Peringati Hari Perempuan Internasional, Relawan Yogyakarta Menyuarakan Kuota Kebijakan Afirmasi 50 Persen

Himmah Online, Yogyakarta – Sejumlah Relawan International Women’s Day (IWD) melakukan aksi dengan berjalan kaki dari Gerbang Kampoeng Ketandan Malioboro menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Rabu (08/03). Para massa aksi mulai memadati lajur kiri Jalan Jendral Ahmad Yani pada pukul 11.58 WIB sembari mengangkat spanduk-spanduk orasi.

Aksi bertajuk “Perempuan dan Rakyat Bersatu Lawan Seksisme, Tolak KUHP, dan Cipta Kerja” ini mengusung beberapa wacana, salah satunya adalah kuota 50 persen untuk perempuan di semua jabatan publik dan partisipasi aktif. Mereka menuntut agar kompetensi, kredibilitas, serta peran perempuan dalam penyelenggaraan negara ditingkatkan.

Menurut Indira (20), salah satu massa aksi dari perwakilan Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), dengan adanya penambahan kuota dalam kebijakan afirmasi (affirmative action) ini, aspirasi perempuan akan jauh lebih terdengar.

“Itu akhirnya memberikan ruang lebih banyak bagi kita untuk lebih berkontribusi secara nyata, untuk memastikan bahwa keresahan-keresahan perempuan juga terdengar,” ujar Indira.

Selain itu, Ignas (22), salah satu partisipan aksi, mengatakan bahwa pembacaan isu ini bermula dari banyaknya kasus perempuan yang berada di tampuk kekuasaan, dan mereka merupakan istri atau anak dari pejabat tertentu.

“Apa yang terjadi adalah karena misalnya, ada pemilu walikota, begitu. Ketika perempuan yang maju, kebanyakan yang maju itu adalah istrinya, anak pejabat,” ujar Ignas

Ia juga menuturkan bahwa naiknya kuota 50 persen bukan hanya persoalan keterwakilan, tetapi juga soal partisipasi aktif dari setiap perwakilan tersebut.

“Jadi kita mengangkatnya tidak hanya partisipasi 50 persen, tapi kita ingin partisipasi  yang aktif. Kata kuncinya di situ, ‘partisipasi yang aktif’,”  tegasnya.

Ade, salah seorang anggota kelompok kerja (pokja) Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, Sex Characteristic (SOGIESC) Partai Hijau Indonesia, juga turut berpartisipasi dalam aksi ini. Menurutnya, penetapan kuota 50 persen dalam instansi pemerintahan adalah batas minimal keterwakilan.

“Jadi, justru harus. Lima puluh persen buat saya minimal karena juga belum banyak keterwakilan yang terjadi,” ujar Ade.

Seturut dengan Ignas tentang partisipasi aktif, Ade juga menyuarakan perlunya kapabilitas, integritas, dan kemampuan inteligensi bagi setiap perempuan yang akan maju dalam kontestasi perpolitikan. Ia menyayangkan bahwa selama ini, 30 persen keterwakilan yang ada masih menyisakan berbagai persoalan.

Pertama, hanya 30 persen. Kedua, 30 persen itu, itu punya gak kesadaran yang untuk kesetaraan dan keadilan gender,” tandas Ade.

Dengan beragam analisis, Ade menilai bahwa persoalan utama terletak pada budaya patriarki yang begitu kuat. Budaya ini juga yang menyebabkan adanya kuota affirmative action seolah tak berpengaruh pada keterwakilan suara mereka.

“Jadi, kalau kita ukurannya adalah kapabilitas, integritas, kemampuan pengetahuan, kepakaran, itu selesai persoalannya. Kalau sekarang masih akar persoalannya terus kaya gitu, kalau sebatas kuota, ya, tidak menjamin begitu,” pungkas Ade.

Reporter: Himmah/Ani Chalwa Isnani, Eka Ayu Safitri, Nawang Wulan, R. Aria Chandra Prakosa

Editor: Jihan Nabilah

Baca juga

Terbaru

Skip to content