HIMMAH ONLINE,Yogyakarta – Untuk ketiga kalinya Jangongan Media Rakyat (JMR) kembali diadakan. Kegiatan dua tahunan yang dilaksanakan pada 23-26 Oktober 2014 ini mengusung tema umum ‘Kebebasan berekspresi, kemandirian komunitas, ekonomi dan kesejahteraan, serta pengurangan resiko bencana‘. Pada JMR 2014 ini panitia mengagendakan dua seminar nasional, pemutaran 35 film, pertunjukan seni, pameran produk komunitas, pameran kuliner, lomba-lomba, serta 55 diskusi atau lokarya yang dibagi atas tiga kategori yaitu advokasi kebijakan, literasi media, dan inovasi teknologi.
Pada seminar JMR 2014 panitia menghadirkan dua orang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seminar yang bertemakan, “Perencanaan dan Pangawasan Pembangunan Berbasis Komunitas ” pada 23 Oktober 2014 menghadirkan Bambang Widjojanto (Wakil Ketua KPK). Sedangkan seminar yang diselenggarakan pada tanggal 25 Oktober mengambil tema “Masa Depan Desa Melalui Tata Kelola Informasi yang Terbuka dan Partisipatif” oleh Johan Budi (Deputi Pencengahan KPK). Untuk diskusi atau lokarya yang dilaksanakan selama JMR 2014 dimotori oleh komunitas-organisasi mitra penyelenggara, berbasis media dan komunitas-komunitas sosial.
Beberapa diskusi atau lokarya seperti Ekologi dan Seni (KOLONI) di motori oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jogja. Dalam lokarya ini Walhi Jogja menyampaikan sebuah gerakan lingkungan hidup yang mereka motori di daerah Jogja. Dalam diskusi Indonesia Heritage Inventory (IHI) dengan tema “Penting Mana Pelestarian Pusaka atau Cagar Budaya” narasumber mendiskusikan dengan peserta mengenai keadaan peninggalan masa lalu. Sebagai contoh peninggalan yang terdapat di Jogja, dimana peninggalan tersebut sebagian besar tidak dilindungi oleh hukum dan beberapa yang telah memiliki legalisasi sebagai peninggalan masa lalu statusnya dapat diubah demi kepentingan bisnis. Contohnya seperti yang terjadi dalam pembangunan YAP Square dimana lahan yang digunakan merupakan lahan dari RS Mata YAP beserta bangunan cagar budaya Balai Mardi Wuto yang berada di satu areal dan telah di legalisasi pemerintah sebagai sebuah peniggalan sejarah melalui Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 25 Tahun 2007, tapi diubah luas lahan dan merobohkan Balai Mardi Wuto demi pembangunan YAP Square. Serta tentang pengenalan dan sosialisasi website yang berfungsi sebagai bank data peninggalan masa lalu dan informasi kegiatan bernuansa kebudayaan.
Semua film yang di tanyangkan pada JMR 2014 memiliki nilai sosial yang tinggi. Contohnya film Oligarki Televisi. Film dokumenter yang di produksi oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogja yang menyoroti monopoli frekuensi TV oleh 12 pemilik modal yang menguasai dua ribu TV lokal dan nasional yang hakikatnya merupakan milik publik serta sorotan kepada ketidaktegasan Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Atau film Payung Hitam yang di sutradarai oleh Choirun Nisa, yang menceritakan perjuangan dua orang wanita yang menuntut keadilan atas ketidakadilan yang mereka alami. Neneng adalah petani dan ibu rumah tangga yang tanahnya di serobot paksa oleh TNI AU pada tahun 2007 dan Sumarsih wanita pensiunan pegawai DPR yang anaknya, Wawan (mahasiswa Universitas Atmajaya Jakarta) menjadi korban penembakan dalam Tragedi Semanggi I. Film “Yang Ketu7uh” produksi WatchDoc menarik banyak perhatian pengujung dan memenuhi ruangan pemutaran film. Film yang bercerita tentang kehidupan empat masyarakat kecil yang memiliki masalah mereka masing-masing, dimana keempat tokoh ini di bingkai dalam hiruk-pikuk proses Pemilu 2014 serta harapan yang mereka pilih. (Fauzi Farid M.)