulai mereda, para pengurus UII berkumpul kembali untuk meneruskan kelangsungan UII. Satu hal yang disayangkan adalah akibat dari peperangan tersebut, banyak harta millik UII yang musnah, terutama dokumen-dokumen penting, termasuk diantaranya naskah pidato pembukaan UII.
Pasca agresi merupakan masa terberat yang dilalui UII. Jumlah mahasiswa tidak lebih dari 100 orang, sedangkan jumlah dosen dan karyawan kurang lebih 40 orang. Sumbangan mahasiswa (SPP) tidak mencukupi pembiayaan universitas.
STI/UII memiliki empat fakultas. Ruang kuliah untuk Fakultas Pendidikan dan Fakultas Agama sejak tahun 1946-1949 di Pendopo Purubayan di Jalan Ngasem Yogyakarta. Sedangkan Fakultas Hukum dan Ekonomi di Sekolah Missie Setyodiningratan (sekolah milik Kristen).
Tahun selanjutnya perkuliahan dilaksanakan secara berpindah-pindah. Terkadang perkuliahan dilakukan di Masjid Syuhada, Terban Taman (sekarang Jalan Cik Ci Tiro), juga di rumah-rumah dosen seperti rumah Hannad Noor (Kauman), di rumah Notosusanto (Jalan Taman Siswa), dan AG Pringgodigdo (Jetis).
Ujian dilaksanakan di rumah-rumah dosen. Misalnya di rumah Kahar Mudzakkir atau di atas kereta api yang sering dilakukan Kasman Singodimedjo. Para mahasiswa ikut naik kerata api bersama Kasman sampai Wates, setelah ujian selesai mereka kembali ke Yogyakarta. ada juga dosen yang menguji mahasiswa sambil bersama-sama naik sepeda dari Terban Taman ke Masjid Syuhada.
Masa-masa sulit itu datang lagi. Pada tahun 1950 Fakultas Agama diambil alih oleh Departemen Agama dan di tahun selanjutnya Fakultas Pendidikan dibekukan dan diambil alih oleh Universitas Gadjah Mada. Usaha yang dilakukan dalam mengantisipasi hal tersebut diantaranya penggabungan UII dengan Perguraun Tinggi Islam Indonesia (PTII) Surakarta dan pembentukan Badan Wakaf UII sebagai badan hukum.
Dalam bidang akademik, Kahar Mudzakkir mempertahankan tingkat pendahuluan yang diperuntukkan sebelum menjadi mahasiswa UII, penetapan kantor sekretariat, perintisan perpustakaan dan merekrut dosen-dosen juga guru besar yang berkualitas. Salah satu guru besar yang didatangi dan diminta untuk mengajar di UII adalah Sumitro Djojohadikusumo, tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan merupakan bapak dari Prabowo Subianto.
Awalnya Sumitro menolak karena ia merupakan seorang Nasrani. Kahar Mudzakkir tidak mempersoalkan agama, tapi ilmu yang diminta, akhirnya Sumitro menerima permintaan tersebut. Selain Sumitro, Kahar Mudzakkir juga merekrut Njoo Honh Hwie, seorang Cina yang beragama Hindu untuk mengajar di UII.
Kahar Mudzakkir digantikan Kasmat Bahuwinangun sebagai rektor UII pada tahun 1960. Kasmat yang sebelumnya menjadi dekan Fakultas Hukum digantikan oleh Kahar Mudzakkir. Salah satu peran Kahar Mudzakkir saat menjadi Dekan Fakultas Hukum ialah memperoleh status disamakan dengan Fakultas Hukum Negeri untuk tingkat sarjana.
Kahar Mudzakkir dan Mahasiswa
Kahar Mudzakkir menyambut baik pendirian Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ditetapkan oleh Lafran Pane—tokoh yang lebih dulu ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 9 November 2017 kemarin—bersama 20 orang mahasiswa STI di Jalan Setyodiningratan pada 5 Februari 1947. Kahar juga memberikan bantuan finansial setiap bulannya sebesar 25 rupiah untuk kelangsungan hidup organisasi tersebut.
Tahun 1960-1970an belum ada kewajiban berjilbab bagi mahasiswa UII. Jika seorang mahasiswi peserta ujian mengenakan rok mini dan kelihatan pahanya, Kahar akan membagikan lembar dobel folio tambahan. Satu lembar untuk menjawab soal, satu lembar yang lain untuk menutupi paha si mahasiswi. “Itu cerita abadi di kalangan mahasiswa lama UII, khususnya Fakultas Hukum,” kenang Muh Sodiq, putra kedua Kahar yang dikutip dalam buku Prof KH Abdul Kahar Mudzakkir: Mutiara Nusantara dari Yogyakarta.
Sikap tesebut ialah salah satu pengejawantahan dari gaya hidup amar ma’ruf nahyi munkar Kahar Mudzakkir. Tak hanya itu, Kahar Mudzakkir juga sering melakukan dakwahnya ke tukang becak yang sedang main judi.
Kahar Mudzakkir merupakan sosok yang gemar bersilaturahmi dan menjamu hampir setiap tamu yang hadir di rumahnya yang sederhana di Kotagede. Kahar Mudzakkir sering berhubungan dengan orang dan tokoh-tokoh penting dengan modus atau perantaraan buku. “Katakan dengan buku,” bergitu mungkin kredonya. Sehingga Kahar sering juga mendapat maupun memberi buku.
Misalnya ia menerima kiriman buku dari penerbit buku Islam Al-Maarif Bandung berupa tiga eksemplar buku Terjemahan Injil Barnabas karya Ustadz Husein Abu Bakar dan Abu Bakar Basjmeleh. Kiriman buku lain datang dari BJ Boland, Indonesianis asal Belanda tentang disertasinya The Struggle id Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1977).
Orang dekat yang pernah menerima hadiah buku dari Kahar Mudzakkir adalah muridnya sendiri di Fakultas Hukum UII, Muhammad Amir yang sejak lulus pada 1970 menjadi dosen di almamater yang sama. “Sampai sekarang saya masih ingat kitab yang beliau hadiahkan kepada saya, yaitu tafsir politik Fi Dhilalil Qur’an dan Asysyasatus Syari’yah,” kenang Amir.
“Mahasiswa (FH UII) sering diundang ke rumahnya di Kotagede, bahkan menginap di rumah beliau. Lalu disediakan buku-buku ilmiah berbahasa Arab dan Inggris. Beliau bimbing dan arahkan. Lalu mahasiswa diminta membuat summary. Jika akan dibawa pulang. Beliau sering memberi pinjaman kitab, khususnya bahasa Arab. Beliau bahas dengan tertib dan mudah diikuti,” kata Amir yang dikutip dalam buku Prof KH Abdul Kahar Mudzakkir: Mutiara Nusantara dari Yogyakarta.
Sosok yang lebih senang bersepeda atau menggunakan andong untuk mengajar meskipun telah dibelikan skuter oleh salah satu muridnya berkhidmat mengajar di UII sampai hari wafatnya pada tanggal 2 Desember 1973. Namanya diabadikan sebagai jalan di depan kantor pusat Yayasan Badan Wakaf UII dan nama Auditorium Utama di Kampus Terpadu UII.
Pembuatan buku Prof KH Abdul Kahar Mudzakkir: Mutiara Nusantara dari Yogyakarta merupakan sayembara yang diadakan oleh Yayasan Badan Wakaf UII. Pada prolognya disebutkan bahwa sedikit sekali literatur yang memuat tentang sosok satu ini. Di sampul belakang buku ini dimuat pesan terakhir Kahar Mudzakkir sebelum wafat: “Aku titip UII, tolong dijaga dan dikembangkan.”