Sejak dilaksanakannya kampanye terbuka pemilihan presiden 2014 pada tanggal 7 juni hingga 5 juli 2014, kita dihadapkan pada kemelut proses pesta demokrasi. Permasalahan yang tak pernah berubah seolah-olah menjadi watak pada kubu yang bersaing dengan menggunakan segala cara untuk menduduki kursi kekuasaan. Salah satu jalan yang ditempuh untuk menjatuhkan lawan tandingnya dengan menggunakan intrik buruk, yakni permainan isu SARA, RAS dan golongan.
Selama berlangsungnya pesta demokrasi terjadi beberapa penyerangan yang dilakukan simpatisan dari masing-masing calon presiden. Seperti kasus penyerangan yang berbau politik yang diduga dilakukan oleh 8 orang anggota Front Pembela Islam (FPI) kepada umat katolik bernama Julius Felicianus dan keluarganya di Sleman, Yogyakarta (29/05). Perlu diketahui bahwasannya Julius adalah tim jaringan relawan calon presiden Jokowi, yang pada saat itu sedang mempersiapkan kunjungan Jokowi ke DIY pada Senin (2/06). Kunjungan ini berkaitan dengan diadakannya aksi menghantar Jokowi menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono X. Meskipun sulit untuk menemukan benang merah terkait kasus penyerangan ini, penulis beranggapan jika ini murni kasus inteloren, mengapa peyerangan baru dilakukan pada hari ke 29, sedangkan kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah Julius sudah berlangsung sejak tanggal 1 mei 2014.
Kasus lainnya adalah penyerangan yang dilakukan oleh simpatisan capres dan cawapres Jokowi-JK di kantor biro TV one Jateng-DIY, pada Rabu(2/07). Penyerangan ini dilakukan karena para simpatisan merasa kecewa dengan pemberitaan oleh tv swasta tersebut yang dianggap telah melecehkan PDIP, sehingga para simpatisan memprotes pemberitaan di TV One yang menyebut PDIP membantu kader Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kasus penyerangan tersebut menjadi contoh wajah politik kita yang kurang sehat, dimana seharusnya calon pemimpin tidak kehilangan kepekaan dan kontrol terhadap masing-masing simpatisan yang berada dalam kubunya, untuk tidak memantik pertikain di masing-masing daerah, tidak sekedar hanya himbauan, tetapi memahami secara jelas permasalahan yang terjadi. Calon pemimpin seperti dilatih kepekaannya untuk mengatasi permasalahan sosial yang secara langsung hadir dihadapan proses demokrasi, yaitu konflik agama dan konflik horizontal yang berlandaskan suku. Tentunya permasalahan yang sepertinya sudah mengakar dalam tubuh demokrasi adalah salah satu PR bagi calon pemimpin yang nanti terpilih sebagai presiden Indonesia.
Tak berhenti pada ranah konflik, sekelumit permasalah lain adalah black campaign (kampanye hitam) yang menyudutkan masing-masing calon prisiden. Isu-isu negatif yang tidak berdasar, disebarkan oleh pihak-pihak yang bertikai dan tidak bertanggung jawab. Tentunya kampanye seperti ini adalah kampanye yang membahayakan bagi proses demokrasi kita,karena menyampingkan fakta dengan mengeksploitasi isu-isu negatif yang sedang berkembang, cenderung tendensius, dan mengarah pada pembunuhan karakter seseorang. Memunculkan pernyataan yang kontra produktif dengan menyebarkan sindiran dan rumor melalui media-media yang tersebar di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan rasa simpati dari pemilih untuk meninggalkan pilihannya.
Tentunya permasalahan seperti ini akan berdampak pada memunculkan persepsi yang buruk terhadap masing-masing calon presiden di mata masyarakat. Permainan isu kampanye hitam umumnya dilakukan oleh kubu yang kekurangan SDM, dan dilakukan untuk efisiensi dana kampanye. Penyebarannya pun dianggap mudah hanya dengan memanfaatkan jejaring sosial. Hal ini sangat merugikan bagi masyarakat luas untuk mendapatkan hak mereka mengetahui fakta yang sebenarnya dari berita yang beredar.
Dari beberapa hal yang terjadi pada kampanye pemilihan presiden 2014 merupakan suatu pelajaran yang harus disadari oleh masyarakat maupun pemimpin terpilih nanti. Perlu ditekankan bahwa jalan demokrasi yang kita pilih bukanlah kebetulan, melainkan jalan yang lahir dari ketidakadilan pada rezim otoriter. Sudah sepatutnya kita menjadi bangsa yang dewasa,belajar dari kesalahan yang sebelum-sebelumnya, bersama-sama menyambut pemimpin baru melalui proses demokrasi berkeadilan.
*) Staf Redaksi LPM HIMMAHI UII/Mahasiswa T. Informatika 2012