Harga Atribut Pesta Mahalkah?

penjualan atribut pesta UII

kamis (30/8) sepanjang boulevard Universitas Islam Indonesia dipenuhi oleh pedagang atribut pesta.walau mendapat larang dari pihak kampus untuk tidak berjualan di sepanjang boulevard

Himbauan harga yang wajar untuk atribut Pesta sudah bergulir, pada eksekusinya variasi harga atribut beredar bebas.

Oleh: Raras Indah Fitriana

 Kampus Terpadu, Kobar

Keberadaan stan atribut dalam hajatan sebesar  Pesona Ta’aruf Universitas Islam Indonesia (Pesta UII) adalah bukanlah hal baru. Tidak sedikit maba-miba yang memanfaatkan keberadaan stan atribut untuk meringankan segala kebutuhannya.

Harga yang ditawarkan oleh stan atribut yang berdiri di boulevard UII pun bervariasi. Namun diantaranya menjual dengan harga yang beda tipis, dengan ketentuan isi yang sama. Ketentuan itu sesuai dengan permintaan panitia Pesta. Tidak hanya atribut, barang bawaan lainnya yang dibutuhkan berupa beras, bee jelly, pensil dan buku.

Terkait harga penjualan atribut oleh stan-stan yang berdiri di sepanjang boulevard. Bachnas yang juga sebagai Wakil Rektor III menjelaskan, bahwa sebelum Pesta bergulir ia pernah memberikan himbauan kepada kelembagaan mahasiswa. Himbauan yang disampaikannya, lebih  menitikberatkan tidak hanya pada penertiban stan. Namun juga mengantisipasi eksploitasi penjualan atribut dengan harga tinggi. “Kalau orang mau mencari nafkah, silahkanlah, tetapi jangan sampai memanfaatkan kondisi ini terhadap mahasiswa baru,” tutur Bachnas.

Bachnas juga menambahkan, bahwa mahasiswa baru tidak tahu dengan kondisi dan situasi (kampus-red), sehingga jangan sampai harga yang diberikan menjadi dilipatgandakan dari harga sebenarnya. Jika harga yang dijajakan naik sedikit dari harga sebenarnya, ia bisa memaklumi karena memang merupakan hal yang logis bagi para pedagang.

Menyoal himbauan dari Wakil Rektor III kepada lembaga mahasiswa dibenarkan oleh M. Shadily Rumalutur selaku ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII). Mahasiswa Ilmu Hukum Islam angkatan 2009 ini mengatakan, bahwa  melalui kelembagaan mahasiswa Bachnas telah mengingatkan sebelumnya agar, tidak ada penjualan atribut dengan harga yang tinggi. “Pesan Pak Bachnas adalah tidak ada bilang penjualan itu tidak boleh, ‘tidak’. Jangan sampai ada eksploitasi aja,“ tandas Shadily.

Himbauan tersebut ditindaklanjuti serius oleh Shadily dengan menegur mahasiswa jurusan agar tidak memberi harga atribut dengan nominal yang tinggi.

Demi meminimalisir Mahasiswa Baru-Mahasiswi Baru (Maba-Miba) membeli atribut di stan. Shadily berinisiatif dengan memberikan masukan pada mahasiswa baru untuk membuat atribut sendiri. Ini dilakukan pada saat di sela-sela kuliah perdana. Menurutnya, membuat atribut sendiri lebih untung  daripada membeli.

Hal tersebut selaras dengan apa yang dikatakan oleh Emil Anshori selaku Ketua Steering Commitee (SC) Pesta 2012. Untuk menanggulangi adanya perdagangan atribut, sebelumnya ia ingin membuat regulasinya, tetapi kendala yang dihadapi adalah waktu. “Masih banyak yang harus kita pikirkan lagi, yang lebih penting dari itu. Jika kemarin persiapannya sebelum lebaran, Insya Allah kita bisa membuat regulasi itu,“ ujar Emil. Untuk meminimalisir para mahasiswa baru yang lebih memilih membeli atribut, Emil telah menghimbau kepada mereka (mahasiswa baru-red) dengan cara menunjukkan bahwa cocard yang dibuat tidaklah mahal.

Salah satu penjual atribut, Fitri W. L., menjabarkan patokan harga yang ditawarkan kepada maba-miba. Untuk dua hari pelaksanaan Pesta ia  dan teman-teman seprofesinya sebagai penjual stan menawarkan harga sebesar 60 ribu rupiah. “Untungnya dua kali lipat lah,” ungkap Fitri. Ia juga menuturkan bahwa sebelumnya telah ada peringatan dari pihak atas (rektorat- LEM-red)  untuk tidak melambungkan harga atribut terlalu tinggi.

Lagi, penjual atribut dari kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi bernama Radinansyah. Ia Mematok harga sebesar 60 ribu rupiah sampai 100 ribu rupiah. Dengan spesifikasi harga 60 ribu rupiah untuk paket satu hari, sedangkan harga 100 ribu rupiah untuk paket dua hari. Itu pun bisa dinego. Ditanya mengenai mahal tidaknya harga yang dipasang, ia mengatakan, “Menurut saya ya karena ini event sekali setahun, nggak terlalu tinggi lah ya. apalagi ini bikinnya begadang,” ungkapnya.

Ditemui di stan lainnya, Rio Andryawan, mengungkapkan bahwa motivasi dirinya menjual atribut adalah untuk tambahan dana acara Malam Keakraban (Makrab) yang diselenggarakan mahasiswa jurusan. Harga yang dipatok pun atas hasil musyawarah bersama. “Kalau untuk Pesta dan Pekta, dijual 200 ribu rupiah, sedangkan untuk Pesta sendiri dijual 90 ribu rupiah,” ujar mahasiswa Jurusan Arsitektur  angkatan 2011 ini.

Tidak hanya mahasiswa saja yang membuka stan atribut. Masyarakat sekitar pun turut meramaikannya. Sunarti adalah salah satu warga yang terlibat membuka stan atribut. Motivasinya berjualan di dalam kampus UII adalah untuk sekadar mencari rezeki. Harga yang ditawarkan pun cukup fleksibel. Ditanya apakah ada pihak kampus yang menegurnya, ia mengaku tidak ada, bahkan dari pertama kali ia melakoni jual musimannya di kampus UII.

Aprilia Afiliah Putri adalah salah satu mahasiswi baru Jurusan Psikologi yang membeli atribut Pesta. Alasan mengapa mahasiswi baru asal Cirebon ini membeli atribut adalah faktor kerepotan.

Mahasiswi baru asal Kediri bernama Aprilia Sulistyaningrum. Lebih memilih membeli atribut. Alasan mahasiswi Jurusan Teknik Kimia ini disebabkan karena tidak adanya waktu untuk membuat atribut. “Bingung gitu lo. Caranya terlalu ribet, harus ngukur. Waktunya juga nguras tenaga,” keluhnya. Ditanya mengenai harga, ia menjawab harga yang dipatok oleh pedagang atribut untuk ukuran mahasiswa bisa dikatakan mahal.

Lain halnya dengan Wisnu Prabowo. Mahasiswa baru Jurusan Akutansi ini lebih memilih untuk membuat sendiri. “Pengen usaha sendiri, sih. Bahannya cuma dari kertas, kardus, sama tali rafia,” tutur mahasiswa asal Magelang ini

Reportase bersama Moch. Ari Nasichudin

Podcast

Skip to content