Pesta yang sejatinya digunakan untuk mempererat persaudaraan antar mahasiswa UII, malah dinodai dengan ulah anarkis.
Oleh: Moch. Ari Nasichuddin
Kampus terpadu, Kobar
Disaat Pesona Ta’aruf (Pesta) menginjak hari kedua, terjadi insiden perkelahian antara oknum panitia dan mahasiswa yang disinyalir sebagai anggota Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Mapala Unisi). Kejadian itu terjadi di pagi hari saat Pesta menginjak hari kedua.
Evan Santoso adalah mahasiswa yang terlibat dalam perkelahian dan kebetulan ia sebagai anggota Mapala Unisi. Evan bercerita, setelah ia dan teman-teman-nya mempersiapkan perlengkapan penampilan Mapala Unisi untuk acara Pesta sore harinya, mereka beristirahat di wall climbing. Di sela istirahatnya, ia menengok sebentar, ada seorang panitia yang lewat. Panitia itu bernama Moch. Dzulyadain. Ketika dipanggil, Dzulyadain diam saja, ia malah mengangkat tangan. Evan bertanya, “kenapa kau?”. “Saya merasa tertantang mas”, jawab Dzulyadain. Setelah percakapan itu, mereka berdua berkelahi. Akhirnya perkelahian itu berhasil dilerai, dan berujung damai antara kedua belah pihak.
Dalam rangka mencari klarifikasi, Tim KOBARkobari coba menghubungi Dzulyadain. Tetapi Dzulyadain yang kami hubungi via telepon seluler pada tanggal 1 September 2012 tidak mengangkat telepon kami. Seketika itu juga kami berinisiatif menghubungi via pesan singkat guna keperluan wawancara. Dzulyadain membalasnya. Ia menuturkan, “Insya Allah bisa tapi sekarang aku lagi tidak ada di Jogja”. Akan tetapi ketika kami tanyai kapan ia bisa diwawancarai, ia menjawab “Kamu wawancarai Mapala Unisi dulu dia yang keroyok aku”. Kami pun mengatakan bahwa sudah mewawancarai pihak Mapala Unisi. Tetapi setelah itu tidak ada balasan darinya.
Akhirnya tim KOBARkobari mendapatkan penuturan Dzulyadain terkait kejadian ini. Hal ini disampaikan oleh Bachnas, Wakil Rektor III (Warek III), pada mediasi 4 September 2012 terkait kasus ini. Dzulyadain mengatakan ada beberapa orang yang sedang duduk di wall climbing. Saat itu ia berjalan, tangannya ada di dalam jas almamater. Kemudian oknum dari Mapala Unisi itu menegur, “Ey mbok tangan itu jangan dalam kantong.” Akan tetapi teguran ini menimbulkan rasa emosional bagi Dzulyadain. Teguran itu dirasa melecehkan dirinya. Ia merasa oknum tersebut tidak punya hak untuk menegurnya. Karena hanya menggunakan baju biasa, bukan baju lembaga. Akhirnya Dzulyadain dipukul oleh oknum yang kebetulan anggota Mapala Unisi. Dzulyadain sempat mengelak. Tetapi Dzulyadain juga sempat membalas memukul. Pada akhirnya kedua belah pihak berhasil dilerai dan berakhir dengan saling memaafkan.
Rendy Fitriyanda yang saat itu menjabat sebagai anggota Tim Advokasi mengaku menerima laporan Dzulyadain terkait perkelahian di dekat wall climbing. Menurut Rendy, Dzulyadain berjalan dari kantor Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas (LEM U) menuju Boulevard pada jam setengah 6 pagi. Ia tiba-tiba diberhentikan oleh orang. Hal itu karena ia memasukan tangan ke saku jas almamater. “Woy tangannya keluar!,” ucap Rendy menirukannya. Setelah tangannya keluar, entah tidak tahu mengapa Dzulyadain dipukul.
Cerita berbeda diutarakan oleh Akbar Pahlefi. Ditemui di Fakultas Hukum (FH), Akbar Pahlefi yang saat itu menjabat sebagai Koordinator Pemandu Barisan (PB) mengatakan, disaat Dzulyadain disuruh mengeluarkan tangannya ia sempat menolaknya. Ia sempat mengepak-ngepakkan tangannya. Lantas oknum Mapala Unisi melontarkan umpatan kepada Dzulyadain.
Evan Santoso juga menceritakan kejadian setelah di wall climbing. Ketika mereka selesai beristirahat, ia dan beberapa temannya yang berjumlah sekitar 7-8 orang pulang. Ketika mereka lewat di depan Kahar Muzakir, terdengar suara meneriaki mereka. Suara itu berasal dari segerombolan orang berkisar 40 orang. Setelah itu Evan mendatangi asal suara teriakan. Ia bertanya, “kenapa ?” dari situ segerombolan orang itu berdiri semua. Mulailah kejadian perkelahian. Kemudian setelah itu Evan tidak tahu apa-apa karena pingsan. Ketika sadar ia sudah berada di kost.
Teman Evan yang berjumlah sekitar 7-8 orang salah satunya adalah Sanditya Agus. Dia pun bercerita insiden di depan Kahar Muzakir itu. “Saat itu saya di (atas) motor, ketika melihat Evan, ia sudah digebuki. Dan saya tidak diam saja. Bela diri lah. Yang mukul yang make almamater biru semua. Ada sebagian dari panitia yang melerai. Terus satpam berjumlah 5 orang masuk,” tuturnya. Saat perkelahian di depan Kahar Muzakir itu berlangsung, datang Akbar Pahlevi melerai. Menurut Akbar, tidak dia dan staf PB saja yang datang melerai, Emil Anshori yang saat itu menjabat sebagai Ketua Steering Committee (SC) juga ikut memisahkan perkelahian itu. Akan tetapi ia malah ikut terpukul. Pelipisnya berdarah, membutuhkan 5 jahitan.
Akbar mengaku mencium bau minuman keras dari mulut oknum Mapala Unisi. “Mungkin teman-teman Mapala Unisi dalam keadaan mabuk, karena kebetulan saat itu saya yang memisahkan,” terang Akbar. Tetapi hal itu langsung ditanggapi oleh Sanditya Agus, “Saya rasa kejadian itu tidak berkaitan dengan alkohol,” tegasnya. Akbar juga mengatakan ketika perkelahian di Kahar Muzakir itu selesai, oknum Mapala Unisi itu pergi, bersamaan itu pula mereka berteriak-teriak. “Kalau acara ini (Pesta-red) tidak bubar, potong kuping saya,” Akbar meniru teriakan itu.
Akbar berpendapat secara tidak langsung mereka ada keinginan untuk membubarkan acara Pesta. Sanditya mengklarifikasi soal teriakan tersebut. “Namanya juga orang capek, pagi-pagi belum tidur. Itu lontaran orang emosi. Di posisi jumlah kami kalah. Semua-semuanya kami kalah. Kami korban pengeroyokan juga. Lontaran orang-orang emosi seperti itu lah,” tuturnya. Sebelumnya setelah kejadian perkelahian di depan Kahar Muzakir.
Siangnya, kami berupaya mendatangi Emil Anshori ketua SC yang disinyalir menjadi korban di kantor LEM U. Tetapi menurut Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (DPM U) Mico Yuhansyah, Emil masih belum bisa ditemui. Upaya damai dengan mediasi Tim KOBARkobari menghadiri mediasi di rektorat terkait insiden ini. Mediasi melibatkan Mapala Unisi, panitia Pesta, LPM HIMMAH UII, dan Marching Band (MB) UII.
Mediasi diselenggarakan pada tanggal 3 September 2012 pukul 08.00. Akan tetapi baru dimulai pukul 09.00. Baru beberapa menit mengikuti mediasi, tim KOBARkobari mendengar akan ada mediasi juga yang dilakukan oleh Polisi Sektor (Polsek) Ngemplak. Ketika sesampainya di sana kami berbicara dengan Bambang Widiatmoko, Kepala Unit Reserse Kriminal (Kanit Reskrim) Polsek Ngemplak. Ia menuturkan sebenarnya Polsek Ngemplak tidak mengeluarkan kebijakan melakukan mediasi. Hanya saja, sewaktu Evan datang ke Polsek Ngemplak untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), rekan Bambang berinisiatif melakukan mediasi secara damai. “Saya lebih senang diselesaikan di sana (Kampus-red). Masak Universitas berbasiskan Islam kelakuannya seperti anak SMA. Padahal saya yakin, yang berantem itu masalah pribadi. Masak jauh-jauh merantau hanya mencari musuh ?,” tutur Bambang.
Setelah dari Polsek Ngemplak, tim KOBARkobari kembali ke gedung rektorat guna mengikuti mediasi. Mediasi dihadiri oleh Bachnas selaku Warek III dan Af. Djunaidi selaku Direktur Direktorat Pembinaan Bakat, Minat, dan Kesejahteraan Mahasiswa. Beberapa perwakilan Mapala UNISI, LPM HIMMAH UII, MB UII, dan DPM U hadir. Evan Santoso juga hadir, tapi Emil Anshori dan Moch. Dzulyadain tidak hadir. Bachnas mengatakan, “Hak adek-adek untuk memaafkan, hak adek-adek untuk menuntut. Kalau bisa maaf-memaafkan kenapa tidak?”.
Hendrik Ketua Mapala menanggapi. Ia menuntut Emil dan Dzulyadain untuk hadir. Kalau tidak mediasi tidak bisa dilanjutkan. Akhirnya mediasi ini menghasilkan keputusan, bahwa pihak panitia yang mengaku menjadi korban pemukulan harus dihadirkan. Pihak rektorat berupaya menghadirkan korban-korban tersebut dibantu oleh jajaran DPM U, Ketua LEM U, dan teman-teman terdekat Emil dan Dzulyadain. Mediasi Pertama pun dipending hingga jam setengah empat.
Mediasi kedua dihadiri Ketua DPM U, Sekretaris Jendral (Sekjend) dan jajarannya. Hadir juga perwakilan Mapala UNISI, LPM HIMMAH UII, dan MB UII. Mico Yuhansyah, Ketua DPM U, mengatakan bahwa Ketua LEM U M. Shadily Lumaluntur sudah mencari Dzulyadain hingga di basecamp anak Gontor di Universitas Islam Negeri (UIN). Sedangkan Sekjend DPM U, Akhmad Bangun Sujiwo, menuturkan Emil akan datang setelah Dhuhur. Akan tetapi, setelah dihubungi lagi tidak ada konfirmasi dari Emil.
Disaat mediasi kedua, Bachnas mengatakan bahwa dari insiden ini tidak bisa diambil keputusan berdasarkan lembaga. Karena ini adalah permasalahan personal. Hendrik pun kembali menegaskan kasus ini tidak ada sangkut pautnya dengan Mapala Unisi. Hanya kebetulan saja oknum yang terlibat itu anggota Mapala Unisi. Pada akhirnya mediasi kedua ini pun berakhir buntu, karena yang bersangkutan tidak bisa hadir. Mediasi kedua dipending. Pihak rektorat dan Keluarga Mahasiswa (KM) berinisiatif untuk memperpanjang pencarian terhadap Emil dan Dzulyadain hingga keesokan harinya.
Mediasi tahap tiga diselenggarakan pada tanggal 4 September 2012 pukul setengah empat sore. Titik terang penyelesaian insiden perkelahian ini muncul di mediasi tahap tiga. Hal itu karena rektorat dan KM berhasil menghadirkan Emil dan Dzulyadain. Mediasi dimulai. Bachnas memulai mediasi dengan sedikit mengulang awal mula insiden ini terjadi. Dia juga menegaskan bahwasanya di KM UII tidak ada lembaga yang super power, semua lembaga itu sama. Bachnas menginginkan insiden ini agar segera diselesaikan.
Shadily ketua LEM U ikut angkat bicara. Ia berharap agar kejadian ini tidak terulang lagi di tahun-tahun berikutnya. Sebelum mediasi dimulai, Bachnas sudah menanyakan kepada Emil dan Dzulyadain terkait insiden yang menimpa mereka. Hasil dari pembicaraan yang dilakukan Bachnas kepada Emil dan Dzulyadain disampaikan pada saat mediasi ketiga. Menurut Bachnas, Emil dan Dzulyadain mau berdamai dengan Evan terkait kasus ini. Akan tetapi penyelesaian melalui jalur hukum antara kedua belah pihak masih berlanjut.
Reportase Bersama: Maya Indah C. Putri, Irwan A. Syambudi, Agam Erabhakti W., T. Ichtiar Khudi A., Khoirul Anwar.