Ada beberapa persamaan yang dimiliki buku “Kambing Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh” karya Raditya Dika dan buku “Notes From Qatar” (NFQ) karya Muhammad Assad. Pertama, kedua buku tersebut sama-sama berangkat dari tulisan di blog. Kedua, usia penulisnya tergolong muda. Dika adalah pemuda kelahiran tahun 1984, sementara Assad kelahiran 1987. Ketiga, bahasa penulisan mereka ringan, tidak menggurui, dan mudah dicerna isinya. Keempat, kedua buku sama-sama digemari pembacanya dengan mengalami cetak ulang dalam waktu relatif singkat. Namun demikian, terdapat perbedaan gaya penulisan pada kedua buku tersebut. Jika Dika menggunakan nama binatang dan unsur humoris sebagai ciri khas, Assad menggunakan pendekatan Al-Qur’an dan Hadits. Assad mengajak pembacanya untuk berpikir, bahwa Islam tidak sebatas di masjid atau di sekolah, tetapi sebagai petunjuk lengkap yang mengatur aspek kehidupan manusia.
Buku NFQ karya Assad bercerita tentang pengalaman pribadi dan catatan-catatan penulis selama menempuh studi S2, Master of Islamic Finance di Qatar Faculty of Islamic Studies (QFIS), Doha. QFIS merupakan anak organisasi Qatar Foundation yang diketuai langsung oleh istri Emir Qatar. Kisah dimulai dari kiat penulis dalam berburu beasiswa dengan mengandalkan 3P, yaitu positive (berpikir positif), persistence (pantang menyerah), dan pray (berdoa kepada Yang Maha Kuasa). Setelah melalui sejumlah opsi, penulis diterima di QFIS dengan memperoleh full scholarship dari Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani. Uniknya, penulis sempat menolak sebuah perguruan tinggi di Singapore yang jelas-jelas menerimanya. Tiket penerbangan Jakarta-Singapore pun sudah dikirimkan oleh perguruan tinggi itu!
Kisah berlanjut ke pengalaman yang membuat jiwa siapa yang beriman menjadi tergetar. Sebuah pengalaman berharga akibat dahsyatnya sedekah. Penulis menonton pertandingan sepak bola antara Brazil dan Inggris dari kursi VVIP di Khalifa Stadium sebagai ganjaran 10 kali lipat lebih dari sedekahnya. Subhaanallah. Pada kisah-kisah berikutnya, penulis kembali membuktikan bahwa janji Allah dalam kitab-Nya benar-benar nyata ketika ia mendapat kursi business class dalam penerbangan Qatar-Indonesia (PP). Nominalnya merupakan ganjaran 100 kali lipat dari nilai sedekahnya! “Inilah yang saya sebut benar-benar bersedekah, yaitu di saat kita berat untuk mengeluarkan uangnya,” tulis Assad.
Kedua kisah di atas hanyalah sedikit bagian dari 28 tulisan. Masih ada tulisan-tulisan lain yang mampu membangkitkan semangat juang, khususnya bagi generasi muda. Ada tulisan tentang entrepreneur, memelihara anjing, tato, nikah muda, hukum karma, menghormati pembantu, judi, rokok, tiga kata sederhana namun berarti besar, menjadi generasi pembelajar, memaknai sukses, dan lain sebagainya. Semua dilengkapi ayat-ayat Al-Qur’an dan potongan-potongan Hadits sebagai penegas betapa universalnya Islam. Buku NFQ adalah buku bergenre motivasi yang membawa energi positif. Sejumlah testimoni tokoh negeri dan para artis ikut memberi apresiasi, di antaranya dari Jusuf Kalla, Sandiaga Uno, Ary Ginanjar Agustian, Alyssa Soebandono, dan juga Raditya Dika. Bahkan istri Emir Qatar, Sheikha Moza bint Nasser Al-Missned selaku First Lady of Qatar sekaligus Ketua Qatar Foundation berkenan menuliskan pengantarnya.
Hanya saja, konten buku ini memiliki porsi yang kurang seimbang. Porsi yang dimaksud adalah porsi catatan yang lebih banyak dibandingkan porsi pengalaman. Selain mahasiswa S2 di QFIS, Assad dikenal pula sebagai Kontributor tvone untuk wilayah Timur Tengah. Namun tidak satu pun tulisan yang menyinggung pengalaman Assad selama menjadi jurnalis. Padahal, ini bisa menjadi wawasan tersendiri bagi pembaca. Misalnya, bagaimana mengatur waktu antara studi dan profesi, atau kisah-kisah seputar kehidupan masyarakat Timur Tengah yang masuk dalam kegiatan peliputan.
Akan tetapi, buku ini sangat direkomendasikan bagi setiap orang yang ingin maju, khususnya kaum muda. Sebab apabila mengetahui kondisi Indonesia saat ini, tampak jelas bahwa Ibu Pertiwi butuh sosok “Assad-Assad” lain. Sosok penerus, pengganti, dan pembaharu, yang akan membawa Indonesia menuju hari esok. “There is no growth in comfort zone and there is no comfort in growth zone, we must leave comfort zone to grow”. (Ahmad Satria Budiman)