Dari Tulang Belakang ke Pengusaha Udang

“Hidup ini seperti sekotak coklat, kita tidak pernah tahu apa yang akan kita dapat,” kata Forrest Gump, seorang anak laki-laki yang memiliki IQ 75 atau tingkat kecerdasan di bawah rata-rata. Sejak kecil, ia hanya tahu ayahnya sedang pergi berlibur. Menurut kamus ibunya, berlibur yang dimaksud adalah pergi ke suatu tempat yang jauh dan tidak kembali lagi. Maka dari itu, mereka hanya hidup berdua saja di Alabama dan sang ibu sangat menyayangi anak semata wayangnya.
Karena memiliki kelainan tulang belakang yang bengkok, Forrest harus berjalan dengan menggunakan penopang kaki. Tidak berhenti di situ, ia pun kerap dijauhi banyak orang karena kekurangannya dan selalu diejek pula oleh teman-temannya yang nakal. Mereka meremehkan Forrest sebagai anak yang bodoh karena IQ-nya yang rendah. Namun tidak demikian halnya dengan Jenny, teman perempuan Forrest di sekolah yang senantiasa mendampinginya sebagai seorang sahabat sejati. Jenny selalu menyemangati Forrest untuk berlari sekencang-kencangnya apabila diganggu. Mereka berdua selalu bersama hingga tamat SMU. Bagi Forrest, Jenny adalah sahabat terbaik sekaligus sebagai sosok yang kemudian dicintainya.
Pada suatu hari, ibu Forrest menasihatinya, “Keajaiban selalu terjadi setiap hari.” Dan, itu terbukti ketika Forrest tengah berlari menghindari gangguan temannya. Saat ia berlari dengan kencang, penopang kakinya tiba-tiba terlepas dan semenjak itu ia memiliki kecepatan dalam berlari. Keahliannya didengar oleh pelatih tim futbol dari sebuah perguruan tinggi yang ada di Alabama, sehingga Forrest dapat pergi ke perguruan tinggi tersebut untuk melanjutkan studi. Di sana, ia juga dipercaya menjadi seorang atlet futbol. Forrest dan Jenny sangat senang. Setelah lima tahun berselang, ia lulus dan mendaftarkan diri menjadi seorang anggota militer.
Forrest dikirim ke Vietnam. Di medan perang, bayang-bayang Jenny selalu mengejarnya sehingga di sela-sela waktu ia sempatkan menulis surat untuk wanita yang dikasihinya itu. Di Vietnam, Forrest bertemu dengan Bubba, sahabat barunya. Mereka berdua selalu melindungi satu sama lain layaknya saudara. Dalam obrolannya, Bubba mengajak Forrest untuk berbisnis udang usai berperang. Namun nasib tidak selalu beruntung, sebab suatu ketika pasukan mereka mendapat serangan mendadak dari musuh. Akibatnya, banyak yang gugur dan Bubba ikut menjadi salah satu korbannya. Sementara itu, Forrest mengalami luka di pantatnya saat tengah berupaya menolong Letnan Dan, pemimpin pasukan mereka saat di Vietnam.
Saat menjalani perawatan di rumah sakit, Forrest mencoba bermain pingpong. Hampir setiap hari dihabiskannya untuk bermain pingpong, bahkan saat tidur pun ia masih bermain pingpong. Ia membawa bola pingpong dan pemukulnya sebagai teman tidur. Bagi Forrest, bermain pingpong itu gampang. Yang terpenting adalah apapun yang terjadi, ia tidak melepaskan pandangannya dari bola pingpong saat bermain.
Setelah sehat, Forrest pergi menemui keluarga Bubba. Ia teringat percakapannya dulu soal bisnis udang. Berusaha bisnis udang tidaklah mudah, tetapi Forrest tidak kenal menyerah. Ia berusaha keras ditemani oleh Letnan Dan. Pada awalnya, Forrest memiliki kesulitan dalam menangkap udang. Dalam sehari, ia pernah tidak mendapatkan apa-apa atau hanya mendapatkan lima ekor udang saja. Sewaktu menangkap udang pun, ia tidak luput dari memikirkan Jenny sehingga kapalnya ia beri nama “Jenny”. Berkat usahanya yang gigih, Forrest berhasil menjadi pengusaha udang yang sukses. Uang tidak lantas membuat Forrest hidup dalam kemewahan, ia tetap hidup dalam kesederhanaan. Sebagai wujud loyalitasnya, uang hasil penjualan dibagikan pada gereja, rumah sakit, dan tidak lupa untuk keluarga Bubba meskipun Bubba telah tiada.
Kisah percintaan Forrest memang tidak selalu beruntung karena Jenny selalu datang dan pergi meninggalkannya. Prinsip yang dipegang Forrest hannyalah kesetiaan. Suatu saat, Jenny mengiriminya surat dan meminta Forrest untuk datang berkunjung ke rumahnya. Ketika itulah, Forrest mengetahui bahwa ia ternyata memiliki seorang anak dari hubungannya semasa kuliah dulu, anak yang oleh Jenny diberi nama Forrest. Namun saat itu juga, Forrest mendapati bahwa Jenny terkena virus mematikan dan tidak dapat hidup lebih lama lagi. Forrest pun membawa Jenny dan anaknya untuk hidup di desa asalnya, yaitu Alabama. Forrest menikahi Jenny dan merawatnya hingga Jenny pergi untuk selama-lamanya.
Kerja keras, kesetiaan, loyalitas, dan kesederhanaan; hal-hal tersebut yang kirannya hendak disampaikan oleh film ini. (Retno Ariani Saputri)

Skip to content