Judul Film: Snowpiercer
Genre: Drama, Dystopian Fiction, Thriller, Post-apocalyptic
Sutradara: Bong Joon-Ho
Durasi: 126 Menit
Snowpiercer (2013) merupakan film yang dibintangi oleh Chris Evans, Tilda Swinton dan Song Kang-Ho. Cerita dari film tersebut diadaptasi dari novel grafis Le Transperceneige (1982) karya Jacques Lob, Benjamin Legrand, dan Jean-Marc Rochette.
Film Snowpiercer menceritakan tentang sekelompok manusia yang bertahan hidup di dalam suatu kereta yang terus menerus berjalan mengelilingi bumi sesudah bumi membeku akibat pemanasan global.
Mengambil latar di tahun 2031, berpusat pada kejadian pemberontakan para penghuni gerbong belakang kereta yang miskin yang dipimpin oleh Curtis Everett (Evans) untuk memberontak melawan para penghuni elit kereta api bagian depan.
Film ini mendapatkan respon yang meriah dari para penonton ataupun kritikus, di mana para kritikus memberikan peringkat persetujuan hingga 94% dan menghasilkan keuntungan kotor USD 86,8 juta dari biaya produksi USD 40 juta.
Kesenjangan Sosial, Pertentangan Antar Kelas dan Revolusi
Bila dibandingkan dengan karya Bong Joon-Holainnya yang berjudul Parasite, walaupun sama-sama mengangkat tema kesenjangan sosial, namun terdapat perbedaan antara Snowpiercer dengan Parasite.
Dalam Parasite, Bong Joon-Homengangkat tema kesenjangan sosial di kehidupan masyarakat Korea Selatan dalam pendekatan tragedi-komedi mengenai kehidupan dua keluarga dari dua kelas masyarakat berbeda.
Dalam Snowpiercer, kesenjangan sosial yang diangkat melalui pendekatan aksi fiksi ilmiah. Apabila Parasite lebih dianggap sebagai bagian kritik sosial terhadap kultur kehidupan masyarakat Korea Selatan, maka Snowpiercer dapat menjadi kritik sosial bagi tatanan masyarakat dunia.
Dunia Snowpiercer menggambarkan strata kelas sosial di masyarakat dipisahkan oleh gerbong-gerbong kereta, di mana masyarakat elit menghuni gerbong depan dengan segala kemewahan sedangkan masyarakat kelas bawah berada di gerbong belakang yang kumuh, kotor, dan suram.
Ketika masyarakat elit di gerbong depan menikmati makan sushi dan steak, mereka yang berada di gerbong belakang harus mengonsumsi balok protein yang terbuat dari serangga. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat yang berada di gerbong belakang menjadi gerah dan memberontak terhadap mereka yang berada di gerbong depan.
Kondisi kesenjangan sosial yang terjadi kemudian dengan segera akan memicu pertentangan kelas, di mana masyarakat bawah akan bergerak untuk melawan status quo yang ada. Masyarakat bawah yang berada di gerbong belakang bergerak ke gerbong depan, dan ketika mereka semakin dekat ke gerbong dimana mereka mengancam kehidupan masyarakat elit, penguasa kereta, Willford (Ed Harris), mengerahkan kekuatan bersenjata untuk menumpas para pemberontak.
Gambaran di atas mungkin terasa lekat dengan kehidupan di negara kita, di mana masyarakat bawah yang hendak melawan penindas mereka yang berada di strata lebih tinggi akan menghadapi kekuatan bersenjata.
Banyak karakter yang merupakan simbolisasi dari realitas, seperti karakter Curtis, pemimpin revolusi yang percaya akan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan, Mason (Swinton), menteri Willford yang bertindak sebagai kepanjangan tangan penguasa hingga beberapa tokoh lainnya yang bertindak atas motif pribadi.
Dalam film, Bong Joon-Ho menggambarkan setiap karakternya dengan motivasi-motivasi tertentu yang menggerakkan mereka untuk mengikuti “Revolusi Besar Curtis” seperti harapan, perjuangan hidup, dan balas dendam akan kehilangan orang terkasih.
Namun, timbul satu pemikiran yang menarik.
“Kemudian apa?”
Apa yang Harus Dilakukan dari Revolusi ?
Dalam artikel Not All are Aboard: Decolonizing Exodus in Joon-ho Bong’s Snowpiercer dari jurnal New Political Science, Fred Lee dan Steven Manicastri menjelaskan bagaimana penggambaran sosial dalam Snowpiercer merupakan bentuk dari post-kolonialisme.
Terjadi perubahan antara dominasi nasional dari bangsa yang lebih kuat menindas bangsa yang lemah menjadi dominasi sosial ketika strata sosial yang lebih tinggi menindas strata sosial yang lebih rendah. Dunia dalam kereta yang terus melaju dalam film merupakan penggambaran akan dunia saat ini yang masih berada di bawah tatanan kapitalis dan kolonialis.
Revolusi yang terjadi dalam Snowpiercer merupakan gambaran dari eksodus untuk mengatasi rasionalitas dari biopolitik, pasar ekonomi, dan negara yang “menjajah” setiap segi kehidupan.
Revolusi timbul dengan sendirinya sebagai hasil dari berbagai macam keadaan, kata Tan Malaka dalam bukunya “Aksi Massa”. Revolusi yang terjadi dalam Snowpiercer timbul dari penindasan masyarakat elit kepada masyarakat bawah, kesombongan kelas elitis yang diarahkan pada masyarakat di bawah mereka sehingga kaum elit tidak memberikan sedikit perhatian mengenai keadaan mereka.
Pengacuhan kondisi sosial masyarakat bawah, tindakan kekerasan semena-mena sesuai keinginan kaum elit, hingga memaksakan otoritas kaum elit yang tidak berpihak menjadi mesin penggerak dari revolusi masyarakat kelas bawah untuk melawan.
Sebagaimana revolusi-revolusi lainnya dalam sejarah, Bong Joon-Ho menggambarkan bahwa di balik revolusi dalam film Snowpiercer juga ada darah yang tertumpah. Namun, pertumpahan darah dalam Snowpiercer memiliki alasan tertentu.
Sebagaimana yang dikatakan Wilford kepada Curtis, bahwa revolusi merupakan jalan pintas untuk mencapai keseimbangan alam. Dalam dunia kereta Snowpiercer, keseimbangan yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup manusia tidak bisa hanya melalui seleksi alam, melainkan perlu peran penting manusia untuk mencapai keseimbangan ekosistem lingkungan hidup kereta. Tanpa keseimbangan, kata Wilford, kelangsungan hidup manusia yang berada di dalam kereta akan terganggu.
Snowpiercer menjabarkan bagaimana sebuah kondisi kesenjangan sosial akan memicu revolusi kelas untuk mengubah sistem. Apa yang terjadi selama revolusi, jelas akan menimbulkan konsekuensi.
Sebagaimana yang dikatakan Aaron Bady dalam A Snowpiercer Thinkpiece, Not to Be Taken Too Seriously, But for Very Serious Reasons, film Snowpiercer merupakan alegori untuk kapitalisme dan revolusi. Kapitalisme yang berujung pada gangguan sosial yang menciptakan kesenjangan sosial menjadi bahan bakar revolusi.
Kondisi Curtis, setelah menyadari arah pergerakan dari revolusi yang ia pimpin pada akhirnya menciptakan pertumpahan darah dari para pengikutnya di bagian belakang, menyadari bahwa sistem kapitalisme dalam kereta harus dihentikan. Dengan kejatuhan sistem kapitalisme dalam kereta yang disimbolkan dengan meledakkan gerbong kereta, Curtis ingin melihat bagaimana umat manusia dapat bertahan hidup pada dunia di luar kereta yang telah membeku.
Sangat menarik untuk melihat bagaimana serial Snowpiercer (2020) yang ditayangkan di Netflix akan meneruskan kritik sosial dari versi film yang digarap oleh Bong Joon-Ho. Mengingat kepopuleran serial Netflix asal Spanyol Money Heist yang mengusung tema kritik sosial, audiens global dari Snowpiercer akan sangat menunggu kelanjutan kehidupan manusia setelah akhir filmnya menyiratkan harapan akan keberlangsungan hidup manusia di luar sistem kapitalisme yang menjajah kehidupan manusia.