“Fathul Wahid tidak bisa menjanjikan kapan akan memberikan transparansi karena harus berkoordinasi dengan banyak pihak. Namun ia menjanjikan akan secepatnya melakukan koordinasi.”
Himmah Online, Universitas Islam Indonesia – Senin, 29 Juni 2020, mahasiswa menuntut transparansi akuntansi penggunaan dana SPP selama pandemi kepada UII. Tuntutan ini merupakan salah satu poin utama yang diutarakan oleh ketua DPM UII, Febrian Ramadhani, dalam audiensi terbuka bersama jajaran rektorat dan dekan UII mengenai SPP masa pandemi Covid-19. Audiensi ini disiarkan langsung melalui Instagram DPM UII mulai pukul 19.30 WIB.
Audiensi dimulai dengan pemaparan hasil kuesioner yang telah disebar sebelumnya dari LEM fakultas masing-masing kepada mahasiswa. Ketua DPM UII, Febrian Ramadhani, selanjutnya memberikan kesimpulan serta membacakan tuntutan umum mahasiswa kepada rektorat.
Poin tuntutan yang ada meliputi, pertama, menunda pemberlakuan dan menuntut peninjauan kembali terkait SK Rektor No.363/SK-REK/SP/VI/2020. Kedua, meminta transparansi dana pada saat pandemi Covid-19.
Ketiga, meminta rektorat untuk menghilangkan mekanisme terdampak ‘berat, sedang, ringan’ yang merujuk kepada subjektifitas mahasiswa terdampak.
Keempat, menuntut rektorat untuk selalu melibatkan lembaga dalam pengambilan keputusan. Kelima, pemberian fasilitas berupa kuota dan Zoom.
Selain memberikan tuntutan, DPM UII juga mengajukan dua solusi. Fadhilah Adkiras selaku Komisi 3 DPM UII menyatakan bahwa DPM menginginkan rektorat untuk mengeluarkan SOP khusus terkait alokasi dana bagi mahasiswa yang tidak mampu membayar.
DPM mengharapkan dekanat bisa memberikan pinjaman terlebih dahulu kepada mahasiswa yang bermasalah terkait keuangan.
“Ada mahasiswa yang tidak mampu membayar namun opsi yang dapat dipilihnya hanya cuti,” imbuh Fadhilah.
Poin kedua yang mampu ditawarkan DPM UII adalah memaksimalkan penggunaan dana alumni dan dana abadi yang selama ini masih terbatas dapat dipinjamkan kepada mahasiswa yang tidak mampu.
DPM juga menyorot penggunaan dana kelembagaan yang selama pandemi ini tidak banyak yang digunakan nantinya bisa dialihkan untuk membantu keuangan mahasiswa.Rektor UII, Fathul Wahid, menjelaskan banyak faktor yang mempengaruhi penetapan dana SPP. Faktor tersebut ada yang berdampak langsung kepada mahasiswa seperti biaya perkuliahan, biaya teknologi informasi, maupun laboratorium.
Namun, Fathul juga menjelaskan terdapat biaya yang tidak terkait langsung kepada mahasiswa, seperti penelitian, publikasi ilmiah, dakwah islamiyah, hingga pelayanan UII. Dana ini tentu saja tidak bisa dihentikan sekaligus.
“Dana yang ada selama ini digunakan untuk menjaga teknologi informasi tetap berjalan, meremajakan infrastruktur, pengembangan sistem dan teknologi yang sekarang lebih mahal karena ada layanan-layanan baru,” lanjut Fathul.
Menurut Fathul, angka-angka yang muncul dalam SK Rektor tersebut sudah didiskusikan selama 2 minggu. Keputusan yang ada merupakan langkah moderat agar UII tetap berjalan dengan mutu yang baik sekaligus tidak melakukan PHK atau pemotongan dana lembaga.
“Kalau kita fokus semester ini saja, kita nggak mikir semester depan misalnya, kita bisa naikkan agak tinggi (red: potongan SPP), tapi saya nggak tau apakah nanti di awal semester depan UII ada atau tidak kalau pandemi ini berkepanjangan,” tegas Fathul.
Menanggapi tuntutan yang menyenggol dana alumni, Rohidin selaku Warek 3 UII menyatakan dana alumni tidak memiliki jumlah yang banyak dan sangat sedikit yang rutin memberi iuran dana alumni.
Pihak rektorat sudah mengupayakan menghubungi berbagai bank untuk memberikan beasiswa namun uangnya pun tidak banyak.
“Kalau memang betul-betul tidak bisa mengembalikan (red: dana pinjaman), ya kita ikhlaskan,” imbuh Rohidin terkait wacana pemberian pinjaman dana bagi mahasiswa tak mampu dari dana alumni dan dana abadi.
Selama audiensi berlangsung, tuntutan yang paling digaungkan ialah terkait transparansi penggunaan dana SPP mahasiswa selama pandemi.
Menanggapi itu, Beni Suranto, Direktur Pembinaan Kemahasiswaan, menyatakan tiap unit organisasi memiliki domain tersendiri yang harus dihormati seluruh komponen yang ada didalamnya. Mahasiswa UII harus menghormati keputusan serta kewenangan yang telah diambil rektorat.
“Kalau sebuah badan publik itu kemudian sampai menjelaskan secara detail persoalan dapur, itu juga akan menyusahkan semua pihak. Transparansi itu bisa jadi ada mekanismenya yang itu perlu didiskusikan mekanismenya,” terang Rohidin lebih lanjut mengenai transparansi.
Perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam audiensi tidak menghentikan pembahasan tersebut begitu saja. Mereka menambahkan UII setidaknya harus memberikan transparansi akuntansi yang tertera dalam PP No. 48 tahun 2008 mengenai pendanaan pendidikan.
Tiga hal yang harus tercantum dalam laporan, antara lain biaya pendidikan, biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, serta biaya personalia.
Pembahasan ini cukup alot dan berakhir adanya kesepakatan bahwa UII akan memberikan laporan transparansi akuntansi yang dituntut mahasiswa.
Beni menyimpulkan terkait apa saja yang harus dibuka dan ditutup dalam laporan transparansi nantinya, mahasiswa sudah menyerahkan kepada rektorat. Rektorat pun sudah sepakat akan memasukkan 3 komponen yang tertera dalam PP No.48 tahun 2008.
“Saya tidak bisa menjanjikan (red: kapan transparansi diberikan kepada mahasiswa) karena saya harus koordinasi dengan banyak pihak. Tapi saya yang bisa janjikan adalah secepatnya berkoordinasi (red: mengenai mekanisme transparansi),” pungkas Fathul dalam audiensi.
Reporter: Janneta Filza A.
Penulis: Janneta Filza A.
Editor: Hersa Ajeng P.